...Indonesia akan menguasai dunia dengan produk olahan rumput laut...
.

Selasa, 24 Mei 2011

MENCARI NILAI TAMBAH DARI PROSES PENGERINGAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DI NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR

MENCARI NILAI TAMBAH DARI PROSES PENGERINGAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DI NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR
(bagian 1)

Oleh : Ir. Dian Kusumanto

Selama ini penjualan rumput laut yang dilakukan oleh para petani adalah dalam bentuk rumput laut kering. Oleh karena itu petani dituntut untuk melakukan proses pengeringan terlebih dahulu kemudian baru dijual kepada para pedagang pengumpul berupa rumput laut kering (dried seaweed). Untuk melakukan pengeringan para petani harus mempunyai tempat dan alat-alat dalam proses penjemurannya.

Para petani di Indonesia pada umumnya menyiapkan tempat penjemuran dengan berbagai cara, antara lain seperti :

1. Para-para di atas laut yang terbuat dari kayu dan dialasi dengan jaring plastik yang disebut ‘Dari’ atau ‘Waring’ atau ‘Wareng’.

2. Para-para di dekat pantai yang terbuat dari kayu atau bamboo yang dialasi dengan jarring plastic, atau para-para bamboo.

3. Lantai semen, kadang dialasi terpal plastic atau kadang-kadang tanpa terpal.

4. Lantai pasir pantai yang dialasi dengan terpal plastic atau para-para terbuat dari bamboo.

5. Dengan tali jemuran yang bertingkat-tingkat.

6. Dll.

Pada mulanya petani rumput laut menghitung-hitung hari kapan saat memasang tali bibit di laut. Kalau sudah mencapai sekitar 45 hari berarti panen rumput laut sudah bisa dilakukan. Namun biasanya para petani masih mempertimbangan kondisi cuaca, apakah kira-kira akan hujan atau tidak. Jika diperkirakan akan terjadi hujan yang lama, biasanya para petani rumput laut menunda panen. Sebab jika dipanen nanti akan repot pada saat masa-masa proses pengeringannya. Proses pengeringan akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan tenaga yang lebih banyak.

Proses pengeringan ini dilakukan agar rumput laut bisa disimpan lebih lama atau lebih lebih awet. Sehingga sewaktu-waktu bisa dijual atau diolah tanpa mengurang mutu dan kualitas yang diinginkan. Disamping itu, dengan volume dan berat yang lebih sedikit akan mengurangi biaya angkut dan kemasan jika akan dijual kepada pedagang atau pabrik. Biasanya pedagang mensyaratkan kadar air rumput laut kering dalam kisaran 35- 38%, dengan kadar kekotoran (impurities) antara 3-5%.

Para petani atau pedagang rumput laut kering ini sudah sangat paham dengan ukuran kadar air ini. Biasanya cukup dirasakan dengan cara mengenggam rumput laut kemudian membuka genggaman tangannya. Dengan dirasakan oleh permukaan kulit tangannya dan gerakan rumput laut sehabis digenggam, maka bisa diperkirakan bahwa rumput laut ini sudah cukup kering atau belum.

Idealnya proses pengeringan dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya yaitu sekitar 3 hari setelah dipanen. Waktu proses pengeringan yang ideal ini akan memaksimalkan rendemen rumput laut kering yang diperoleh. Namun bisa terjadi lamanya waktu pengeringan sampai 7 hari atau bahkan 14 hari baru mencapai kekeringan rumput laut yang sesuai standard. Lamanya proses pengeringan ditentukan oleh beberapa hal, seperti :

1. Keadaan cuaca (hujan, mendung, malam hari)

2. Factor tenaga kerja,

3. Sarana prasarana pengeringan dan

4. Metode yang dilakukan.

Pada kondisi cuaca kering atau kemarau pun ternyata petani belum memanfaat waktu pengeringan yang maksimal. Karena pada sore hari, malam hari sampai pagi hari dan matahari benar-benar cukup, mereka masih menutupi tumpukan rumput lautnya dengan terpal. Rata-rata petani melakukan penutupan tumpukan rumput laut itu mulai sekitar jam 5 sore sampai dengan sekitar jam 8 pagi, yaitu kurang lebih selama 15 jam dalam sehari. Artinya dalam situasi cuaca sangat bagus untuk pengeringan saja proses pengeringan hanya sekitar 9 jam setiap harinya, apalagi jika cuaca hujan dan mendung atau musim penghujan.

Padahal kita tahu bahwa sangat riskan menumpuk bahan yang lembab dalam waktu yang relative lama. Bahan-bahan tersebut pasti akan mengalami proses enzimatis antara lain fermentasi atau proses perombakan bahan. Proses fermentasi selalu akan menghasilkan Gas, Air dan Energi. Gas itu bisa saja berupa CO2 (Karbon dioksida), NH4 (Amoniak), CH4 (Methan) atau yang lainnya, dan Energi yang bisa berupa panas daya tekan dan lain-lain. Sehingga proses fermentasi ini selalu akan mengurangi massa berat bahan materi.

Demikian juga rumput laut yang proses pengeringannya butuh waktu yang lama, pasti akan mengalami proses fermentasi dan susutnya kadar bahan kering atau rendemen keringnya rumput laut. Semakin lama proses pengeringan berarti peluang untuk mengalami kesusutan bahan karena proses fermentasi akan semakin besar pula. Sebaliknya, kalau kita menginginkan rendemen rumput laut keringnya tinggi maka harus diusahakan proses pengeringannya lebih cepat dan meminimalkan terjadinya proses fermentasi.

Dengan uraian di atas kita akhirnya dapat memahami bahwa cepat atau lambatnya proses pengeringan ternyata sangat mempengaruhi angka rendemen rumput laut kering. Semakin cepat proses pengeringan dilakukan maka akan semakin maksimal kandungan kering rumput lautnya.

Atau bisa dikatakan bahwa angka rendemen rumput laut kering sangat dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain :

1. Umur panen rumput laut, yang ideal adalah umur 45-55 hari

2. Kadar air awal rumput laut pada saat penimbangan.

3. Metode, alat dan tempat proses pengeringan

4. Cuaca pada saat pengeringan

5. Lamanya proses pengeringan

6. Dll.

Beberapa pengalaman para petani maupun yang dilakukan oleh Unit Riset AREN FOUNDATION diperoleh angka rata-rata sebagai berikut :

1. Penjemuran dengan waktu 3 hari akan diperoleh rendemen rumput laut sampai dengan 13 – 14 %.

2. Penjemuran selama 7 hari akan diperoleh rendemen sekitar 10 %

3. Penjemuran sampai di atas 10 hari rendemen akan turun menjadi dibawah 9%.

Angka-angka di atas adalah pengalaman petani di Nunukan Kalimantan Timur, yang belum dikaji secara Metodologi Penelitian Akademik. Oleh karena itu hal ini terbuka peluang untuk menjadi bahan penelitian mahasiswa, peneliti atau siapa saja yang tertarik atau membidang masalah ini.

Bagaimana menurut Anda???

(AREN FOUNDATION - Nunukan, Mei 2011)

Selasa, 17 Mei 2011

Petani Rumput Laut di Bali

Bali Seaweed Farmers












By : Budi Sutomo

Now this seaweed in Indonesia has been developed on the coast of Bali and Nusa Tenggara. Given the lengthy coastline of Indonesia (81,000 km), then the chances are very promising for seaweed cultivation. If you view the market demand for the world to Indonesia which annually reach - average 21.8% of the world needs now is the fulfillment to supply the demand is still very less, which is only around 13.1%. The low supply from Indonesia due to unfavorable farming activities and the lack of information about the potential of seaweed to farmers.

One of the seaweed farms are at Geger beach, Nusadua. Geger’s farmers are cultivated seaweed using Method Remove the Association, in which way this is done by attaching seed seaweed on rope - the rope is pegged in a row - row in the area of marine waters with depths between 30-60 cm. Seaweed is planted in the bottom waters.

As food, seaweed has be known first by the Japanese and Chinese since thousands of years ago. Seaweeds are marine plants, algae species. This plant is a multicellular thallophyta algae class divisions. Not like the perfect plants in general, seaweed has no roots, stems and leaves. Round, flat, tube or like twigs branches ramify. Seaweeds are usually living on the ocean floor that can be pierced by sunlight.
In general, an edible seaweed is a type of blue algae (cyanophyceae), green algae (chlorophyceae), red algae (rodophyceae) or brown algae (phaeophyceae).


SPORTS PRODUCTS SEAWEED

Diverse though the results of seaweed can be found in the market, ranging from the dry, powdered or fresh. Here are a few:

Nori
Nori is made from pulverized seaweed. Seaweed pulp is then spread with a very thin thickness. The process then dried so that its shape resembles a sheet of paper. Nori is used in Japanese cuisine, from sushi wrappers, shrimp rolls or fried rollade. Select a supple nori, dry and shiny black color.

Kombu and Wakame

A type of dried seaweed. Kombu is a basic ingredient in Japanese cooking to make gravy. After boiling broth to broth and used to fill kombunya soup, salad or stir. Meanwhile, wakame, kombu almost resembles the shape, normally used to mix salad, or mix the contents of noodle soup. Wakame do not boil more than a minute to get the maximum flavor.

Seaweed Candy

Retrieved from fresh seaweed, then washed, boiled and mixed with sugar solution as preserved. Refreshing flavor and crunchy texture is too chewy, very suitable for a mixture of ice, pudding and various desserts.

Gelatin

The process of making gelatin is very long. The first stage of the selection of seaweed species that will be used, the type gracilaria gelidium sp or sp. And next cell wall-solving process, ripening (extraction) to the drying. We can found gelatin in various forms, both bars and powders.

NUTRITION AND BENEFITS CONTAINED

Seaweeds are widely used is the type of red algae (Rhodophyceae) because it contains , Keraginan, porpiran, or pigment furcelaran fikobilin (consisting of fikoeretrin and fikosianin) which is a provision for foods high in carbohydrates. But there is also the use of brown algae species (Phaeophyceae). Brown algae contains many pigment chlorophyll a and c, beta carotene, violasantin and fukosantin, pirenoid, and sheets of photosynthesis (filakoid). In addition, brown algae also contain food reserves in the form of laminarin, cellulose, and algin. In addition to the material - the material earlier, red and brown algae contains jodium.

Many studies have shown that seaweed is a nutritious food, here are a few of them:

Anticancer

Research Harvard School of Public Health in America reveals, premenopausal women in Japan are three times less likely to develop breast cancer than American women. This is due to the diet of Japanese women who are always adding seaweed in their menu.

Antioxidants

Chlorophyll in green sea algae can function as an antioxidant. This substance helps rid the body from free radical reactions are very harmful to the body.

Preventing Cardiovascular

Japanese Scientists uncover, seaweed extract can lower blood pressure in patients with hypertension. For people with stroke, consuming sea grass is also highly recommended because it can absorb excess salt in the body.

Dietary fiber

Content of foods (dietary fiber) of seaweed is very high.This fiber is filling and smooth the body's metabolic processes, so it is best eaten the obese.Carbohydrate is also difficult to digest so you will feel full longer without fear of obesity.


Oleh : Budi Sutomo

Indonesian:

Sekarang ini rumput laut di Indonesia banyak dikembangkan di pesisir pantai Bali dan Nusa Tenggara. Mengingat panjangnya garis pantai Indonesia (81.000 km), maka peluang budidaya rumput laut sangat menjanjikan. Jika menilik permintaan pasar dunia ke Indonesia yang setiap tahunnya mencapai rata - rata 21,8 % dari kebutuhan dunia, sekarang ini pemenuhan untuk memasok permintaan tersebut masih sangat kurang, yaitu hanya berkisar 13,1%. Rendahnya pasokan dari Indonesia disebabkan karena kegiatan budidaya yang kurang baik dan kurangnya informasi tentang potensi rumput laut kepada para petani.

Salah satu lokasi budidaya rumput laut adalah di panta Geger, Nusadua. Petani disana membudidayakan rumput laut menggunakan Metode Lepas Dasar, dimana cara ini dikerjakan dengan mengikatkan bibit rumput laut pada tali - tali yang dipatok secara berjajar - jajar di daerah perairan laut dengan kedalaman antara 30 - 60 cm. Rumput laut ditanam di dasar perairan.

Sebagai bahan pangan, rumput laut telah dikanal lebih dulu oleh bangsa Jepang dan Cina semenjak ribuan tahun yang lalu. Rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis alga. Tanaman ini adalah gangang multiseluler golongan divisi thallophyta. Berbeda dengan tanaman sempurna pada umumnya, rumput laut tidak memiliki akar, batang dan daun. Berbentuk bulat, pipih, tabung atau seperti ranting dahan bercabang-cabang. Rumput laut biasanya hidup di dasar samudera yang dapat tertembus cahaya matahari.

Secara umum, rumput laut yang dapat dimakan adalah jenis ganggang biru (cyanophyceae), ganggang hijau (chlorophyceae), ganggang merah (rodophyceae) atau ganggang coklat (phaeophyceae).

