Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Rumput Laut (Gelidiella acerosa ) sebagai Boikomposit yang Ramah Lingkungan
Latar Belakang Masalah
Dewasa
ini, pengunaan material komposit mulai banyak dikembangkan dalam dunia
industri manufaktur. Pengunaan material komposit yang ramah lingkungan
dan bisa didaur ulang kembali, merupakan tuntutan teknologi saat ini.
Salah satu material komposit yang diharapkan di dunia industri yaitu
material komposit dengan material pengisi (filler) baik yang berupa
serat alami maupun serat buatan. Pada dasarnya material komposit
merupakan gabungan dari dua atau lebih material yang berbeda menjadi
suatu bentuk unit mikroskopik, yang terbuat dari bermacam-macam
kombinasi sifat atau gabungan antara serat dan matrik. Saat ini bahan
komposit yang diperkuat dengan serat merupakan bahan teknik yang banyak
digunakan karena kekuatan dan kekakuan spesifik yang jauh di atas bahan
teknik pada umumnya, sehingga sifatnya dapat didesain mendekati
kebutuhan (Jones, 1975).
Penelitian
yang mengarah pada pengembangan bahan komposit telah banyak dilakukan,
terutama yang berkaitan dengan komposit penguatan serat alam yang
berbahan matrik polimer. Pada dekade terakhir, komposit serat alam
dengan termoplastik dan termoset telah digunakan oleh produsen mobil
Eropa untuk door panel, seat back, headliner, package
tray, dashboard dan trunk liner. Perkembangan teknologi dengan
menggunakan komposit serat alam banyak difokuskan pada komposit yang
didasarkan polypropylene (Wulandari, 2009).
Serat
alami adalah serat yang dihasilkan dari bahan-bahan alam. Serat alami
banyak digunakan sebagai material pengisi dan memperkuat komposit. Serat
alami yang sering dimanfaatkan pengisi komposit, diantaranya enceng
gondok, daun nanas, jerami dan masih banyak serat alami yang lain yang
biasa dimanfaatkan. Serat alami juga mempunyai keuntungan, yaitu
jumlahnya berlimpah, memiliki specific cost yang rendah (Sanadi, 1992;
Yam, 1990), dapat diperbarui, densitas rendah, bebas CO2, non-abrasive
dan dapat daur ulang, serta tidak mencemari lingkungan (Gauthier, 1998).
Serat alami mengandung lignoselulosa yang banyak ditemukan pada
tanaman. Salah satu sumber lignoselulosa yang belum digunakan sebagai
bahan pengisi dan penguat komposit adalah rumput laut.
Rumput
laut merupakan tanaman yang hidup di perairan, yang mempunyai
produktivitas tinggi. Berdasarkan catatan Ditjen Perikanan Budi Daya
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), produksi rumput laut nasional
pada 2004 baru sekitar 410.570 ton. Pada 2005 angka itu meningkat
menjadi 910.636 ton. Tahun 2007 meningkat lagi menjadi 1.079.850 ton.
Adapun area strategis yang dapat digunakan untuk budi daya rumput laut
di seluruh Indonesia adalah 21.500 hektare.
Selama
ini rumput laut banyak diolah menjadi karagenan. Besarnya potensi dan
prospek pengolahan rumput laut masih belum diimbangi dengan penanganan
limbah dari pengolahannya. Untuk diketahui bahwa limbah dari pengolahan
rumput laut sebesar 65 persen. Selama ini limbah rumput laut cenderung
terbuang dan menjadi sampah organik. Sebuah data menyebutkan, pada 2008
limbah pengolahan rumput laut mencapai 1.682.545 ton (Nuryati, 2009).
Limbah sebanyak itu ternyata masih menjadi masalah yang perlu dicarikan
solusinya, yakni dengan memanfaatkannya menjadi produk yang bisa
memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan rumput laut selain dapat
menanggulangi masalah pencemaran lingkungan. Salah satu pemanfaatan
limbah rumput laut adalah sebagai biometerial pengisi dan penguat
komposit
Limbah
rumput laut kaya akan kandungan lignoselulosa. Muzakir (2009)
menyatakan bahwa ampas rumput laut mengandung lignoselulosa yang tinggi.
JECFA (2007) menambahkan bahwa kandungan rumput laut (Gelidiella
acerosa.) mencapai 13,65% selulosa. Selulosa merupakan serat alami
sebgai bahan pengisi dan penguat material komposit. Namun, kelemahan
serat alami sebagai material komposit adalah moisture absorption tinggi
dan sifat adhesi serat/ matriks tidak bagus sehingga memberikan sifat
mekanik yang rendah pada natural fibre composites. Oleh karena itu,
perlu penambahan perlakuan kimia pada serat alam yaitu dengan
menambahkan maleic anhydride pada polypropylene dapat meningkatkan sifat
kebasahan (wetting) dari serat alam dan memperkuat ikatan
serat/matriks.
Limbah
rumput laut merupakan serat alami yang kaya akan lignoselulosa
(selulosa), yang dapat dimanfaatkan sebagai biomaterial pengisi dan
penguat komposit. Kelebihan serat alami sebagai biomaterial komposit
adalah memiliki specific cost yang rendah, dapat diperbarui, densitas
rendah, bebas CO2, non-abrasive dan dapat daur ulang, serta tidak
mencemari lingkungan. Namun serat alami juga memiliki kelemahan, yaitu
moisture absorption tinggi dan sifat adhesi serat/ matriks tidak bagus
sehingga memberikan sifat mekanik yang rendah pada natural fibre
composites. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai komposit
dari serat rumput laut dengan menambahkan maleic anhydride pada
polypropylene dapat meningkatkan sifat kebasahan (wetting) dari serat
alam dan memperkuat ikatan serat/matriks.
Selengkapnya ada di tautan ini (Sumber) : http://tonyachmad-smartboy.blogspot.com/2010/11/pemanfaatan-selulosa-dari-limbah-rumput.html
2. Rumput Laut (Gelidiella acerosa)
Rumput laut adalah salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa Inggris,
rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat
ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati.
2.1 Klasifikasi dan Karakteristik Rumput Laut (Gelidium sp)
Klasifikasi rumput laut (Gelidium sp)adalah
Devisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Sub kelas : Florideae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
|
Spesies : Eucheuma sp.
Eucheuma
sp. merupakan tanaman yang hidup dilaut. Eucheuma sp. tumbuh pada
tempat-tempat yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya, antara lain
tumbuh pada perairan yang jernih, dasar perairannya berpasir atau
berlumpur dan hidupnya menempel pada karang yang mati. Persyaratan hidup
lainnya yaitu ada arus atau terkena gerakan air. Kadar garamnya antara
28-36 %. Dari beberapa persyaratan, yang terpenting adalah Eucheuma sp.
memerlukan sinar matahari untuk dapat melakukan fotosintesis (Aslan,
1998).
Bentuk
dari Eucheuma sp. tidak mempunyai perbedaan susunan kerangka antara
akar, batang, dan daun. Keseluruhan tanaman ini merupakan batang yang
dikenal sebagai talus (thallus). Thallus ada yang berbentuk bulat,
silindris atau gepeng bercabang-cabang. Rumpun terbentuk oleh berbagai
sistem percabangan ada yang tampak sederhana berupa filamen dan ada pula
yang berupa percabangan kompleks. Jumlah setiap percabangan ada yang
runcing dan ada yang tumpul. Permukaan kulit luar agak kasar, karena
mempunyai gerigi dan bintik-bintik kasar. Eucheuma spinosum memiliki
permukaan licin, berwarna coklat tua, hijau coklat, hijau kuning, atau
merah ungu. Tingginya dapat mencapai 30 cm. Eucheuma spinosum tumbuh
melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang
pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengn ciri khusus
mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut ada
yang memanjang atau melengkung seperti tanduk.
2.2 Komposisi kimia rumput laut Eucheuma sp.
Rumput
laut merupakan salah satu sumber nutrisi yang bagus. Rumput laut
mengandung komposisi kimia, baik makronutrisi maupun mikronutrisi.
Makronutrisi rumput laut meliputi protein, lemak, kabohidrat, abu, air
dan serat. Sementara kandungan mikronutrisi rumput laut yaitu vitamin A,
B1, B2, B6, B12, C, E dan juga aneka mineral seperti kalium, kalsium,
fosfor, natrium, zat besi, selenium, dan iodium. Adapun kandungan
makronutrisi dan mikronutrisi rumput laut, sebagai berikut:
Tabel 5. Komposisi kimia rumput laut (Eucheuma sp.)
Komponen Kimia
|
Komposisi
|
Kadar air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat kasar
Abu
Mineral :
Ca
Fe
Cu
Pb
Vit B1 (Thiamin)
Vit B2 (Ribolavin)
Vit C
Keragenan
|
21,90 (%)
5,12 (%)
0,13 (%)
13,38 (%)
1,39 (%)
14,21 (%)
52,85 ppm
0,180 ppm
0,768 ppm
-
0,21 mg/100g
2,26 mg/100g
43 mg/100g
65,75 %
|
Sumber: Supriyadi (2000)
2.3 Serat Rumput Laut (Eucheuma sp.)
Berdasarkan
catatan Ditjen Perikanan Budi Daya Departemen Kelautan dan Perikanan
(DKP), produksi rumput laut nasional pada 2004 baru sekitar 410.570 ton.
Pada 2005 angka itu meningkat menjadi 910.636 ton. Tahun 2007 meningkat
lagi menjadi 1.079.850 ton. Adapun area strategis yang dapat digunakan
untuk budi daya rumput laut di seluruh Indonesia adalah 21.500 hektare.
Selama
ini rumput laut banyak diolah menjadi karagenan. Besarnya potensi dan
prospek pengolahan rumput laut masih belum diimbangi dengan penanganan
limbah dari pengolahannya. Untuk diketahui bahwa limbah dari pengolahan
rumput laut sebesar 65 persen. Selama ini limbah rumput laut cenderung
terbuang dan menjadi sampah organik. Sebuah data menyebutkan, pada 2008
limbah pengolahan rumput laut mencapai 1.682.545 ton. Limbah sebanyak
itu ternyata masih menjadi masalah yang perlu dicarikan solusinya, yakni
dengan memanfaatkannya menjadi produk yang bisa memberikan nilai tambah
pada usaha pengolahan rumput laut selain dapat menanggulangi masalah
pencemaran lingkungan.
Rumput
laut (Eucheuma sp.) mengandung serat, yang terdiri dari selulosa dan
hemiselulosa. Mudzakir (2009) melaporkan bahwa selulosa yang terdapat
pada ampas rumput laut tidak murni, namun bercampur bersama lignin
sehingga membentuk lignoselulosa. JECFA (2007) menambahkan bahwa
kandungan rumput laut (Euchiuma sp.) mencapai 15% selulosa.
2.3.1 Selulosa Rumput Laut (Eucheuma sp.)
Rumput
laut (Eucheuma sp.) mengandung selulosa dalam bentuk lignoselulosa.
Untuk pemisahan selulosa dari ligno selulosa melalui proses ekstraksi.
Proses ekstraksi untuk mendapatkan selulosa dari lignoselulosa rumput
laut, dimulai dari pemanasan ampas rumput laut yang telah diblender
bercampur air pada suhu 80-900 C selama kurang lebih 30 menit. Setelah
dingin, ampas rumput laut disaring dan diambil filtrat-nya, kemudian
ditambahkan etanol dan disimpan dalam freezer selama 18 jam. Setelah 18
jam didinginkan, filtrat lalu dicairkan pada suhu ruang kemudian
disentrifugasi. Hasil sentrifugasi kemudian membentuk endapan. Endapan
tersebut dilakukan kembali setelah ditambahkan air 1:2 (b:v).
Larutan
yang telah dipanaskan tadi kemudian ditambahkan sodium hidroksida
(NaOH). Sodium hidroksida (NaOH) alias soda kue inilah yang kemudian
berperan memisahkan lignin dari selulosa dan hemiselulosa yang
menyelimuti. Penelitian belum selesai sampai disini. Selulosa dan
hemiselulosa hasil pisahan tadi harus bertaut. Maka digunakanlah
karbondisulfit atau CS2 sebagai penautan. Untuk menghasilkan serat,
selulosa dan hemisellulosa yang telah bertaut tadi harus kembali
didinginkan selama 18 jam, sehingga membentuk gumpalan. Gumpalan ini
kemudian dimasukkan ke dalam spinneret atau mesinpintal. Dalam tekanan
udara dan putaran yang sangat tinggi, keluarlah serat-serat dengan
diameter lebih kecil dari 0,1 mm dari 50 titik.
3. Polipropilena
3.1 Pengertian Polipropilena
Polipropilena
atau polipropena (PP) adalah sebuah polimer termo-plastik yang dibuat
oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya
pengemasan, tekstil (contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet),
alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik,
perlengkapan labolatorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang
kertas polimer. Polimer adisi yang terbuat dari propilena monomer,
permukaannya tidak rata serta memiliki sifat resistan yang tidak biasa
terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam. Polipropena biasanya
didaur-ulang, dan simbol daur ulangnya adalah nomor "5".
Pengolahan
lelehnya polipropilena bisa dicapai melalui ekstrusi dan pencetakan.
Metode ekstrusi (peleleran) yang umum menyertakan produksi serat pintal
ikat (spun bond) dan tiup (hembus) leleh untuk membentuk gulungan yang
panjang buat nantinya diubah menjadi beragam produk yang berguna seperti
masker muka, penyaring, popok dan lap.
Teknik
pembentukan yang paling umum adalah pencetakan suntik, yang digunakan
untuk berbagai bagian seperti cangkir, alat pemotong, botol kecil, topi,
wadah, perabotan, dan suku cadang otomotif seperti baterai. Teknik
pencetakan tiup dan injection-stretch blow molding juga digunakan, yang
melibatkan ekstrusi dan pencetakan.
3.2 Sifat-sifat Polipropilena
Kebanyakan
polipropilena komersial merupakan isotaktik dan memiliki kristalinitas
tingkat menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan
polietilena berdensitas tinggi; modulus Youngnya juga menengah. Melalui
penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat serta
fleksibel, bahkan di suhu yang rendah. Hal ini membolehkan polipropilena
digunakan sebagai pengganti berbagai plastik teknik, seperti ABS.
Polipropilena memiliki permukaan yang tak rata, seringkali lebih kaku
daripada beberapa plastik yang lain, lumayan ekonomis, dan bisa dibuat
translusen (bening) saat tak berwarna tapi tidak setransparan
polistirena, akrilik maupun plastik tertentu lainnya. Bisa bula dibuat
buram dan/atau berwarna-warni melalui penggunaan pigmen, Polipropilena
memiliki resistensi yang sangat bagus terhadap kelelahan (bahan).
Polipropilena memiliki titik lebur ~160°C (320°F), sebagaimana yang
ditentukan Differential Scanning Calorimetry (DSC).
MFR
(Melt Flow Rate) maupun MFI (Melt Flow Index) merupakan suatu indikasi
berat molekulnya PP serta menentukan seberapa mudahnya bahan mentah yang
meleleh akan mengalir saat pengolahan berlangsung. MFR PP yang lebih
tinggi akan mengisi cetakan plastik dengan lebih mudah selama
berlangsungnya proses produksi pencetakan suntik maupun tiup. Tapi
ketika arus leleh (melt flow) meningkat, maka beberapa sifat fisik,
seperti kuat dampak, akan menurun.
Ada
tiga tipe umumnya PP: homopoli.mer, random copolymer dan impact
copolymer atau kopolimer blok. Comonomer yang digunakan adalah etena.
Karet etena-propilena yang ditambahkan ke homopolimer PP meningkatkan
kuat dampak suhu rendahnya. Monomer etena berpolimer acak yang
ditambahkan ke homopolimer PP menurunkan kristalinitas polimer dan
membuat polimer lebih tembus pandang.
3.3 Aplikasi Polipropilena
Polipropilena
merupakan sebuah polimer utama dalam barang-barang tak tertentu,
contohnya digunakan untuk saringan udara, gas, dan cair dimana serat
bisa dibentuk menjadi lembaran atau jaring yang bisa dilipat untuk
membentuk kartrij atau lapisan yang menyaring dalam batas-batas 0,5
sampai 30 mikron. Aplikasi ini bisa ditemukan di dalam rumah sebagai
saringan air atau saringan tipe pengondisian udara karena menyerap air
(hidrofil), bukan yang secara alami menolak air (hidrofobik).
Polipropilena
mampu menahan panas di dalam autoklaf. Karenanya polipropilena bisa di
manfaatkan untuk penyimpan makanan karena tidak akan meleleh di dalam
mesin cuci piring dan selama proses pengisian panas industri
berlangsung.Polipropilena juga bisa dibuat menjadi botol sekali pakai
untuk menyimpat produk konsumen berbentuk cairan atau tepung, meksi HDPE
dan polietilena tereftalatlah yang umum dipakai untuk membuat botol
semacam itu. Ember plastik, baterai mobil, kontainer penyejuk, piring,
dan kendi sering terbuat dari polipropilena atau HDPE, keduanya memiliki
penampilan, rasa, serta sifat yang hampir sama pada suhu ambien.
Polipropilena yang berwarna-warni banyak dipakai dalam pembuatan permadani dan tatakan untuk digunakan di rumah.
Militer
AS pernah menggunakan polipropilena atau 'polypro' untuk membuat
lapisan dasar cuaca dingin seperti kaos lengan panjang atau celana dalam
yang panjang. (Saat ini, poliester menggantikan polipropilena dalam
berbagai aplikasi di militer AS. Kaos dari polipropilena tidak mudah
terbakar, tapi bisa meleleh yang berakibat pada bekas terbakar pada
bagian baju yang terkena apapun jenis ledakan atau api.
Tali yang terbuat dari polipropilena cukup ringan untuk mengapung di
air.Polipropilena digunakan pula sebagai pengganti polivinil klorida
(PVC) sebagai insulasi untuk kabel listrik LSZH (Low Smoke Zero Halogen)
dalam lingkungan ventilasi-rendah, terutama sekali terowongan. Ini
karena PP mengeluarkan sedikit asap serta halogen yang tak bertoksik,
yang akan menghasilkan asam dalam kondisi suhu tinggi.
PP
jg digunakan dalam duia medis, yang paling umum adalah sebagai bahan
pembuat benang jahit untuk operasi yang diberi nama Prolene, yang dibuat
oleh Ethicon Inc. Selain itu Polipropilena telah digunakan dalam
operasi memperbaiki hernia untuk melindungi tubuh dari hernia baru di
lokasi yang sama. Tambalan kecil dari PP yang diletakkan di lokasi
hernia, di bawah kulit, tidak menyebabkan rasa saki dan jarang ditolak
oleh tubuh.
Polipropilena
sangat umum digunakan untuk pencetakan plastik dimana ia disuntikkan ke
dalam cetakan dalam keadaan meleleh, membentuk berbagai bentuk yang
kompleks pada volume yang tinggi dan biaya yang relatif rendah. Hasilnya
bisa berupa tutup botol, botol, dll. Polipropilena juga diproduksi
dalam bentuk lembaran yang telah digunakan secara meluas untuk produksi
stationary folder, pengemasan, dan kotak penyimpanan.
Polipropilena
dalam bentuk busa disebut juga Expanded Polypropylene (EPP). EPP
mempunyai kekakuannya yang rendah sehingga mampu mempertahankan
bentuknya sesudah mengalami benturan. Dengan sifat tersebut EPP
digunakan secara luas dalam miniatur pesawat dan kendaraan yang
dikontrol radio lainnya.
Selengkapnya
ada di tautan ini (Sumber) :
http://tonyachmad-smartboy.blogspot.com/2010/11/pemanfaatan-selulosa-dari-limbah-rumput.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar