...Indonesia akan menguasai dunia dengan produk olahan rumput laut...
.

Sabtu, 27 April 2013

Indonesia bisa memproduksi NORI

 
Makanan ringan Nori senbe

Nori produksi Indonesia akan disukai dunia

Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto


Nori adalah makanan asli dari Jepang.  Nori kemudian juga menjadi makanan yang sangat dikenal di Korea dan China.  Nori sebenarnya adalah salah satu jenis makanan kelompok sayur-sayuran yang berasal dari laut.  Makanan ini sumber gizi, mineral dan vitamin yang diperlukan oleh tubuh.  Di Jepang Nori menjadi makanan pokok untuk mendampingi sushi.  Oleh karenanya di Jepang Nori menjadi sayuran utama dalam menu makanan sehari-hari di Jepang.  Karena orang-orang Jepang ini sudah menyebar ke seluruh dunia termasuk Amerika, maka di Amerika pun Nori juga sudah menjadi menu khusus.

Jepang, RRC, dan Korea merupakan produsen nori terbesar di dunia. Di RRC, nori disebut sebagai hǎitái (海苔), dan di Korea disebut gim ().   Korea terkenal dengan nori berbumbu minyak wijen, cabai, dan butiran garam yang agak kasar sehingga berbau khas dan terasa agak pedas.

Kata nori digunakan secara luas di Amerika Serikat sejak tahun 1867. Sejak tahun 1960an sudah mulai dijual di toko bahan makanan Asia. Makanan ini dibuat dari rumput laut dengan proses pengeringan yang menyerupai pembuatan kertas. Setiap lembarnya memiliki lebar 18x20 cm dan beratnya hanya 3 gram.

Dalam 100 gr nori terkandung 41,4 gr protein, 3,7 gr lemak, 36 gr serat, 280 gr kalsium dan 6 mg yodium. Selain kandungan yodium yang tinggi, makanan ini juga kaya akan karoten, vitamin A,B C dan D, kalsium dan zat besi.    Nori mengandung vitamin C  di atas 140 mg per 100 g dari berat basahnya. Rumput laut ini baik juga untuk diet karena mengandung Iodine, yang dibutuhkan untuk fungsi normal dari kelenjar thyroid dalam tubuh. Nori juga memiliki kualitas baik kualitas tinggi dan rendah. Nori yang berkualitas tinggi biasanya berwarna hitam kehijauan, sedangkan nori berkualitas lebih rendah berwarna hijau hingga hijau muda.

Bahan baku untuk membuat Nori adalah alga jenis Porphyra seperti Porphyra pseudolinearis Ueda yang dikenal sebagai Iwanori dan Porphyra yezoensis Ueda.   Walaupun warna tidak dapat dijadikan pegangan kualitas, lembaran nori berkualitas tinggi umumnya berwarna hitam kehijauan, sedangkan nori berkualitas lebih rendah berwarna hijau hingga hijau muda.

Perairan Indonesia memiliki berbagai macam jenis rumput laut, namun dari beragam jenis tersebut, yang dimanfaatkan secara optimal belum banyak, bahkan yang dibudidayakan di pantai-pantai di Indonesia hanya terbatas pada jenis dari genus Echeuma, Gracilaria dan Sargassum. Porphyra sp. merupakan jenis rumput laut Indonesia yang memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan. Pemanfaatan rumput laut Porphyra sp. di Indonesia banyak ditemui di Laut Banda Ambon, perairan Serui Papua dan di Teluk Bitung namun selama ini pemanfaatannya hanya sebatas untuk dijadikan sayuran yang dikonsumsi oleh masyarakat sekitar perairan. 

Pemanfaatan Porphyra sp. sebenarnya dapat lebih dioptimalkan sebagai nori lembaran. Kelebihan produk nori yaitu kandungan gizinya cukup tinggi, kemasan umumnya menarik dan kedap udara sehingga kerenyahan nori tetap terjaga, tercantum tanggal produksi dan kadaluarsa, praktis dan mudah dicampur dalam makanan. Kekurangannya yaitu belum tercantum kode halal karena merupakan produk luar negeri, harga kurang terjangkau, daerah distribusi terbatas, tulisan pada kemasan menggunakan bahasa Korea sehingga konsumen Indonesia tidak memahami. Nori disimpan atau dikemas dalam kemasan kedap udara karena sifat Nori yang higroskopis (mudah menyerap air). Oleh karena itu nori perlu diperkenalkan kepada masyarakat sebagai produk olahan rumput laut Porphyra sp. untuk dimanfaatkan sebagai bahan makanan. 

Nori  merupakan sediaan  berupa lembaran rumput laut yang dikeringkan. Bahan baku pembuatannya adalah  rumput laut merah jenis  Porphyra.   Porphyra tidak terdapat dalam jumlah banyak di  Indonesia karena Porphyra lebih cocok  hidup pada iklim subtropis. Berkembangnya restoran Cina dan Jepang yang menyajikan menu siap saji di Indonesia menyebabkan kebutuhan nori meningkat  terus.   Demikian juga mulai ramainya makanan ringan dan snack yang dibuat dari Nori menyebabkan kebutuhan Nori di Indonesia juga semakin tinggi.   Karena selama ini Nori hanya dihasilkan di Jepang, Korea dan China, maka mau tidak mau Indonesia juga mengimpor Nori itu semakin banyak.  Oleh karena itu perlu dicari terus alternatif bahan baku selain Porphyra.

Namun demikian pernah juga ada upaya membuat Nori dari Rumput Laut Gracilaria sp. oleh  M. Teddy S. dari IPB Bogor pada tahun 2009 dalam sebuah penelitiannya yang publikasikan di http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59241/C09mts.pdf?sequence=6.  Glacilaria sp. merupakan salah satu jenis rumput laut penghasil agar-agar yang tumbuh di Indonesia. Jenis Glacilaria sp ini banyak dibudidayakan di Indonesia  karena proses pemeliharaan yang mudah.  Glacilaria  sp. sebagai penghasil agar,  banyak dimanfaatkan untuk pembuatan media tumbuh bakteri dan produk makanan.  Sebagai salah satu alternatif pemanfaatannya  Glacilaria sp. diolah menjadi produk  yang memiliki nutrisi dan nilai jual yang tinggi yaitu nori.

Uji coba pembuatan Nori juga dilakukan oleh Aren Foundation di Nunukan Kalimantan Timur awal tahun 2013 ini.   Beberapa jenis rumput yang dijadikan bahan baku adalah Eucheuma cottonii  dan rumput laut yang termasuk dalam kelompok Cladophora yang sudah beradaptasi di laut.   Beberapa hasil ujicoba menunjukkan bahwa Indonesia sangat berpeluang dalam memproduksi Nori dengan bahan-bahan baku rumput laut yang berkembang di Indonesia.
Bagaimana cara membuat Nori di Jepang?

Teknologi pengolahan nori di Jepang sudah berkembang. Dahulu  pengolahan nori masih sangat sederhana dan tradisional, namun sekarang sudah  menggunakan teknologi modern.  Porphyra  sebanyak 35-100 kg yang telah  dipanen, dibersihkan menggunakan air bersih, lalu  Porphyra tersebut dipotong-potong dengan menggunakan mesin pemotong. Setelah itu, Porphyra dimasukkan ke dalam cetakan, cetakan ini menyerupai cetakan kertas, terbuat dari bambu berukuran 20x18 cm2,  kemudian dikeringkan selama 1 jam pada suhu tidak lebih dari 50 derajat Celcius. Beberapa petani  nori biasanya mengeringkan nori menggunakan sinar matahari. 

Adapun teknik lain pada proses pembuatan  nori adalah, rumput laut direndam dalam cuka beras (rice vinegar) dengan tujuan agar rumput  laut menjadi lunak. Rumput laut kemudian dipotong-potong dengan panjang kurang lebih 2 cm dan dicuci dengan air panas, direbus pada suhu 90 derajat Celsius dalam  larutan yang berisi bumbu-bumbu seperti kecap, gula, minyak wijen, mirin (cuka beras),  MSG dan ikan teri selama 3 jam, lalu dikeringkan menjadi lembaran tipis.  Produk akhir menyerupai kertas tipis, berwarna gelap, berupa lembaran kering  dengan berat 3 g dalam berbagai ukuran.

Metode pembuatan  nori yang lain, setelah rumput laut  Porphyra  dipanen pada bulan November sampai Desember, dicuci dengan  menggunakan air laut, lalu dicuci kembali dengan air bersih.  Sebanyak kurang lebih 3,6 kg dimasak dalam 54 liter air sampai menjadi bubur, lalu dicetak dan kemudian dikeringkan dengan sinar matahari. Adapun metode pembuatan nori secara tradisional di Jepang adalah rumput laut hasil panen ditumbuk sampai menjadi bubur, lalu bubur rumput laut tersebut diratakan seperti kertas di atas papan kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga kering.

Nori dikemas dalam kemasan kantong plastik, botol plastik atau kaleng kedap udara karena sifat nori yang mudah kehilangan rasa renyah dan mudah menjadi lembab.  Ajitsuke nori (okazu nori)  lebih  mudah menjadi lembab dibandingkan  nori biasa, oleh sebab itu  ajitsuke nori biasanya dikemas  dalam bungkusan-bungkusan kecil yang hanya berisi beberapa lembar nori ukuran mini.  Walaupun kemasan  nori banyak menggunakan gel silika dan bahan-bahan lain  sebagai penyerap kelembaban,  nori yang sudah dibuka kemasannya sebaiknya segera dihabiskan secepat mungkin sebelum menjadi lembab dan tidak enak.













Dikumpulkan dari berbagai sumber.

Selasa, 23 April 2013

TEKNOLOGI PENANGANAN RUMPUT LAUT














TEKNOLOGI PENANGANAN RUMPUT LAUT

Oleh : Th. Dwi Suryaningrum

Rumput laut merupakan salah satu komoditi perikanan Indonesia yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara. Beberapa jenis rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi dan telah diusahakan adalah rumpu laut merah (Rhodophyceae) dan rumput laut coklat (Phaeophyceae). 

Beberapa jenis rumput laut yang tergolong Rhodophyceae adalah Gracillaria sp., Gellidium sp., Gellidiela sp., dan Gellidiopsis sp. .merupakan penghasil agar-agar serta Eucheuma sp. yang merupakan penghasil karaginan. Sedangkan jenis rumput lau yang tergolong dalam Phaeophyceae adalah Turbinaria sp. , Sargasuum sp. sebagai penghasil alginat.

Beberapa jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) telah berhasil dibudidayakan dan berdampak besar terhadap meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesirsir. Jenis rumput laut yang telah berhasil dibudidayakan adalah jenis Kapphapychus alverezzi atau yang dikenal dengan Eucheuma cottonii. 

Rumput laut jenis ini merupakan penghasil karaginan yang banyak digunakan sebagai bahan baku dan tambahan untuk industry makanan, minuman, kosmetik, farmasi, cat, tekstil dan lain sebagainya. Oleh karena itu permintan rumput laut jenis ini meningkat 5 – 10 % setiap tahunnya. Sedangkan rumput laut Gracillaria sp. yang dibudidayakan di tambak merupakan penghasil agaragar yang banyak digunakan untuk industri makanan, media mikrobiologi dan bioteknologi.

Hasil budidaya rumput laut tersebut selain untuk memenuhi industri rumput laut di dalam negeri sebagian masih diekspor. Dalam perdagangan, harga rumput laut ditentukan berdasarkan kualitas atau mutu rumput laut yang dijual. Rumput laut harus memenuhi standar yang dikeluarkan oleh SNI 1998 , yaitu untuk jenis Eucheuma sp kadar air rumput laut harus maksimum 35 %, kadar kotor maksimum 5 % dan ratio antara CAW dan kadar garam terlarut lebih besar dari 1.2. Sedangkan untuk rumput laut jenis Gracilaria sp. kadar air maksimum 15% dan kadar kotor maksimum 5%. Untuk mendapatkan mutu rumput laut yang baik maka teknik penanganan rumput laut harus diperhatiakan sejak pemanenen, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan.

Dalam perdagangan dikenal berbagai komoditi rumput laut yaitu rumput laut kering sebagai bahan untuk industri, rumput laut alkali (Alkali Treated Seaweed atau ATC) dan rumput laut kering tawar. Rumput laut alkali adalah rumput laut yang telah mendapat proses perendaman dalam larutan alkali dingin, sehingga diperoleh pikokoloid yang mempunyai sifat fisiko kimia yang lebih baik. Rumput laut kering tawar adalah rumput laut yang telah direndam dan dicuci dengan air tawar, biasanya digunakan untuk makanan seperti bahan es campur, manisan dan dodol rumput laut.

I. Teknologi Penanganan Rumput Laut Kering

Untuk mendapatkan rumput laut kering yang bermutu, maka beberapa aspek yang berpengaruh terhadap mutu rumput laut harus diperhatikan antara lain :

1. Pemanenan

Rumput laut dikatakan bermutu baik, jika mempunyai rendemen serta kekuatan gel yang tinggi Salah satu parameter yang sangat menentukan mutu rumput laut adalah umur panen. Umur panen rumput laut untuk jenis Eucheuma cottonii adalah 45 - 55 hari (6 – 8 minggu). Hasil penelitian menunjukan bahwa pada umur tersebut produksi rumput laut paling tinggi dengan rendemen karaginan serta kekuatan gel yang optimal.

Karaginan merupakan karbohidrat hasil proses fotosintesa, sebelum umur 45 hari proses fotosintesa rumput laut digunakan untuk pertumbuhan, sebaliknya setelah rumput laut berumur lebih dari 50 hari proses fotosintesa digunakan untuk regenerasi tunas baru. Panen yang dilakukan sebelum umur panen yang optimal akan berpengaruh terhadap rendahnya rendemen karaginan serta tingkat kekuatan gel karaginan yang dihasilkan.

Rumput laut sebaliknya dipanen pada pagi hari, pada saat cuaca cerah. Untuk jenis Eucheuma sp. rumput laut dipanen dengan melepas bentangan tali yang digunakan untuk mengikat rumput laut. Rumput laut kemudian dicuci dengan air laut untuk membersihkan lumpur atau kotoran lain yang menempel. Rumput laut kemudian dilepaskan dari tali pengikatnya, dibersihkan dari benda-benda asing seperti tali rafia, koral, kekerangan, potongan kayu dan kotoran lainnya, kemudian baru dijemur.

Untuk rumput laut Gracilaria sp. sebagai penghasil agar-agar yang dibudidayakan di tambak panen dilakukan setelah rumput laut berumur 3 bulan. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong pangkal thallus, sehingga sisa thallus dapat tumbuh kembali dan panen berikutnya dapat dilakukan setelah rumput laut berumur 2 bulan. Rumput laut kemudian dicuci bersih dengan menggunakan air tambak sehingga lumpur yang menempel hilang. Sedangkan untuk jenis Sargassum sp sebagai penghasil alginat yang masih diambil dari alam, sebaiknya panen dilakukan setelah berumur 4 bulan dengan cara memotong thallusnya. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan alat pemotong berupa pisau dan diambil thallusnya sepanjang + 30 cm dari ujung thallus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila panjang thallus kurang dari 40 cm, maka alginate yang dihasilkan memiliki komponen antara manuronat dan guluronat lebih besar dari satu, sifat tekstur gelnya lebih kenyal dan sangat baik untuk dignakan sebagai bahan kosmetik Sebaliknya apabila panjang thallusnya lebih dari 40 cm maka alginat yang dihasikan memiliki ratio antara manuronat dan guluronat kurang dari 1 .

2. Pengeringan

Setelah dipanen rumput laut harus segera dikeringkan, penundaan pengeringan akan menyebabkan terjadinya proses fermentasi yang berakibat menurunnya mutu karaginan yang dihasilkan. Pengeringan rumput laut sebaiknya dilakukan ditempat terbuka jauh dari pemukiman penduduk dekat dengan pantai atau tempat budidaya sehingga cukup mendapat sinar matahari. Pengeringan sebaiknya menggunakan alas atau tidak langsung di atas tanah, pasir atau pematang. Pengeringan dengan para-para penjemuran akan lebih baik, karena dengan pengeringan seperti ini rumput laut lebih cepat kering dan tidak terkontaminasi pasir atau benda asing lainnya.

Pengeringan dapat dilakukan selama 2-3 hari atau kadar air mencapai standar kekeringan untuk rumput laut yang telah ditetapkan SNI yaitu untuk jenis Eucheuma 32 %, Gracilaria 25% dan untuk Sargassum dan Turbinaria sebesar 20%. Segera setelah kering rumput laut dibersihkan dari kristal-kristal garam yang berwarna putih yang terdapat pada permukaan rumput laut. Adanya kristal garam yang bersifat higroskopis dapat berakibat menurunnya kadar air rumput laut selama penyimpanan. Yang perlu diperhatikan adalah selama pengeringan rumput laut tidak boleh kena air hujan, yang dapat menyebabkan menurunnya mutu rumput laut yang dihasilkan.

3. Pengemasan dan Penyimpanan

Rumput laut yang telah kering selanjutnya dikemas dengan menggunakan kemasan berupa karung plastik atau goni yang bersih dan bebas dari bahan yang berbahaya. Oleh karena rumput laut merupakan bahan yang bersifat mengembang, maka untuk pengemasannya diperlukan alat pengepres hidrolik sehingga diperoleh kemasan yang berbentuk persegi empat dengan isi kemasan yang padat dan volume kemasan yang cukup kecil. Berat kemasan sebaiknya tidak lebih dari 50 kg, sehingga mudah untuk diangkat. Setelah dikemas rumput laut kemudian diberi label yang memuat nama rumput laut serta berat masing-masing kemasan. Setelah dikemas rumput laut dapat langsung dikirim untuk dijual atau disimpan dalam gudang yang bersih dan tidak lembab. Lantai gudang tempat penyimpanan sebaiknya diberi pallet kayu. Penempatan rumput laut dalam gudang diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh diding gudang.

II. Teknologi Penanganan Rumput Laut Kering Alkali

Rumput laut jenis Eucheuma cottonii, akhir-akhir ini banyak diminta dalam bentuk kering alkali sebagai bahan baku untuk industri karaginan. Rumput laut yang telah mendapat proses alkali mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan dengan rumput laut kering biasa. Rumput laut ini diproses dengan cara perendaman rumput laut segar dalam larutan alkali. Perendaman dalam larutan alkali dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan gel pikokoloid yang diperoleh. Prosesnya disebut alkali dingin dan rumput laut yang telah mendapatkan proses perendaman dalam larutan alkali ini disebut dengan Alkali Treated Seaweed.

Perendaman dilakukan segera setelah rumput laut dipanen dan dibersihkan. dengan menggunakan larutan KOH 1.5 – 3 % dalam bak plastik atau bak semen selama 2 – 3 jam. Setelah proses perendaman selesai rumput laut kemudian dicuci dengan menggunakan air laut sampai netral, kemudian dijemur.

Perendaman dalam larutan alkali selain dapat meningkatkan gel pikokoloid yang diperoleh, juga diperoleh warna rumput laut yang lebih kering serta sifat fisiko kimia karaginan yang dihasilkan lebih baik dan karaginan yang dihasilkan lebih putih.

Untuk rumput laut jenis Sargassum atau Turbinaria perendaman dilakukan dengan menggunakan larutan KOH 0.1 – 0.2 % selama 60 menit. Perendaman dalam larutan tersebut selain dapat menghindari terjadinya degradasi alginat, juga dapat meningkatkan sifat fisiko kimia alginat yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman dalam larutan alkali maka viscositas alginat yang dihasilkan dapat mecapai 5.400 cPs dengan warna laginat yang lebih putih.

III. Teknologi Penanganan Rumput Laut Kering Tawar.

\Komoditi rumput laut ini biasanya dipasarkan dalam jumlah kecil untuk keperluan pedagang kecil serta industri makanan rumah tangga. Rumput laut kering tawar diolah dari rumput laut segar yang baru dipanen dan dicuci dengan air laut untuk menghilangkan lumpur serta kotoran yang melekat. 

Rumput laut yang sudah dicuci bersih kemudian dimasukkan ke dalam karung dan diikat. Karung yang berisi rumput laut kemudian direndam dengan menggunakan air tawar. Apabila didekat tempat budidaya rumput laut terdapat sungai, maka perendaman dengan menggunakan air mengalir akan menghasilkan rumput laut kering tawar yang lebih bersih, putih serta tidak berbau amis. Namun apabila tidak terdapat sungai perendaman dengan air tawar dapat dilakukan dengan menggunakan bak perendam yang terbuat dari fiber glass atau bak semen.

Perendaman dapat dilakukan selama 2- 3 hari dengan mengganti air setiap hari selama perendaman. Setelah proses perendaman selesai rumput laut kemudian dicuci sampai bersih dan bau amis hilang. Rumput laut kemudian dijemur dengan menggunakan para-para penjemuran atau dijemur dengan menggunakan alas.

Penjemuran sebaiknya dilakukan secara tidak langsung atau ditutup dengan karung plastik. Dengan cara penjemuran seperti ini maka rumput laut kering tawar yang dihasilkan lebih putih dan cemerlang. Penjemuran dilakuan selama 2-3 hari sampai rumput laut kering. Rumput laut yang telah kering segera dikemas dan siap untuk dipasarkan.
 
Sumber : http://www.bbrp2b.kkp.go.id/publikasi/bukuputih/Teknologi%20Penanganan%20Rumput%20Laut.pdf
Sumber : http://budidayaukm.blogspot.com/2011/07/teknologi-penanganan-rumput-laut.html