Selasa, 01 Juli 2014

Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Rumput Laut (Gelidiella acerosa ) sebagai Boikomposit yang Ramah Lingkungan

Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Rumput Laut (Gelidiella acerosa ) sebagai Boikomposit yang Ramah Lingkungan

Oleh  : Achmad Fathony (Pacitan Indonesia)




Latar Belakang Masalah
 
            Dewasa ini, pengunaan material komposit mulai banyak dikembangkan dalam dunia industri manufaktur. Pengunaan material komposit yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang kembali, merupakan tuntutan teknologi saat ini. Salah satu material komposit yang diharapkan di dunia industri yaitu material komposit dengan material pengisi (filler) baik yang berupa serat alami maupun serat buatan. Pada dasarnya material komposit merupakan gabungan dari dua atau lebih material yang berbeda menjadi suatu bentuk unit mikroskopik, yang terbuat dari bermacam-macam kombinasi sifat atau gabungan antara serat dan matrik. Saat ini bahan komposit yang diperkuat dengan serat merupakan bahan teknik yang banyak digunakan karena kekuatan dan kekakuan spesifik yang jauh di atas bahan teknik pada umumnya, sehingga sifatnya dapat didesain mendekati kebutuhan (Jones, 1975).
 
Penelitian yang mengarah pada pengembangan bahan komposit telah banyak dilakukan, terutama yang berkaitan dengan komposit penguatan serat alam yang berbahan matrik polimer. Pada dekade terakhir, komposit serat alam dengan termoplastik dan termoset telah digunakan oleh produsen mobil Eropa untuk  door panel, seat back, headliner, package tray, dashboard dan trunk liner. Perkembangan teknologi dengan menggunakan komposit serat alam banyak difokuskan pada komposit yang didasarkan polypropylene (Wulandari, 2009).
 
Serat alami adalah serat yang dihasilkan dari bahan-bahan alam. Serat alami banyak digunakan sebagai material pengisi dan memperkuat komposit. Serat alami yang sering dimanfaatkan pengisi komposit, diantaranya enceng gondok, daun nanas, jerami dan masih banyak serat alami yang lain yang biasa dimanfaatkan. Serat alami juga mempunyai keuntungan, yaitu jumlahnya berlimpah, memiliki specific cost yang rendah (Sanadi, 1992; Yam, 1990), dapat diperbarui, densitas rendah, bebas CO2, non-abrasive dan dapat daur ulang, serta tidak mencemari lingkungan (Gauthier, 1998). Serat alami mengandung lignoselulosa yang banyak ditemukan pada tanaman. Salah satu sumber lignoselulosa yang belum digunakan sebagai bahan pengisi dan penguat komposit adalah rumput laut.
 
Rumput laut merupakan tanaman yang hidup di perairan, yang mempunyai produktivitas tinggi. Berdasarkan catatan Ditjen Perikanan Budi Daya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), produksi rumput laut nasional pada 2004 baru sekitar 410.570 ton. Pada 2005 angka itu meningkat menjadi 910.636 ton. Tahun 2007 meningkat lagi menjadi 1.079.850 ton. Adapun area strategis yang dapat digunakan untuk budi daya rumput laut di seluruh Indonesia adalah 21.500 hektare.
 
Selama ini rumput laut banyak diolah menjadi karagenan. Besarnya potensi dan prospek pengolahan rumput laut masih belum diimbangi dengan penanganan limbah dari pengolahannya. Untuk diketahui bahwa limbah dari pengolahan rumput laut sebesar 65 persen. Selama ini limbah rumput laut cenderung terbuang dan menjadi sampah organik. Sebuah data menyebutkan, pada 2008 limbah pengolahan rumput laut mencapai 1.682.545 ton (Nuryati, 2009). Limbah sebanyak itu ternyata masih menjadi masalah yang perlu dicarikan solusinya, yakni dengan memanfaatkannya menjadi produk yang bisa memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan rumput laut selain dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan. Salah satu pemanfaatan limbah rumput laut adalah sebagai biometerial pengisi dan penguat komposit
 
Limbah rumput laut kaya akan kandungan lignoselulosa. Muzakir (2009) menyatakan bahwa ampas rumput laut mengandung lignoselulosa yang tinggi. JECFA (2007) menambahkan bahwa kandungan rumput laut (Gelidiella acerosa.) mencapai 13,65% selulosa. Selulosa merupakan serat alami sebgai bahan pengisi dan penguat material komposit. Namun, kelemahan serat alami sebagai material komposit adalah moisture absorption tinggi dan sifat adhesi serat/ matriks tidak bagus sehingga memberikan sifat mekanik yang rendah pada natural fibre composites. Oleh karena itu, perlu penambahan perlakuan kimia pada serat alam yaitu dengan menambahkan maleic anhydride pada polypropylene dapat meningkatkan sifat kebasahan (wetting) dari serat alam dan memperkuat ikatan serat/matriks.
 
Limbah rumput laut merupakan serat alami yang kaya akan lignoselulosa (selulosa), yang dapat dimanfaatkan sebagai biomaterial pengisi dan penguat komposit. Kelebihan serat alami sebagai biomaterial komposit adalah memiliki specific cost yang rendah, dapat diperbarui, densitas rendah, bebas CO2, non-abrasive dan dapat daur ulang, serta tidak mencemari lingkungan. Namun serat alami juga memiliki kelemahan, yaitu moisture absorption tinggi dan sifat adhesi serat/ matriks tidak bagus sehingga memberikan sifat mekanik yang rendah pada natural fibre composites. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai komposit dari serat rumput laut dengan menambahkan maleic anhydride pada polypropylene dapat meningkatkan sifat kebasahan (wetting) dari serat alam dan memperkuat ikatan serat/matriks.
 
Selengkapnya ada di tautan ini (Sumber) :  http://tonyachmad-smartboy.blogspot.com/2010/11/pemanfaatan-selulosa-dari-limbah-rumput.html
 
 
2.         Rumput Laut (Gelidiella acerosa)
Rumput laut adalah salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa Inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati.

2.1       Klasifikasi dan Karakteristik Rumput Laut (Gelidium sp)
            Klasifikasi rumput laut (Gelidium sp)adalah
Devisi              : Rhodophyta
Kelas               : Rhodophyceae
Sub kelas         : Florideae
Ordo                : Gigartinales
Famili              : Solieriaceae
Gambar 5. Eucheuma sp.
 
Genus              : Eucheuma
Spesies             : Eucheuma sp.

            Eucheuma sp. merupakan tanaman yang hidup dilaut. Eucheuma sp. tumbuh pada tempat-tempat yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya, antara lain tumbuh pada perairan yang jernih, dasar perairannya berpasir atau berlumpur dan hidupnya menempel pada karang yang mati. Persyaratan hidup lainnya yaitu ada arus atau terkena gerakan air. Kadar garamnya antara 28-36 %. Dari beberapa persyaratan, yang terpenting adalah Eucheuma sp. memerlukan sinar matahari untuk dapat melakukan fotosintesis (Aslan, 1998).
 
            Bentuk dari Eucheuma sp. tidak mempunyai perbedaan susunan kerangka antara akar, batang, dan daun. Keseluruhan tanaman ini merupakan batang yang dikenal sebagai talus (thallus). Thallus ada yang berbentuk bulat, silindris atau gepeng bercabang-cabang. Rumpun terbentuk oleh berbagai sistem percabangan ada yang tampak sederhana berupa filamen dan ada pula yang berupa percabangan kompleks. Jumlah setiap percabangan ada yang runcing dan ada yang tumpul. Permukaan kulit luar agak kasar, karena mempunyai gerigi dan bintik-bintik kasar. Eucheuma spinosum memiliki permukaan licin, berwarna coklat tua, hijau coklat, hijau kuning, atau merah ungu. Tingginya dapat mencapai 30 cm. Eucheuma spinosum tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengn ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk.

2.2       Komposisi kimia rumput laut Eucheuma sp.
Rumput laut merupakan salah satu sumber nutrisi yang bagus. Rumput laut mengandung komposisi kimia, baik makronutrisi maupun mikronutrisi. Makronutrisi rumput laut meliputi protein, lemak, kabohidrat, abu, air dan serat. Sementara kandungan mikronutrisi rumput laut yaitu vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, E dan juga aneka mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi, selenium, dan iodium. Adapun kandungan makronutrisi dan mikronutrisi rumput laut, sebagai berikut:

Tabel 5. Komposisi kimia rumput laut (Eucheuma sp.)
Komponen Kimia
Komposisi
Kadar air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat kasar
Abu
Mineral :
Ca
Fe
Cu
Pb
Vit B1 (Thiamin)
Vit B2 (Ribolavin)
Vit C
Keragenan
21,90 (%)
5,12 (%)
0,13 (%)
13,38 (%)
1,39 (%)
14,21 (%)
52,85 ppm
0,180 ppm
0,768 ppm
-
0,21 mg/100g
2,26 mg/100g
43 mg/100g
65,75 %
Sumber: Supriyadi (2000)
 
2.3       Serat Rumput Laut (Eucheuma sp.)
 
            Berdasarkan catatan Ditjen Perikanan Budi Daya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), produksi rumput laut nasional pada 2004 baru sekitar 410.570 ton. Pada 2005 angka itu meningkat menjadi 910.636 ton. Tahun 2007 meningkat lagi menjadi 1.079.850 ton. Adapun area strategis yang dapat digunakan untuk budi daya rumput laut di seluruh Indonesia adalah 21.500 hektare.
 
Selama ini rumput laut banyak diolah menjadi karagenan. Besarnya potensi dan prospek pengolahan rumput laut masih belum diimbangi dengan penanganan limbah dari pengolahannya. Untuk diketahui bahwa limbah dari pengolahan rumput laut sebesar 65 persen. Selama ini limbah rumput laut cenderung terbuang dan menjadi sampah organik. Sebuah data menyebutkan, pada 2008 limbah pengolahan rumput laut mencapai 1.682.545 ton. Limbah sebanyak itu ternyata masih menjadi masalah yang perlu dicarikan solusinya, yakni dengan memanfaatkannya menjadi produk yang bisa memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan rumput laut selain dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan.
 
            Rumput laut (Eucheuma sp.) mengandung serat, yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Mudzakir (2009) melaporkan bahwa selulosa yang terdapat pada ampas rumput laut tidak murni, namun bercampur bersama lignin sehingga membentuk lignoselulosa. JECFA (2007) menambahkan bahwa kandungan rumput laut (Euchiuma sp.) mencapai 15% selulosa.

2.3.1 Selulosa Rumput Laut (Eucheuma sp.)
           
            Rumput laut (Eucheuma sp.) mengandung selulosa dalam bentuk lignoselulosa. Untuk pemisahan selulosa dari ligno selulosa melalui proses ekstraksi. Proses ekstraksi untuk mendapatkan selulosa dari lignoselulosa rumput laut, dimulai dari pemanasan ampas rumput laut yang telah diblender bercampur air pada suhu 80-900 C selama kurang lebih 30 menit. Setelah dingin, ampas rumput laut disaring dan diambil filtrat-nya, kemudian ditambahkan etanol dan disimpan dalam freezer selama 18 jam. Setelah 18 jam didinginkan, filtrat lalu dicairkan pada suhu ruang kemudian disentrifugasi. Hasil sentrifugasi kemudian membentuk endapan. Endapan tersebut dilakukan kembali setelah ditambahkan air 1:2 (b:v).
 
            Larutan yang telah dipanaskan tadi kemudian ditambahkan sodium hidroksida (NaOH). Sodium hidroksida (NaOH) alias soda kue inilah yang kemudian berperan memisahkan lignin dari selulosa dan hemiselulosa yang menyelimuti. Penelitian belum selesai sampai disini. Selulosa dan hemiselulosa hasil pisahan tadi harus bertaut. Maka digunakanlah karbondisulfit atau CS2 sebagai penautan. Untuk menghasilkan serat, selulosa dan hemisellulosa yang telah bertaut tadi harus kembali didinginkan selama 18 jam, sehingga membentuk gumpalan. Gumpalan ini kemudian dimasukkan ke dalam spinneret atau mesinpintal. Dalam tekanan udara dan putaran yang sangat tinggi, keluarlah serat-serat dengan diameter lebih kecil dari 0,1 mm dari 50 titik.

3.         Polipropilena
 
3.1       Pengertian Polipropilena
 
            Polipropilena atau polipropena (PP) adalah sebuah polimer termo-plastik yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil (contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan labolatorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Polimer adisi yang terbuat dari propilena monomer, permukaannya tidak rata serta memiliki sifat resistan yang tidak biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam. Polipropena biasanya didaur-ulang, dan simbol daur ulangnya adalah nomor "5". 
 
Pengolahan lelehnya polipropilena bisa dicapai melalui ekstrusi dan pencetakan. Metode ekstrusi (peleleran) yang umum menyertakan produksi serat pintal ikat (spun bond) dan tiup (hembus) leleh untuk membentuk gulungan yang panjang buat nantinya diubah menjadi beragam produk yang berguna seperti masker muka, penyaring, popok dan lap.
 
            Teknik pembentukan yang paling umum adalah pencetakan suntik, yang digunakan untuk berbagai bagian seperti cangkir, alat pemotong, botol kecil, topi, wadah, perabotan, dan suku cadang otomotif seperti baterai. Teknik pencetakan tiup dan injection-stretch blow molding juga digunakan, yang melibatkan ekstrusi dan pencetakan.

3.2       Sifat-sifat Polipropilena
 
            Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik dan memiliki kristalinitas tingkat menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan polietilena berdensitas tinggi; modulus Youngnya juga menengah. Melalui penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat serta fleksibel, bahkan di suhu yang rendah. Hal ini membolehkan polipropilena digunakan sebagai pengganti berbagai plastik teknik, seperti ABS. Polipropilena memiliki permukaan yang tak rata, seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, lumayan ekonomis, dan bisa dibuat translusen (bening) saat tak berwarna tapi tidak setransparan polistirena, akrilik maupun plastik tertentu lainnya. Bisa bula dibuat buram dan/atau berwarna-warni melalui penggunaan pigmen, Polipropilena memiliki resistensi yang sangat bagus terhadap kelelahan (bahan). Polipropilena memiliki titik lebur ~160°C (320°F), sebagaimana yang ditentukan Differential Scanning Calorimetry (DSC).
 
            MFR (Melt Flow Rate) maupun MFI (Melt Flow Index) merupakan suatu indikasi berat molekulnya PP serta menentukan seberapa mudahnya bahan mentah yang meleleh akan mengalir saat pengolahan berlangsung. MFR PP yang lebih tinggi akan mengisi cetakan plastik dengan lebih mudah selama berlangsungnya proses produksi pencetakan suntik maupun tiup. Tapi ketika arus leleh (melt flow) meningkat, maka beberapa sifat fisik, seperti kuat dampak, akan menurun.
 
            Ada tiga tipe umumnya PP: homopoli.mer, random copolymer dan impact copolymer atau kopolimer blok. Comonomer yang digunakan adalah etena. Karet etena-propilena yang ditambahkan ke homopolimer PP meningkatkan kuat dampak suhu rendahnya. Monomer etena berpolimer acak yang ditambahkan ke homopolimer PP menurunkan kristalinitas polimer dan membuat polimer lebih tembus pandang.

3.3       Aplikasi Polipropilena
            Polipropilena merupakan sebuah polimer utama dalam barang-barang tak tertentu, contohnya digunakan untuk saringan udara, gas, dan cair dimana serat bisa dibentuk menjadi lembaran atau jaring yang bisa dilipat untuk membentuk kartrij atau lapisan yang menyaring dalam batas-batas 0,5 sampai 30 mikron. Aplikasi ini bisa ditemukan di dalam rumah sebagai saringan air atau saringan tipe pengondisian udara karena menyerap air (hidrofil), bukan yang secara alami menolak air (hidrofobik).
 
            Polipropilena mampu menahan panas di dalam autoklaf. Karenanya polipropilena bisa di manfaatkan untuk penyimpan makanan karena tidak akan meleleh di dalam mesin cuci piring dan selama proses pengisian panas industri berlangsung.Polipropilena juga bisa dibuat menjadi botol sekali pakai untuk menyimpat produk konsumen berbentuk cairan atau tepung, meksi HDPE dan polietilena tereftalatlah yang umum dipakai untuk membuat botol semacam itu. Ember plastik, baterai mobil, kontainer penyejuk, piring, dan kendi sering terbuat dari polipropilena atau HDPE, keduanya memiliki penampilan, rasa, serta sifat yang hampir sama pada suhu ambien.
 
Polipropilena yang berwarna-warni banyak dipakai dalam pembuatan permadani dan tatakan untuk digunakan di rumah.
 
            Militer AS pernah menggunakan polipropilena atau 'polypro' untuk membuat lapisan dasar cuaca dingin seperti kaos lengan panjang atau celana dalam yang panjang. (Saat ini, poliester menggantikan polipropilena dalam berbagai aplikasi di militer AS. Kaos dari polipropilena tidak mudah terbakar, tapi bisa meleleh yang berakibat pada bekas terbakar pada bagian baju yang terkena apapun jenis ledakan atau api.
 
            Tali yang terbuat dari polipropilena cukup ringan untuk mengapung  di air.Polipropilena digunakan pula sebagai pengganti polivinil klorida (PVC) sebagai insulasi untuk kabel listrik LSZH (Low Smoke Zero Halogen) dalam lingkungan ventilasi-rendah, terutama sekali terowongan. Ini karena PP mengeluarkan sedikit asap serta halogen yang tak bertoksik, yang akan menghasilkan asam dalam kondisi suhu tinggi.
 
            PP jg digunakan dalam duia medis, yang paling umum adalah sebagai bahan pembuat benang jahit untuk operasi yang diberi nama Prolene, yang dibuat oleh Ethicon Inc. Selain itu Polipropilena telah digunakan dalam operasi memperbaiki hernia untuk melindungi tubuh dari hernia baru di lokasi yang sama. Tambalan kecil dari PP yang diletakkan di lokasi hernia, di bawah kulit, tidak menyebabkan rasa saki dan jarang ditolak oleh tubuh.
 
            Polipropilena sangat umum digunakan untuk pencetakan plastik dimana ia disuntikkan ke dalam cetakan dalam keadaan meleleh, membentuk berbagai bentuk yang kompleks pada volume yang tinggi dan biaya yang relatif rendah. Hasilnya bisa berupa tutup botol, botol, dll. Polipropilena juga  diproduksi dalam bentuk lembaran yang telah digunakan secara meluas untuk produksi stationary folder, pengemasan, dan kotak penyimpanan.
 
            Polipropilena dalam bentuk busa disebut juga Expanded Polypropylene (EPP). EPP mempunyai kekakuannya yang rendah sehingga mampu mempertahankan bentuknya sesudah mengalami benturan. Dengan sifat tersebut EPP digunakan secara luas dalam miniatur pesawat dan kendaraan yang dikontrol radio lainnya.
 
 
 
Selengkapnya ada di tautan ini (Sumber) :  http://tonyachmad-smartboy.blogspot.com/2010/11/pemanfaatan-selulosa-dari-limbah-rumput.html

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar