...Indonesia akan menguasai dunia dengan produk olahan rumput laut...
.

Kamis, 07 Mei 2015

Kenapa Harga Rumput Laut di Nunukan Turun ?

Kenapa Harga Rumput Laut di Nunukan Turun ?

Selasa, 05 Mei 2015 - 21.48 WIB | Dibaca : 327 kali

Kenapa Harga Rumput Laut di Nunukan Turun ?
Ir H Dian Kusumanto MSi. (dok pribadi)
 Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto, M.Si.

MEMASUKI Bulan April yang lalu petani rumput laut Kabupaten Nunukan mengeluhkan harga rumput laut yang turun cukup drastis. Padahal pada Bulan Maret sudah ada gerakan peningkatan harga dari Rp 6.500 menjadi Rp 7.000 hingga Rp 9.000 dan sampai Rp 10.400 per kg rumput laut kering. Sekarang, di akhir April ini harganya kembali turun hingga Rp 7.500 per kg. Beberapa pelaku usaha sudah mulai gelisah dan bertanya-tanya kenapa ini bisa terjadi ??

Kalau sudah begitu, Bupati Nunukan sering mendapat laporan dan bahkan keluhan. Maklum Pak Basri memang sangat getol dan konsen memperhatikan pergerakan harga rumput laut ini. Karena itulah akhirnya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, sebagai institusi yang dianggap paling bertanggungjawab terkait komoditi ini menjadi sasaran kegelisahan semua pihak. Apalagi ini masa-masa menjelang Pilkada, dan Bupati incumbent ini juga harus menjaga performence-nya untuk tetap menjaga, mengawal harga rumput laut ini tetap bagus dan menguntungkan bagi petani rumput laut di Kabupaten Nunukan.

Oleh Pak Asep Hendra, seorang pedagang rumput laut yang sudah menjajagi berbagai daerah di Indonesia, kejadian ini memang sudah lama dikhawatirkan. Hal yang selama ini ‘menyelamatkan’ nasib rumput laut Nunukan adalah karena kelebihan komparatifnya. Produksi rumput laut Nunukan ini cukup unik karena terus berproduksi sepanjang tahun, tidak pernah terputus layaknya beberapa produsen besar rumput lainnya. Beberapa daerah produsen seperti NTT, Sulawesi Tenggara, Maluku Tenggara, Maluku (Ambon), termasuk NTB dan Bali serta wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah, selalu mengalami masa-masa kosong atau tidak berproduksi. Kondisi alam laut yang bergelombang tinggi, musim penghujan atau musim kemarau puncak, semua itu menyebabkan produksi rumput laut terganggu dan merugi bila dilakukan pembudidayaan. Maka lebih baik petani istirahat untuk budidaya rumput laut.

Padahal bisa dikatakan, mutu rumput laut Nunukan termasuk yang dianggap kurang bagus. Penampilannya kurang cerah, bahkan terkesan banyak kehitaman dan gelap. Belum lagi kadar garam dan kotorannya yang melebihi standar. Tingkat kekeringannya juga belum bagus bahkan relatif tinggi kadar airnya. Kisarannya antara 38% bahkan 40% lebih. Namun karena tidak ada alternatif pasokan dari daerah lain, karena tidak panen, maka mutu yang rendah ini juga dibeli saja oleh para pedagang untuk memenuhi kuota para eksportir dan pabrikan.

Tahun lalu memang Nunukan bernasib baik, karena banyak daerah yang gagal panen. Bahkan tingkat harga setahun yang lalu di Nunukan mencapai hingga Rp 15.000 dan bahkan hingga angka Rp 18.000 per kg. Harga yang sedang panas itu dipengaruhi oleh kebutuhan industri rumput laut di China yang sangat besar, dan tidak mungkin berhenti mengolah bahan baku rumput laut. Di Philipina tahun lalu, pada bulan-bulan seperti ini juga banyak bencana alam yang memporak-porandakan petani rumput laut disana. Sekarang kondisi alam sudah baik, dan para petani sudah kembali pulih untuk berproduksi kembali.

Kejadian inilah yang tidak dipahami oleh petani dan para pelaku usaha rumput laut di Nunukan. Keunggulan Nunukan selama ini sifatnya hanya semu saja. Karena pada saat daerah produsen yang lain panen besar dengan mutu rumput laut yang memang baik, maka seolah-olah Nunukan hanya menjadi pilihan paling belakang. Hal ini, tidak bisa dipungkiri dan harus disadarai oleh stakeholder yang ada di Kabupaten Nunukan karena mutu atau kualitas rumput laut Nunukan masih rendah sehingga kalah bersaing dengan daerah yang lain di Indonesia.

Menurut Pak Asep Hendra hal ini terjadi karena beberapa hal, yaitu :
  1. Areal budidaya rumput laut di seluruh wilayah Kabupaten Nunukan ini berlumpur.
  2. Sistem pengeringan umumnya masih belum menghasilkan kualitas rumput laut yang baik. Sistem pengeringan gantung disinyalir menghasilkan rumput laut yang gelap kehitaman.
  3. Perilaku pedagang yang hanya mengutamakan kuantitas untuk memenuhi kuota yang banyak, karena menghitung komisi atau fee pedagang berdasarkan jumlah. Semakin banyak jumlah yang bisa dibeli, maka semakin banyak juga komisinya. Kualitas dinomorduakan.
  4. Komitmen kualitas rumput laut belum menjadi budaya bagi masyarakat.

Agak sedikit berbeda dengan keadaan rumput laut di Tarakan, yang meskipun memiliki kondisi sama dengan Nunukan, menghasilkan rumput laut yang cukup baik. Beberapa hal yang berbeda itu antara lain adalah :
  1. Pola pengelolaan pasca panen dikelola dengan cara lebih baik.
  2. Dilakukan dengan melepaskan rumput laut segar dari talinya dan dengan cara penutupan dengan plastik atau terpal (di’oven’) sehingga menghasilkan rumput laut lebih bening atau ‘putih’.
  3. Komitmen para pedagang juga sudah berorientasi pada kualitas.
  4. Pedagang melakukan sortasi hasil pembelian rumput laut dari petani atau pedagang pengumpul (peluncur) dan memperbaiki tingkat kekeringan rumput laut hingga sesuai standar.
  5. Biaya-biaya operasional dan biaya komersial lebih murah (ongkos kontainer, ongkos pelabuhan, transport, buruh pelabuhan, dll.)

Jadi, kenapa harga rumput laut Nunukan turun ? Sekarang kita bisa menjawab apa saja penyebabnya, yaitu :
  1. Karena mutu rumput laut Nunukan masih inferior (rendah), hanya pilihan kedua, ketiga atau yang belakangan.
  2. Produksi rumput laut daerah lain sedang berproduksi baik, sehingga ada pilihan yang lebih baik.
  3. Di luar negeri, di Philipina sebagai produsen terbesar setelah Indonesia sekarang sedang jadi-jadinya panen.
  4. Kualitas belum menjadi komitmen para pedagang, sehingga petani pun mengikuti saja, karena yang biasa-biasa juga sudah laku. Beda dengan Tarakan yang komitmen para pedagangnya pada kualitas yang baik, sehingga para petani pun mengikuti irama komitmen pada kualitas ini.
  5. Pedagang belum melakukan sortasi dan pengeringan ulang setiap pembelian rumput laut sebelum dikirim keluar.

Sehingga ini bisa diketahui faktor-faktor yang menyebabkan turun dan naiknya harga rumput laut di Kabupaten Nunukan serta dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut :

 Faktor yang menaikkan harga Faktor yang menurunkan harga



Kualitas yang baik
Produksi daerah lain kurang
Komitmen pada kualitas kuat
Pengelolaan usaha perdagangan efisien
Biaya-biaya operasional dan marketing relatif murah
Pungli minimal atau tidak ada
Nilai tukar rupiah ke dolar lemah
Permintaan barang dari Buyer luar negeri meningkat


Kualitas yang jelek
Produksi daerah lain banyak
Komitmen pada kualitas tidak ada
Sistem tata niaga ruwet dan kacau

Biaya-biaya operasional dan marketing relatif mahal
Banyak pungli
Nilai tukar rupiah ke dolar menguat
Permintaan barang dari Buyer luar negeri menurun.

Lalu kalau sudah diketahui faktor-faktor atau sebab musabab naik turunnya harga rumput laut, kita kemudian dapat menetapkan cara-cara yang bisa dilakukan untuk meningkat harga dan bersaing dengan daerah-daerah yang lain, yaitu kita harus :
  1. Memperbaiki kualitas rumput laut dengan berbagai teknik.
  2. Membangun komitmen yang kuat terhadap kualitas diantara para pedagang, petani dan Pemerintah Daerah.
  3. Kontrol kualitas dengan sortifikasi agar dilakukan oleh para pedagang sebelum barang dikirim ke luar.
  4. Meminimalkan biaya-biaya dan melakukan efisiensi tata kerja dengan sebaik-baiknya.
  5. Meniadakan pungli.

Begitulah jawaban atas pertanyaan dari judul di atas. Bagaimana menurut Anda ??