Kamis, 20 Februari 2014

BENARKAH PRODUKSI RUMPUT LAUT DI NUNUKAN MENURUN?



BENARKAH PRODUKSI RUMPUT LAUT DI NUNUKAN MENURUN?

Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto


Memasuki minggu kedua Bulan Februari 2014 ini, cuaca di Nunukan dan sekitarnya sangat terik dan panas pada siang harinya.  Langit terang berwarna biru, awan pun seolah menyingkir jauh-jauh.  Pada hal selama kurang lebih pada pertengahan Bulan Januari hingga awal Bulan Februari cuaca seolah-olah musim penghujan yang panjang.  Namun herannya, justru pada saat itu petani sedang banyak melakukan panen dan hamparan para-para penjemuran para petani dipenuhi oleh rumput laut yang sedang digantung, maupun rumput laut yang sedang dihamparkan tipis-tipis.  Waktu itu juga tidak ada keluhan tentang adanya penurunan produksi para pembudidaya.  Maka terpaksa banyak petani yang harus menunda dulu panennya, karena tempat penjemuran masih belum kosong, karena kendala hujan menyebabkan waktu pengeringan rumput laut menjadi panjang.  Namun sekarang ini pada saat cuaca yang panas, justru penjemuran banyak yang kosong.  Belum banyak petani yang memanen rumput lautnya.    

Panen menurun karena rumput laut rontok
Beberapa petani di Mamolo, yang merupakan sentra rumput laut di Kabupaten Nunukan ini yang mengakui kalau mereka kurang berhasil panennya.  Pada saat dipanen ternyata banyak rumput laut yang mengalami rontok sehingga hasil panen mengalami penurunan dari pada biasanya.  Memang masih sangat bervariasi kerugian mereka karena rumput laut yang banyak mengalami kerontokan, ada yang mengaku sekitar 30% turunnya.  Ada pula yang mengaku sekitar separuhnya dan beberapa bahkan hanya memanen cuma 25% saja dari biasanya.   Turunnya hasil  panen ini ternyata disebabkan adanya penyakit ice-ice yang menyerang cabang-cabang rumput laut Eucheuma cottonii ini.  Serangan ini menyebabkan lunak dan rapuhnya rumput laut, sehingga kalau ada gerakan air laut agak kuat sedikit saja batang yang rapuh tadi mudah sekali terlepas dan putus.  Karena banyak yang terputus maka hasil panen petani menjadi sangat menurun.

Mengapa hal ini bisa terjadi?  Itulah kebanyakan pertanyaan petani yang disampaikan kepada penulis.  Namun demikian, beberapa petani juga sudah memahami penyebabnya atau kira-kira penyebab timbulnya keadaan tadi, antara lain :
1.    Iklim sebelumnya yang curah hujan sangat tinggi menyebabkan kekeruhan air laut meningkat, karena air tawar dari sungai-sungai yang membawa lumpur dari daratan.  Pada saat itu salinitas menurun, proses fotosintesa dan metabolisme terganggu sehingga rumput laut mengalami penurunan daya tahannya terhadap lingkungan.  Kekeruhan air laut tentu juga membawa biang-biang hama penyakit yang kemudian menempel dan menyerang rumput laut yang sedang lemah tadi.  Keadaan ini baru terasa akibatnya setelah beberapa hari kemudian.
2.     Pada saat cuaca yang sangat panas di tengah hari tentu akan memanaskan suhu air laut.  Keadaan ini akan menyebabkan rumput laut merenggangkan sel-selnya dan menyebabkan menurunnya kekuatan.  Cuaca yang panas disertai gerakan air laut yang kuat terus menerus kemudian akan berakibat memutuskan rumput laut yang sel-selnya sedang merenggang dan kurang kuat tadi.  Apalagi jika sudah terinfeksi oleh penyakit ice-ice, maka cuaca panas dan gerakan air laut yang kuat akan semakin banyak menyebabkan rumput laut rontok dan putus.
3.    Bibit rumput laut yang sudah tidak bagus dan tidak sehat alias sudah terjangkit oleh penyakit dan tetap ditanam oleh petani. 
4.    Sistem penanaman yang sangat padat, karena jarak pemasangan bibit yang terlalu rapat, dan adanya pemasangan tali secara dobel.   Keadaan yang terlalu rapat ini tentu menyebabkan kurangnya asupan nutrisi dan juga cahaya matahari untuk proses metabolisme.  Ditambah lagi keadaan air laut yang sangat keruh dan salinitas yang berkurang karena air hujan dan air sungai yang sangat banyak.

Hasil petani budidaya menurun, hasil petani pukat meningkat
Dari keadaan diatas menyebabkan hasil petani budidaya mengalami penurunan yang lumayan drastis. Rumput laut yang banyak mengalami putus dan rontok itu kemudian akan jatuh ke dasar laut dan terobang-ambing terkena gerakan air laut karena arus laut dan gelombang.  Rumput laut yang rontok tadi juga terus tumbuh dan berkembang meskipun sudah tidak terikat di tali bentangan lagi.   Dengan banyaknya rumput laut yang rontok maka semakin banyak pula hasil tangkapan rumput laut dari para petani pukat.   Hal ini terlihat waktu penulis melintas di kampung Mantikas Tidung di Pulau Sebatik, dimana mayoritas merupakan petani rumput laut dengan hasil pukat, terlihat hasil rumput laut kering yang ditampung di gudang juga meningkat.  Demikian juga para pemukat rumput laut yang ada di Sedadap terlihat mengalami peningkatan aktifitas saat-saat ini.

Pak Sholeh, salah satu pemukat di Sedadap mengatakan memang ada peningkatan hasil tangkapan rumput laut yang terjaring oleh pukat.  Pada hari-hari ‘jadi’, yaitu hari-hari dimana terjadi pergerakan air laut pasang dan surut yang kuat, para pemukat melakukan pekerjaannya.  Pada saat ‘air mati’, yaitu saat dimana antara pasang dan surut itu fluktuasinya tidak terlalu besar sehingga tidak ada gerakan arus air laut, para pemukat libur tidak memukat rumput laut.  Pada saat seperti ini para pemukat di Mantikas Sebatik justru turun ke laut untuk memukat udang.  Jadi bagi petani nelayan di Kabupaten Nunukan ini terus melakukan aktifitasnya ke laut.

Sebenarnya tidak semua petani budidaya mengalami kegagalan panen karena kerontokan rumput laut,  tetapi hanya sebagian saja yang mengalaminya.  Di Nunukan hal ini seolah-olah bergantian,  kalau sekarang yang terkena penyakit di bagian selatan pulau Nunukan, justru yang di sebelah utara dan barat pulau Nunukan baik-baik saja hasil panennya.  Demikian sebaliknya, pada bulan-bulan ‘.....ber’ akhir tahun kemarin wilayah pesisir laut sisi utara pulau Nunukan mengalami sedikit masalah hama seperti tiram, gulma seperti rumput laut liar yang menempel dan penyakit seperti ice-ice, sehingga menurunkan mutu dan hasil panen rumput laut mereka.   

Namun secara keseluruhan produksi yang ada di Kabupaten Nunukan, baik dari wilayah pulau Sebatik dan pulau Nunukan, baik yang berasal dari hasil budidaya dan non budidaya (pukat), menunjukkan angka peningkatan terus-menerus.  Menurun sedikit dari budidaya tetapi meningkat sedikit hasil dari non budidaya, jadi secara keseluruhan tidak mengalami penurunan hasil.  Oleh karena itu peran para petani nelayan pukat ini bisa dikatakan sebagai penyangga bahkan pengaman dari rumput laut yang rontok ke dasar laut.  Lingkungan laut sekitar tempat budidaya rumput laut menjadi bersih dari rumput laut yang rontok, dari gulma laut liar seperti lumut atau jenis tumbuhan laut lainnya, dan dari ikan dan hewan laut predator atau pemakan rumput laut.  Makanya para pemukat ini harus tetap diperhatikan juga agar fungsi sebagai penyangga dan pengaman tetap berlangsung, kalau tidak dikelola dengan baik malah bisa menjadi bermusuhan dengan para petani budidaya.

Bibit Bonding dari Pak Boding
Kerontokan rumput laut dan penurunan hasil panen ternyata tidak dialami oleh petani yang memiliki bibit rumput laut yang bagus.  Seperti yang disampaikan oleh Pak Daeng Baso Lau, ada seorang petani rumput laut di wilayah Sei Lancang tetap bisa panen secara normal.  Bahkan hasil panennya melebihi para petani tetangganya.  Makanya Pak Daeng ini kemudian menanam bibit pilihan yang dibeli dari petani tadi.  Biasanya rumput laut yang dijadikan bibit secara borongan itu harganya Rp 100.000 per tali bentangan, namun Pak Daeng membelinya dengan harga dua kali lipat, yaitu Rp 200.000.  Petani di Sungai Lancang yang memiliki bibit bagus tadi namanya Pak Boding.  Sedangkan nama bibit rumput laut yang bagus tadi adalah bibit Bonding.  Rupanya keadaan iklim dan cuaca yang mengalami perubahan secara drastis beberapa minggu ini tidak mempengaruhi hasil panennya.  Hasil panen rumput laut Pak Boding tetap bagus dan bahkan lebih bagus dari petani-petani lainnya di Nunukan.

Penulis menjadi penasaran dengan bibit yang yang dibeli Pak Daeng dari Pak Boding ini.  Maka kemudian penulis menelusuri dari mana dan bagaimana bibit itu bisa sangat bagus hasilnya itu.  Ternyata bibit Bonding tadi bukan bibit baru yang didatangkan dari luar, apa lagi dari luar negeri.  Tidak.  Bibit Bonding tadi sebenarnya berasal dari bibit yang dipilih atau diseleksi dari penanaman sendiri.  Rumput laut yang mempunyai pertumbuhan sangat bagus dari yang lainnya itu yang dipilih menjadi bibit pilihan, yang kemudian dijadikan bibit selanjutnya untuk ditanam.  Selanjutnya setelah bibit ditanam diamati oleh Pak Boding dan dipilih yang paling bagus diantara yang ada untuk disisihkan lagi menjadi bibit berikutnya.  Begitu seterusnya.  Jadi pemilihan rumput laut untuk dijadikan bibit ini memang diseleksi sendiri dan dilakukan terus menerus.

Pola tanam lebih longgar produksi rumput laut aman dan tinggi hasilnya
Apa ada lagi yang berbeda dari cara-cara pola budidayanya?  Ternyata memang ada perbedaan, apa yang dilakukan oleh Pak Boding dengan petani rumput laut pada umumnya.  Dalam hal cara pemasangan tali, Pak Boding memasangnya dengan jarak antar tali yang lebih lebar alias longgar.  Pak Boding juga memasang talinya dengan cara tunggal, tidak dobel pemasangan talinya.   Sedangkan para petani pada umumnya memasang tali secara dobel dan dengan jarak pasang talinya yang sangat rapat.  Makanya rumput laut yang dibudidaya Pak Boding ini bentuknya lebih bulat beruas-ruas pendek namun gemuk dan tidak ramping memanjang seperti petani yang lain.  Mungkin dengan sinar matahari yang cukup banyak dan dengan jarak yang cukup lebar membuat pertumbuhan rumput laut itu lebih membulat dan gemuk.  Seperti juga pada tanaman yang di darat, jika sinar matahari kurang karena jarak tanam yang rapat maka tanaman akan mengalami itiolasi  alias pemanjangan sel dan ruas-ruas batangnya dengan ukuran yang kecil memanjang.


Dengan keadaan yang bulat melebar dengan ruas-ruas batang yang pendek-pendek tetapi gemuk, maka akan lebih banyak mendapatkan sinar matahari dan lebih jauh dari permukaan dasar laut yang biasanya berlumpur.  Sebaliknya, jika pertumbuhan rumput lautnya memanjang ke bawah, maka akan lebih dekat dengan permukaan tanah laut yang pasti berlumpur.  Lumpur-lumpur dan kotoran di dasar laut itu juga banyak terdapat penyakit maupun bibit-bibit tiram yang nanti bisa menempel pada tali dan bahkan rumput laut dan ikut menghisap sari makanan yang ada.  Oleh karena itu maka rumput laut yang ditanam dengan bibit Bonding dan dengan pola Pak Boding tadi hasilnya bisa mencapai 14 sampai 16 kg rumput laut kering per satu tali bentangan.  Sedangkan petani umumnya sekarang ini hanya antara 5 sampai 8 kg per tali.

Dalam hal pemilihan ukuran tali bentangan ternyata Pak Boding memilih tali dengan ukuran lebih besar, yaitu tali nomor 7.  Sedangkan petani yang lain umumnya memilih tali nomor 6 yang ukurannya lebih kecil.  Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan rumput laut yang lebih pesat dan menghasilkan beban yang lebih berat.  Makanya tali harus lebih besar supaya lebih kuat untuk menyangga rumput laut yang lebih berat tadi.  Selain itu jumlah botol-botol pelampung juga ditambah sehingga posisi rumput laut tetap terangkat dekat dengan permukaan air laut dan tidak jatuh ke bawah mendekati dasar laut yang peluh lumpur dan kotoran.   Rupanya cara-cara Pak Boding yang berbeda inilah yang menyebabkannya tetap menghasilkan rumput laut dengan produktivitas yang sangat tinggi.

Pak Daeng sangat senang bisa mendapatkan bibit Bonding dari Pak Boding tadi.  Betapa tidak, dengan membeli bibit borongan sebanyak 5 tali bentangan senilai Rp 1 juta, Pak Daeng kemudian bisa memasang untuk 81 tali bentangannya.  Ini berarti 1 tali bibit Bonding bisa digunakan untuk memasang sebanyak 16 tali bentangan budidaya.   Berbeda dengan yang ia beli sebelumnya dari bibit biasa sebanyak 48 tali dengan nilai Rp 4,8 juta  yang kemudian hanya dipasang bibit untuk 160 tali bentangan budidaya.  Artinya dengan bibit biasa 1 tali hanya untuk kurang dari 4 tali bentangan budidaya.  Makanya dengan bibit Bonding ini Pak Daeng bisa jauh lebih hemat, dan nanti dia berharap mendapatkan hasil panen yang 2 kali lebih banyak.

Jenis bibit
Jumlah perbanyakan tali bentangan budidaya dari 1 tali bibit
Hasil panen per tali budidaya (kg rumput laut kering)
Pola tanam
Jumlah tali per meter panjang tali fondasi
Bibit Biasa
3 – 4 tali
5 – 8 kg per tali (sekarang bisa 1 – 4 kg per tali)
Tali dobel (kembar) dengan jarak ikat sekitar  35-50 cm
4 - 6 tali per meter
Bibit Bonding
16 tali
12 – 16 kg per tali (sekarang pun tetap)
Tali tunggal dengan jarak 80-100 cm
1 – 1,25 per meter
  
Mudahan nanti penulis bisa menelusuri lagi perkembangan yang baik ini tentang pola budidaya rumput laut di Nunukan. 

Bagaimana dengan keadaan dan yang pernah Anda ketahui di daerah Anda?
Mari kita selalu sharing informasi untuk kemajuan rumput laut Indonesia!  Supaya kita berjaya dengan kekayaan laut kita sendiri!  Aamiin.
Salam Indonesia Raya!

Salam dari Aren Foundation! 
(DR ALGA productin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar