...Indonesia akan menguasai dunia dengan produk olahan rumput laut...
.

Jumat, 22 April 2011

MELIRIK MASA DEPAN RUMPUT LAUT INDONESIA






MELIRIK MASA DEPAN RUMPUT LAUT INDONESIA

Oleh: Cocon, S.Pi

Sub-sektor perikanan budidaya nampaknya akan menjadi barometer pergerakan ekonomi nasional jika dikelola secara optimal. Seiring dengan target pencapaian peningkatan produksi perikanan budidaya yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan sampai dengan tahun 2014 sebesar 353 %, merupakan nilai yang dianggap oleh banyak kalangan terlalu ambisius.

Namun melihat potensi yang ada Indonesia bukan tidak mungkin akan mampu mencapai target tersebut bahkan menjadi produsen perikanan terbesar di dunia. Salah satu komoditas budidaya laut yang paling memungkinkan untuk digarap secara maksimal adalah rumput laut Eucheuma cottoni, tahun ini Indonesia mampu menggeser posisi Philipina sebagai produsen terbesar rumput laut dunia.

Peningkatan Produksi Belum Diimbangi oleh Jaminan Kualitas Produksi

Peningkatan produksi rumput laut masih cukup optimis untuk bisa dicapai mengingat tingginya daya dukung teknis dan potensi kawasan pengembangan yang masih terbuka luas untuk dimanfaatkan. Hanya saja , sampai saat ini siklus aquabisnis rumput laut masih menyisakan masalah yang cukup kompleks antara lain jaminan kualitas produksi DES (dried eucheuma seaweed) di tingkat pembudidaya yang secara umum masih belum memenuhi standar eksport, stabilitas harga yang masih fluktuatif dimana 2 (dua) faktor ini yang menjadi momok bagi keberlangsungan Industri rumput laut.

Sebagai gambaran, menurut pengakuan beberapa trader/eksportir rumput laut di Surabaya secara umum mereka mengeluhkan kondisi tersebut dan berdampak terhadap cash flow yang ada. Terjadinya loading stock DES di gudang eksportir dengan kualitas rendah memaksa mereka mengeluarkan biaya operasional untuk melakukan sortir ulang.

Tidak dipungkiri bahwa 80% raw material rumput laut dalam bentuk DES kita eksport salah satunya ke China, dimana saat ini China menerapkan standar cukup ketat terhadap produk import DES bukan hanya kadar air tapi juga umur panen dan SFDM (salt free dry matter).

Posisi industri China yang mulai selektif inilah yang menjadi masalah tersendiri bagi para eksportir mengingat rendahnya kualiitas DES dari pembudidaya, tidak jarang terjadi loading stock yang berimbas pada penghentian pembelian sementara dari para pembudidaya. Sudah barang tentu kondisi ini berdampak pula pada kegiatan usaha para pembudidaya, inilah yang mengakibatkan fluktuasi harga dan rendahnya posisi tawar DES di tingkat pembudidaya.

Menurut analisa saya ada beberapa hal yang menyebabkan permasalahan di atas :

1. Belum terbangun kesadaran di tingkat pembudidaya maupun pengepul lokal terhadap jaminan mutu produk rumput laut yang dihasilkan. Pengelolaan pasca panen yang masih kurang memperhatikan jaminan mutu masih seringkali dilakukan oleh pembudidaya di beberapa lokasi. Fenomena yang terjadi adalah bagaimana produk bisa terserap pasar dengan harga tinggi tanpa mempertimbangkan mutu produk.

2. Rantai dan siklus pasar belum terbangun dengan baik. Di sentra-sentra produksi rumput laut masih seringkali terdapat para spekulan yang merusak stabilitas harga, pola kemitraan yang sudah terbangun antara pembudidaya dengan pelaku usaha menjadi tidak berjalan dengan kehadiran para spekulan. Fenomena yang terjadi para spekulan mengejar target kuota tanpa mengindahkan kualitas produk, padahal harga yang diberlakukan sama atau melebihi harga yang berlaku di pasar lokal. Inilah yang mempengaruhi "mind set" pelaku utama, yang menganggap bahwa kulaitas adalah tidak terlalu penting, toh harga pembelian yang diberlakukan sama dengan rumput laut yang kualitasnya baik. Kondisi ini secara tidak mereka sadari akan mengancam keberlanjutan usaha mereka, karena peran spekulan pada dasarnya muncul secara inseidental, disisi lain pembudidaya sudah kehilangan kepercayaan dari pembeli semula.

3. Belum terbangun pola kemitraan yang kuat secara hukum yang diimbangi dengan kuatnya kelembagaan kelompok secara berkelanjutan. Yang terjadi secara umum kemitraan masih bersifat alamiah dan tidak mengikat sehingga ke dua belah pihak sama-sama tidak mempunyai tanggung jawab dan kontrol yang kuat terhadap jaminan kualitas produk maupun stabilitas harga di pasar.

4. Degradasi kualitas bibit, pada beberapa daerah seperti diakui oleh pembudidaya di Lombok Barat bahwa kondisi bibit sudah cukup memprihatinkan sehingga perlu upaya untuk mengintroduksi jenis bibit baru yang secara kualitas terjamin.

5. Kurangnya peran advokasi dari pelaku pembina di daerah terhadap jalannya siklus bisnis rumput laut.

Faktor di atas yang teridentifkasi menjadi penyebab terjadinya fluktuasi harga dan rendahnya kualitas DES di Indonesia sehingga siklus bisnis rumput laut tidak berjalan semestinya. Beberapa dari kita masih belum seimbang dalam melihat akar permasalahan bisnis rumput laut.

Ketidakseimbangan tersebut terlihat dengan adanya persepsi bahwa bagaimana mengupayakan produksi dan harga tinggi di tingkat hulu (pembudidaya ) tanpa mempertimbangkan kondisi yang terjadi di hilir (Industri), padahal pihak industri membutuhkan jaminan mutu produk untuk menjaga stabilitas usahanya. Kondisi ini yang mengakibatkan rantai bisnis rumput laut terhambat.

Klaster Aquabisnis Rumput Laut Sebagai Kunci Sukses

Target pencapaian produksi rumput laut yang menjadi target Kementrian KP sebesar 10 juta ton pada tahun 2014 akan mungkin bisa dicapai, melalui kerjasama dan komitmen semua stakeholder mulai dari pemerintah pusat/daerah sampai pelaku utama secara berkesinambungan. Sejalan dengan itu kebijakan strategis yang dijadikan senjata ampuh pemerintah pusat adalah melalui pencanangan program minapolitan melalui pendekatan klaster.

Pendekekatan ini dinilai ampuh dalam mewujudkan pencapaian target di atas. Dalam pengembangan sumberdaya perikanan klaster minapolitan merupakan bentuk pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan perikanan pada suatu lokasi tertentu, dengan memberdayakan subsistem-subsistem agrobisnis perikanan dari hulu sampai hilir serta jasa penunjang yang saling mendukung.

Konsep inilah yang akan menjamin efesiensi dan efektifitas kegiatan usaha serta akan mampu meningkatkan daya saing produk perikanan.

Pengembangan klaster rumput laut pada hakekatnya lebih mengedepankan kemitraan yang dibangun melalui komunikasi dan implementasi nyata diatara stakeholder secara sinergis dan saling menguntungkan dengan demikian pengembangan ekonomi local melalui aquabisnis klaster rumput laut harus menjadi bagian integral dari upaya pemerintah daerah melalui pemberdayaan masyarakat pesisir, peningkatan daya saing kolektif, penciptaan peluang-peluang baru serta pertumbuhan ekonomi berkesinambungan melalui peningkatan produk sector perikanan dalam hal ini komoditas rumput laut.

Pengembangan klaster aquabisnis rumput laut dtekankan meliputi pengembangan beberapa ploting kawasan meliputi zona pembibitan untuk menjamin ketersediaan bibit yang berkualitas, zona budidaya, Zona penanganan pasca panen untuk menjamin kualitas produk DES yang dihasilkan, serta Zona pengolahan/industri.

Sudah menjadi hal biasa bahwa posisi tawar produksi rumput laut pada sentra pengembangan yang sulit dijangkau akan mengalami penurunan dibanding kawasan lain. Kondisi ini biasa terjadi di Wilayah Indinesia bagian Timur seperti Maluku, Papua dan Maluku Utara.

Siklus pasar yang begitu melelahkan menyebabkan harga di lokasi menjadi turun drastis, karena memaksa pembeli mengeluarkan biaya tambahan yang cukup tinggi untuk transportasi. Fenomena ini yang kadang-kadang dikhawatirkan menurunkan animo masyarakat pembudidaya terutama bagi mereka yang mempunyai pola pikir yang bersifat instan (un-visible).

Padahal kawasan-kawasan tersebut mempunyai potensi pengembangan yang sangat besar. Sejalan dengan kondisi tersebut, maka klaster aquabisnis rumput laut merupakan upaya untuk membangun kawasan budidaya terintegrasi dimana pada kawasan tersebut memugkinkan terjadinya suplly chain dari hulu ke hilir yang efektif dan efisien sehingga akan terjadi peningkatan posisi tawar produk di tingkat pembudidaya.

Dalam mewujudkan klater aquabisnis rumput laut, maka beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti, adalah sebagai berikut :

Perlu optimalisasi peran pemerintah daerah

Harus diakui bahwa secara umum konsep klaster aquabisnis rumput laut sebagai kunci sukses belum menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan masih dalam tataran wacana. Padahal potensi pengembangan rumput laut sangat besar dan sangat memungkinkan untuk ditingkatkan.

Pemerintah daerah perlu segera menyusun regulasi yang strategis termasuk didalamnya penyusunan masterplan, penataan tata ruang wilayah (RTRW) dan penyusunan RPIJM (Rencana Pembangunan Infrastruktur Jangka Menengah) serta dukungan terhadap kemudahan investasi. Hal ini penting mengingat sumberdaya rumput laut merupakan usaha yang menyentuh aspek pemberdayaan masyarakat dan telah menjadi bagian bagi hajat hidup masyarakat serta pendorong pergerakan ekonomi local.

Peningkatan produksi rumput laut akan mampu tercapai jika pemanfaatan potensi lahan dapat ditingkatkan melalui ekstensifikasi untuk menciptakan kawasan-kawasan pengembangan baru. Pemerintah daerah harusnya melihat kondisi ini sebagai sebuah peluang yang perlu digarap secara maksimal melalui penerapkan kebijakan strategis mulai dari pembinaan secara langsung sampai dengan dukungan penganggaran guna mempermudah akses produksi dan pasar secara luas.

Penataan dari sisi kelembagaan kelompok maupun penunjang serta infrastruktur seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun swasta, hal ini penting karena merupakan factor penentu terhadap jalannya siklus bisnis rumput laut maupun perikanan budidaya secara umum.

Potensi SDA rumput laut seharusnya menjadi unggulan daerah dan bisa ditawarkan dengan menggandeng semua pihak. Disamping itu peran Perusahan Daerah (BUMD) sudah saatnya melirik terhadap peluang-peluang bisnis pada sub sector perikanan budidaya khususnya rumput laut sehingga daya tawar (bargaining position) hasil produk akan mampu ditingkatkan.

Pemerintah Daerah perlu segera melakukan implementasi akselerasi pembangunan perikanan budidaya secara nyata demi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pembangunan ekonomi daerah dan nasional.

Perlu pembinaan terhadap peran pengepul/tengkulak

Kaitannya dalam usaha rumput laut Keberadaan tengkulak/pengepul seringkali dinilai kalangan merugikan pelaku utama dan tak sejalan dengan konsep klaster. Namun sesungguhnya tengkulak merupakan asset kluster yang keberadaannya patut untuk didukung.

Hal ini karena dalam klaster dikenal zonasi, posisi tengkulak merupakan representasi Zona 2 setelah pembudidaya di Zona 1, sehingga posisi tengkulak tidak masalah karena titik ini akan menjadi mata rantai berjalannya bisnis rumput laut. Hanya saja pemerintah perlu mengadvokasi agar kemitraannya berjalan baik. Peran tengkulak seperti di beberapa daerah pengembangan bukan hanya mensupport permodalan tapi juga berperan dalam menjaga kestabilan harga, kualitas produksi, pergudangan sehingga jalannya siklus terjaga karena sama-sama diuntungkan.

Posisi strategis tengkulak dalam rantai distribusi pasar perlu diberdayakan melalui peran pembinaan secara berkelanjutan khususnya dalam rangka menjamin akses pasar dan kualitas hasil produksi, yang saat ini masih menjadi permasalahan utama pada aquabisnis rumput laut di Indonesia. Sehingga peran tengkulak tidak hanya mencari quota produksi sebanyak-banyakknya namun harus bertanggungjawab terhadap jaminan mutu produk DES (dried eucheuma seaweed) yang dihasilkan.

Perlu penguatan kelembagaan dan membangun pola kemitraan yang kuat

Permasalahan siklus pasar bisnis rumput laut pada sentra-sentra produksi disebabkan karena lemahnya peran pembinaan pemerintah daerah dalam membangun kelembagaan kelompok yang kuat dan peran advokasi untuk membangun pola kemitraan yang kuat, legal dan berkelanjutan.

Kuatnya kelembagaan kelompok serta terbangunnya pola kemitraan yang kuat akan menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawab serta kultur bisnis yang positif antara pelaku utama (pembudidaya) dan pelaku usaha (industri) akan perlunya keseimbangan dalam menata siklus bisnis demi keberlanjutan usaha. Pembudidaya memerlukan jaminan pasar, penyerapan produksi dan stabilitas harga, disisi lain pihak trader/eksportir/industri membutuhkan jaminan kualitas produk dan kontiyuitas.

Peran kontrol pada semua tahapan produksi mutlak harus dilakukan baik oleh pemerintah daerah melalui peran penyuluhan, pengepul maupun pihak mitra usaha dengan menurunkan langsung field advisor yang berperan dalam quality control proses budidaya, pengelolaan pasca panen maupun pergudangan di lokasi budidaya. Jika kondisi tersebut telah terbangun dengan baik, maka upaya pemerintah pusat untuk membangun industri pengolah nasional di sentra-sentra produksi tidak akan mengalami permasalahan yang berarti.

Perlunya Membangun sinergitas

Perlu diakui bahwa terhambatnya siklus bisnis rumput laut karena mata rantai produksi maupun pasar yang tidak berjalan semestinya bahkan terputus pada tahapan tertentu (tidak ada keberlanjutan). Salah satu penyebabnya karena belum terbangun persamaan persepsi, komitmen, tanggungjawab dan kerjasama sinergis diantara stakeholder yang terlibat dalam usaha pe-rumputlaut-an di Indonesia mulai dari pemerintah pusat dan daerah, pelaku utama, pelaku usaha, lembaga/instansi teknis serta lembaga keuangan.

Fenomena yang terjadi seringkali masih muncul “ego-sektoral” sehingga implementasi kebijakan dari pemerintah pusat tidak didukung secara penuh, inilah yang mengakibatkan siklus usaha selalu berhenti dalam suatu tahapan tertentu.

Jika kata “Sinergitas” diimplementasikan secara nyata oleh seluruh stake holder, maka sangat optimis Indonesia akan menjadi sentral produksi rumput laut terbesar bukan hanya dari sisi kapasitas produksi melainkan didukung oleh jaminan mutu hasi produk yang berdaya saing tinggi.

Melalui tulisan ini kami berharap, mari bersama-sama mendukung kebijakan pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dalam mewujudkan visi untuk menjadikan Indonesia menjadi produsen perikanan terbersar dunia demi kesejateraan masyarakat dan kebangkitan ekonomi nasional.

Sumber : http://www.jasuda.net/index_mbr.php?page=berita_detail&recordID=412

Cottonii Jumbo Negeri Laskar Pelangi

Cottonii Jumbo Negeri Laskar Pelangi
JOleh : Boedi S. Julianto

Selamat datang di negeri Laskar Pelangi. Ah…mimpi alam bawah sadar saya menjadi kenyataan ketika mendapat kesempatan untuk sharing and conecting dengan petani rumput laut di Kepulauan Belitung. Hari pertama tugas utama sharing tentang Rantai Nilai Rumput Laut Indonesia dan Dunia dihadiri para pemangku kepentingan berjalan lancar.

Hari kedua, tibalah saatnya perjalanan ke lokasi budidaya rumput laut untuk memberikan pelatihan teknis pada petani yang berada di Tanjung Klumpang. Pertemuan dengan petani dan instansi terkait sungguh sangat berkesan. Antusias peserta ketika sharing and conecting pengembangan usaha rumput laut menjadi modal utama, apalagi ditunjang dengan keindahan, kebersihan dan lokasi tanam yang bagus.

Dalam peta industri rumput laut Indonesia, nama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) belum terdaftar sebagai penghasil rumput laut cottonii. Namun melihat potensi yang ada dan peran beberapa pemangku kepentingan yang proactive untuk menumbuhkan UMKM rumput laut, bukan tidak mungkin Babel menjadi salah satu area produksi cottonii Indonesia.

Bank Indonesia (BI) telah melakukan studi, menjadi akselerator dan fasilitor pemangku kepentingan untuk percepatan pengembangan usaha rumput laut cottonii.

Selama sharing and connecting dalam workshop Rantai Nilai Rumput Laut Indonesia dan Dunia, pemangku kepentingan seperti BI, BRI, Bank Sumsel, DKP, PT BSM telah berkomunikasi untuk memberikan kontribusi dan terus berupaya untuk optimalisasi sumber dayanya dalam pengembangan rumput laut cottonii di Babel.

Salah satu hal yang paling menarik adalah tumbuhnya minat masyarakat pesisir di Tanjung Klumpang, Belitung Timur untuk menanam rumput laut cottonii. Lima kelompok tani yang terdiri dari 25 petani telah menjadikan usaha budidaya cottonii sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga yang layak ditekuni di Belitung Timur. Mereka tidak lagi bergantung pada penambangan biji timah yang menjadi pekerjaan favorit.

Dua puluh lima petani telah memulai usaha cottonii selama enam bulan dan hasilnya telah terlihat dengan produksi bibit yang berkualitas didukung dengan lokasi tanam yang subur dan strategis di Tanjung Klumpang. Kemandirian petani juga patut diapresiasi karena mereka telah mengembangkan sendiri modal awal peralatan tanam dan bibit cottonii. Stimulant usaha dari DKP dan BI dikembangkan dan dikelola oleh kelompok.

Cottonii Negeri Laskar Pelangi dikenal dengan nama cottonii jumbo oleh petani Tanjung Klumpang. Ukuran fisik thalusnya besar dan panjang dengan kecepatan tumbuh yang tinggi. Tali bentang panjang 25 meter dengan jarak tanam bibit 20 cm dan berat bibit100 gr setiap titik tanam bisa menghasilkan 75 – 100 kg bibit cottonii jumbo dalam waktu empat minggu.

Setiap empat minggu para petani panen bibit. Permintaan bibit yang dijual dengan harga antara Rp 2.000 – 2.500 /kg cukup tinggi. Petani Tanjung Klumpang telah menikmati penghasilan minimal Rp 1.000.000 sebulan dari penjualan bibit yang dihasilkan dari satu bentang tali dengan panjang 25 meter.

Selain itu, petani juga mendapatkan penghasilan dari penjualan cottonii kering tawar yang harganya Rp 20.000/kg. Setiap bentang bisa menghasilkan cottonii kering tawar yang juga dikenal dengan cottonii putih 8 - 10 kg/bentang. Cottonii putih ini bisa langsung dikonsumsi untuk campuran es cendol, salad atau diolah menjadi dodol rumput laut.

Sampai saat ini petani rata – rata memiliki 20 tali bentang. Saat musim tanam baik, produksi dan permintaan bibit tinggi, petani dapat panen bibit dari 5 bentang tali setiap bulan. Dengan pola tanam berjarak seminggu setiap 5 bentang tali maka dari 20 bentang tali bisa diperoleh penghasilan Rp 5.000.000/bulan dari penjualan bibit cottonii jumbo ini.

Cottonii jumbo kini telah menyebar ke Bangka dan berbagai daerah di sekitarnya. Kelompok tani dengan dukungan pemangku kepentingan serta tumbuhnya jiwa wirausaha petani telah menjadi motor penggerak produksi cottonii jumbo yang lebih banyak. Semoga petani bisa meningktakan produksi dan target produksi sejuta ton rumput laut segar cottonii dari Kepulauan Bangka Belitung dapat tercapai di tahun 2014.


Sumber : http://www.jasuda.net/index_mbr.php?page=berita_detail&recordID=420

Minggu, 17 April 2011

Rumput Laut Sulut Diminati Restoran di Belanda

Rumput Laut Sulut Diminati Restoran di Belanda


Ilustrasi rumput laut (ANTARA/Oky Lukmansyah)

Editor: Ruslan Burhani

Manado (ANTARA News) - Rumput laut Sulawesi Utara menjadi komoditas yang banyak diminati restoran di Belanda menyusul permintaan pelaku usaha di negara tersebut selama berlangsungnya Pasar Malam Indonesia di Den Haag pada 1-7 April 2011.

"Rumput laut Sulut memiliki kualitas yang sangat khas, karena itu beberapa restoran di Belanda langsung menyatakan minat untuk mengimpor dari Sulut," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulut, Joy Korah di Manado, Jumat.

Joy mengatakan, rumput laut diolah menjadi berbagai jenis makanan yang ternyata sangat enak dan memiliki gizi tinggi, karena itu dijadikan sebagai bahan baku utama pada beberapa restoran.

Menurut dia, rumput laut menjadi salah satu makanan favorit di Belanda saat ini. Banyak restoran dengan menu dari bahan baku rumput laut yang tumbuh dan berkembang di negara tersebut.

"Ketika kita menyampaikan potensi Sulut sebagai salah satu daerah penghasil rumput laut maka para pemilik restoran langsung melakukan pembicaraan untuk membeli dalam jumlah besar dari Sulut," katanya.

Ia menambahkan, rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan yang masuk program prioritas untuk dikembangkan lebih luas di Sulut.

"Saat ini rumput laut sudah dikembangkan di empat daerah secara besar-besaran yakni Kabupaten Minahasa Utara, Minahasa Tenggara, Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow Utara (Bolmut)," katanya.

Beberapa lokasi budi daya yang menghasilkan rumput laut dalam jumlah cukup banyak saat ini, kata Joy, yakni Nain (Minut) sekitar 125 ton per bulan, Arakan (Minsel), Minahasa Tenggara dan Bolmut masing-masing sekitar 100 ton per bulan.(*)

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/254362/rumput-laut-sulut-diminati-restoran-di-belanda

Jumat, 15 April 2011

Indonesia Penguasa Ekonomi dan Hasil Laut Dunia?
Oleh : Boedi S. Julianto

Indonesia memiliki 17.508 pulau dan garis pantai 81,000 kilometer merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Letak geografis yang strategis di daerah tropis menjadikan negeri bahari ini kaya dengan berbagai ragam pesona lautnya. Raja Empat, Bunaken, Wakatobi dan Kapoposang menarik ribuan wisatawan asing dan domestik menikmati warna-warni ikan hias yang “menari-nari” berkejaran dibalik keindahan terumbu karang.

Tak kalah penting dengan wisata bahari, produksi hasil laut telah mengangkat negeri bahari dalam posisi terhormat. Indonesia dikenal sebagai produsen rumput laut cottonii terbesar dunia sejak tahun 2008, yang sebelumnya didominasi Philippines.

Meskipun demikian masih diperlukan usaha dan pemberian nilai tambah serta perbaikan berkelanjutan untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen hasil olahan cottonii yang saat ini masih di dominasi Philippines. Sampai saat ini, Indonesia hanya mengolah sekitar 15% cottonii kering menjadi ATC, SRC dan RC (Karaginan) sehingga nilai tambahnya belum banyak dinikmati di dalam negeri.

Menurut dua pakar rumput laut dunia - Porse dan Bixler, posisi Indonesia sebagai produsen cottonii kering tidak akan terkalahkan oleh negara lain. Produksi cottonii kering dunia tahun 2009 sebesar 160,000 ton dengan kebutuhan pasar cottonii kering menurut Cybercolloids sekitar 200.000 ton.

Artinya masih ada kekurangan produksi 40.000 ton yang bisa dipenuhi oleh Indonesia. Data dari Cybercolloids menunjukkan produksi cottonii kering Indonesia sebesar 87.000 ton atau 54% produksi cottonii kering dunia. Produksi cottonii kering masih bisa ditingkatkan karena negeri bahari ini mempunyai lokasi tanam cottonii yang masih luas untuk ekspansi, terutama di Indonesia Timur.

Cottonii merupakan bahan baku kappa-karaginan, tepung rumput laut yang multi fungsi untuk berbagai industri seperti industri pangan, pakan ternak, kosmetik dan farmasi. Produk yang sering menggunakan karaginan diantaranya, produk olahan seperti sosis, es krim, pasta gigi, whiskas, pedigree, lotion, cream, body scrub serta nutraceuticals.

Selain cottonii, tak kalah penting adalah produksi ikan. Salah satu jenis ikan yang paling banyak diburu pasar internasional dari lautan Indonesia adalah ikan tuna. Menurut Voice of Indonesia (VOI), ekspor tuna Indonesia ke Jepang tahun 2009 lalu mencapai 116 juta dollar US dari total ekspor 620 juta dollar US.

Dari satu jenis ikan saja negeri bahari ini telah mendapatkan ratusan juta dollar US. Belum lagi dari ekspor hasil laut lainnya seperti ikan hias, cumi-cumi, lobster, kerapu, abalon, teripang, mutiara dan rumput laut. Tuna dan cottonii Indonesia telah menguasai pasar dunia. Mampukah negeri ini berjaya sebagai penguasa ekonomi dan hasil laut dunia?

Tidak ada yang tidak bisa. Potensi dan sumberdaya telah tersedia. Selama pemangku kepentingan bisa bekerja sama dengan koordinasi lintas sektoral dalam tata kelola yang terintegrasi, profesional, transparan, etis dan berkelanjutan; dapat dipastikan Indonesia mampu menjadi penguasa ekonomi dan hasil laut dunia. Bagaimana menurut Anda?
Di input oleh irsyadi
Sumber : http://www.jasuda.net/index_mbr.php?page=berita_detail&recordID=419

Sabtu, 02 April 2011

Babel Targetkan Satu Juta Ton Rumput Laut

Babel Targetkan Satu Juta Ton Rumput Laut


[Image: 3149946323-babel-targetkan-satu-juta-ton...35jOXT2Q--]

Pangkalpinang (ANTARA) - Provinsi Bangka Belitung (Babel), pada 2014 menargetkan produksi rumput laut di wilayahnya mencapai satu juta ton, karena minat masyarakat makin tinggi membudidayakan sumber daya hayati yang biasa hidup di wilayah pesisir dan laut.

"Kami optimistis, pada 2014 produksi rumput laut mencapai satu juta ton lebih, karena Babel sebagai daerah kepulauan memiliki ratusan pulau kecil dan besar yang cocok sebagai tempat tumbuhnya rumput laut," ujar Kepala Dinas Kelautan Perikanan Babel, Sugianto di Pangkalpinang, Rabu.

Ia menjelaskan, rumput laut (lamun) yang biasa hidup di atas pasir, karang -karang terjal, pantai dan laut ini memiliki potensi dikembangkan dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat kawasan pesisir karena nilai ekonominya cukup tinggi dengan masa panen relatif pendek berkisar 40 hingga 45 hari.

Menurut dia, pada 2010 produksi rumput laut sebanyak 105.000 ton dan 2011 ditargetkan prosuksi rumput laut 182.250 ton pada 2012 sebanyak 336.675 ton, target 2013 sebanyak 633.848 ton dan 2014 ditargetkan produksi rumput laut mencapai 1.045.141 ton.

"Kami akan terus mengembangkan pembudidayaan rumput laut ini dengan meningkatkan paket kegiatan pembenihan, sistem sarana dan prasarana, pengembangan teknis dan manajemen pengembangan sistem usaha serta mencari investor asing agar pemasaran rumput laut ini lancar," ujarnya.

Sebagaian wilayah kepulauan, katanya, ada sekitar 950 pulau di Babel yang bisa dikembangkan sebagai tempat pembudidayakan rumput laut, memilihara rumput lautnya cukup mudah.

Pada 2010, kata dia, pihaknya telah menjadikan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur sebagai daerah sentra pembudidayaan rumput laut, karena kondisi air laut di perairan di tiga kabupaten sangat cocok untuk pertumbuhan rumput laut.

Disamping itu, perairan di daerah sentra budidaya rumput laut masih aman dari pencemaran akibat aktivitas tambang timah seperti kapal isap, tambang timah apung dan aktivitas penambangan lainnya.

"Saat ini, budidaya rumput laut masih belum optimal karena kurangnya sumber daya manusia (SDM) petani dalam meningkatkan produksi dan pemasarannya masih lokal," ujarnya.

Ia menjelaskan, potensi areal budidaya di perairan Kabupaten Bangka Selatan mencapai 40 ribu hektar dengan areal yang sudah dikelola seluas 50 hektar potensi area di perairan Belitung 35 ribu hektare dan area yang dikelola hanya 80 hektar dan potensi area pembudidayaan rumput laut di perairan Kabupaten Belitung Timur 30 ribu hektar dan area yang sudah dikelola petani seluas 20 hektar.

"Saat ini, ada sekitar 950 pulau di Babel yang bisa dikembangkan sebagai tempat pembudidayakan rumput laut, memilihara rumput lautnya cukup mudah dan dapat dilakukan di areal pantai lepas dan tambak dengan mengunakan bibit yang diikat dengan tali dengan jarak 20-25 cm," ujarnya.

Sumber : http://www.eocommunity.com/showthread.php?tid=7624

Rumput laut bakal jadi primadona Sultra

Rumput laut bakal jadi primadona Sultra

KENDARI: Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tenggara Abdul Salam, mengatakan produksi daya rumput laut di provinsi itu beberapa tahun ke depan menjadi primadona selain produk perkebunan, pertanian dan perikanan laut.



“Pada tiga atau empat tahun mendatang, produksi rumput laut Sultra bisa mencapai 1,5 juta ton. Peningkatan produksi ini akan bisa dicapai bilamana dilakukan melalui beberapa tahapan,” katanya di Kendari, Sabtu.

Dia mengatakan beberapa tahapan yang dimaksud meliputi peningkatan mutu bibit, teknologi produksi, perbaikan pasca panen, peningkatan modal usaha dan investasi, peningkatan pemasaran dan perbaikan transportasi.

Pencapaian target produksi itu akan bisa dicapai, apalagi potensi areal untuk kegiatan budi daya rumput laut di sejumlah daerah sentra cukup menjanjikan terutama pada daerah yang sudah dikembangkan di enam kabupaten/kota di Sultra seperti, Kota Baubau, Kabupaten Buton, Muna, Wakatobi, Buton Utara dan Kota Kendari.

Dari enam kabupaten tersebut, yang sudah dikelola saat ini baru mencapai 40.500 hektare dari luas lahan yang potensi mencapai 298.270 ha.

Menurut Salam, produksi rumput laut dari tahun ke tahun terus meningkat cukup signifikan. Pada 2009 mencapai 139.627 ton atau mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya 23,27% dengan jumlah tenaga kerja 51.469 orang.

Bahkan, kata Abdul Salam, Gubernur Sultra Nur Alam telah mencanangkan bahwa komoditas unggulan Sultra selain kakao, mete dan hasil perikanan laut juga yang menjadi primadona mulai dua tahun terakhir ini adalah rumput laut. (mw)

Sumber : http://www.bisnis-kti.com/index.php/2011/03/rumput-laut-bakal-jadi-primadona-sultra/

Perlu ada penetapan harga dasar Rumput Laut

Perlu ada penetapan harga dasar Rumput Laut



Pelbagai persoalan membelit pembudidaya rumput laut di Teluk Tomini, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Mulai dari ketiadaan pabrik pengolahan di dekat sentra, pasar yang tak pasti, hingga harga rumput laut yang naik turun seperti yoyo. Untuk itu, pemerintah pusat berharap ada penetapan harga dasar rumput laut.

harga jual rumput laut hasil panen pembudidaya algae laut di Teluk Tomini, Parigi Moutong yang fluktuatif tak lepas dari radar pemerintah pusat. Khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad berharap, pemerintah daerah setempat mengkaji penerapan harga dasar rumput laut. Tujuannya, "Untuk melindungi pendapatan pembudidaya," kata Fadel.

Bekas Gubernur Gorontalo ini mengatakan, harga jual rumput laut di tingkat pembudidaya cenderung naik turun meski kebutuhan pabrik pengolahan akan tumbuhan bernama Latin Eucheuma cottonii tersebut lumayan besar.

Harga jual rumput laut juga memiliki perbedaan yang cukup tajam di beberapa daerah. Itu sebabnya, untuk mencegah anjloknya harga sango-sango atau dongi-dongi, begitu masyarakat Sulawesi menyebut rumput laut, perlu ada penetapan harga dasar rumput laut di tingkat pembudidaya.

Saat ini, di Parigi Moutong, harga rumput laut kering berkisar antara Rp 8.500 hingga Rp 9.000 per kilogram (kg). Terjadi penurunan cukup tajam. Sebab, dua pekan sebelumnya, harganya mencapai Rp 10.000 per kg.

Sebetulnya, "Pemerintah daerah bisa mengaturnya," ungkap Fadel. Harapannya, dengan penetapan harga dasar, budidaya rumput laut terus berkembang untuk menekan angka kemiskinan.

Keinginan Fadel itu mendapat sambutan hangat dari Wakil Bupati Parigi Moutong Samsulrizal Tombolotutu. Ia berkata, Pemerintah Parigi Moutong akan segera menetapkan mekanisme harga dasar rumput laut berdasarkan tingkat kadar air atau rendemen. Semakin tinggi rendemen, semakin rendah harga jualnya.

Tak hanya itu, Samsulrizal menambahkan, Pemerintah Parigi Moutong juga akan melakukan stabilisasi harga dan menyiapkan empat gudang penampungan rumput laut. Gudang-gudang itu nantinya akan menampung rumput laut jika harga di tingkat pembudidaya di bawah harga dasar.

Rumput laut merupakan komoditas yang menggiurkan. Dari total produksi rumput laut nasional, sebanyak 15%-20% di antaranya diekspor. "Dari rumput laut bisa dihasilkan banyak produk," kata Kepala Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Pengolahan KKP Simson Masengi.

Bermacam produk yang bisa dihasilkan dari rumput laut. Di antaranya, dodol, manisan, dan permen.

Simson menambahkan, untuk mendorong industri pengolahan nasional, pemerintah berusaha mengurangi ekspor rumput laut dalam bentuk mentah. "Pemerintah mendorong agar lebih banyak pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang mengolah rumput laut," ujarnya.

Sekarang, jumlah UKM pengolah rumput laut di seluruh Indonesia mencapai 1.000 unit. Untuk menjamin pasokan rumput laut di dalam negeri, pemerintah akan memperluas sentra produksi rumput laut. Contohnya, menetapkan Parigi Moutong sebagai sentra rumput laut.

Kabupaten di Sulawesi Tengah ini punya letak yang strategis, berada pada jalur Trans-Sulawesi yang membuat hasil panen mudah dipasarkan ke luar daerah.

Sumber : http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/63121/Sentra-rumput-laut-Teluk-Tomini-Perlu-ada-penetapan-harga-dasar-3

Jumat, 01 April 2011

Patokan Harga Dasar Rumput Laut Perlu Dikaji

Patokan Harga Dasar Rumput Laut Perlu Dikaji


Harga rumput laut yang sangat fluktuatif di sejumlah daerah perlu segera diantisipasi guna melindungi usaha pembudidaya. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan meminta pemerintah daerah mengkaji penentuan harga dasar rumput laut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengemukakan hal itu saat meresmikan depo rumput laut di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sabtu (26/2).


Fadel mengemukakan, penentuan harga dasar rumput laut diperlukan untuk melindungi pendapatan pembudidaya. Kebutuhan rumput laut untuk pabrik cukup besar, tetapi harga jual di tingkat pembudidaya cenderung naik turun dan memiliki perbedaan cukup tajam di beberapa daerah.



”Cara untuk mencegah anjloknya harga rumput laut di tingkat pembudidaya adalah menetapkan harga dasar,” ujarnya.
Di Parigi Moutong, harga rumput laut kering saat ini Rp 8.500-Rp 9.000 per kg. Dua pekan sebelumnya, harga mencapai Rp 10.000 per kg.
Fadel mengemukakan, penetapan harga dasar rumput laut harus diatur pemerintah daerah dengan menetapkan harga dasar di tingkat lokal. Dengan demikian, usaha rumput laut bisa terus berkembang dan berpotensi menekan angka kemiskinan.



Menanggapi hal itu, Wakil Bupati Parigi Moutong Samsul Rizal Tombolotutu mengemukakan, penentuan harga jual rumput laut bergantung pada tingkat kadar air (rendemen). Semakin tinggi rendemen, harga akan semakin turun.
Meski demikian, pihaknya berjanji segera menetapkan mekanisme harga dasar pembelian rumput laut. Mekanisme e-pasar juga akan diterapkan untuk menjaga stabilisasi harga. Untuk itu disiapkan empat gudang penampung rumput laut.

”Apabila harga jual rumput laut anjlok di bawah standar, e-pasar akan menyerap rumput laut pembudidaya,” ujarnya.
Ia mengakui, harga rumput laut di sejumlah wilayah masih sangat mudah dipermainkan oleh tengkulak, sedangkan pembudidaya tidak memiliki posisi tawar untuk menentukan harga. Musim tanam dan panen rumput laut juga sangat bergantung pada cuaca sehingga kualitas mudah berubah.



Pada tahun 2010, produksi rumput laut basah mencapai 3,082 juta ton atau setara 308.000 ton rumput laut kering. Tahun ini, pemerintah menargetkan produksi rumput laut basah 3,5 juta ton, sedangkan tahun 2014 mencapai 10 juta ton.
Ketua Koperasi Teluk Tomini di Parigi Moutong Darwis Tandi mengungkapkan, para pembudidaya rumput laut kesulitan memasarkan hasil produksinya karena industri pengolahan masih minim tersedia. (LKT)

kompas
Sumber : http://www.indomaritim.com/?p=1235