HASIL OLAH RUMPUT LAUT Beragam hasil olah rumput laut dapat dijumpai di pasaran, mulai dari yang kering, bubuk maupun yang segar. Berikut beberapa diantaranya:

Nori

Nori dibuat dari rumput laut yang dihaluskan. bubur rumput laut ini kemudian dihamparkan dengan ketebalan yang sangat tipis. Proses selanjutnya dikeringkan sehingga bentuknya lembaran menyerupai kertas. Nori banyak digunakan pada masakan Jepang, mulai dari pembungkus sushi, udang gulung atau rollade goreng. Pilih nori yang lentur, kering dan warnanya hitam mengkilat.

Kombu dan Wakame

Sejenis ganggang laut yang dikeringkan. Kombu adalah bahan dasar membuat kaldu pada masakan Jepang. Setelah direbus kuahnya untuk kaldu dan kombunya digunakan untuk isi soup, salad atau tumisan. Sedangkan wakame, bentuknya hampir menyerupai kombu, biasanya digunakan untuk campuran salad, isi soup atau campuran mie. jangan merebus wakame lebih dari satu menit untuk mendapatkan citarasa yang maksimal.

Manisan Rumput Laut

Diperoleh dari rumput laut segar, kemudian dicuci, direbus dan diolah dengan larutan gula sebagai pengawetnya. Citarasanya menyegarkan dan teksturnya kenyal juga renyah, sangat cocok untuk campuran es, pudding dan aneka dessert.

Agar-agar

Proses membuat agar-agar sangat panjang. Tahap pertama pemilihan jenis rumput laut yang akan digunakan, yaitu jenis gracilaria sp atau gelidium sp. Slanjutnya proses pemecahan dinding sel, pemasakan(ekstrasi) sampai pada pengeringan. Dipasaran banyak dijumpai agar-agar dalam aneka bentuk, baik yang batangan maupun serbuk.

GIZI TERKANDUNG DAN MANFAATNYA

Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah (Rhodophyceae) karena mengandung agar - agar, keraginan, porpiran, furcelaran maupun pigmen fikobilin (terdiri dari fikoeretrin dan fikosianin) yang merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak karbohidrat. Tetapi ada juga yang memanfaatkan jenis ganggang coklat (Phaeophyceae). Ganggang coklat ini banyak mengandung pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin dan fukosantin, pirenoid, dan lembaran fotosintesa (filakoid). Selain itu ganggang coklat juga mengandung cadangan makanan berupa laminarin, selulose, dan algin. Selain bahan - bahan tadi, ganggang merah dan coklat banyak mengandung yodium.

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa rumput laut adalah bahan pangan berkhasiat, berikut beberapa diantaranya:

Antikanker Penelitian Harvard School of Public Health di Amerika mengungkap, wanita premenopause di Jepang berpeluang tiga kali lebih kecil terkena kanker payudara dibandingkan wanita Amerika. Hal ini disebabkan pola makan wanita Jepang yang selalu menambahkan rumput laut di dalam menu mereka.

Antioksidan Klorofil pada gangang laut hijau dapat berfungsi sebagai antioksidan. Zat ini membantu membersihkan tubuh dari reaksi radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh.

Mencegah Kardiovaskular Para Ilmuwan Jepang mengungkap, ekstrak rumput laut dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Bagi pengidap stroke, mengkonsumsi rumput laut juga sangat dianjurkan karena dapat menyerap kelebihan garam pada tubuh.

Makanan Diet Kandungan serat(dietary fiber) pada rumput laut sangat tinggi. Serat ini bersifat mengenyangkan dan memperlancar proses metabolisme tubuh sehingga sangat baik dikonsumsi penderita obesitas. Karbohidratnya juga sukar dicerna sehingga Anda akan merasa kenyang lebih lama tanpa takut kegemukan. Budi Sutomo.

sentanoephotography

BI pun Tangani Rumput Laut

BI pun Tangani Rumput Laut



(FOTO ANTARA/Sahrul Manda Tikupadang)




Fadel Muhammad : "Saya sedang membujuk Presiden agar membuat inpres untuk budi daya rumput laut."

Palu (ANTARA News) -

Rumput laut diproyeksikan menjadi salah satu komoditi utama penggerak pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tengah dalam kurun waktu empat tahun ke depan.

Setelah mencanangkan diri sebagai provinsi rumput laut dengan catatan produksi 790.000 ton basah atau 100.000 ton kering pada 2010, daerah ini terobsesi untuk meningkatkan produksi menjadi 1,9 juta ton basah atau sekitar 500.000 ton kering pada 2014.

Dengan tingkat harga rata-rata Rp 9.000,00/kilogram, itu berarti rumput laut akan menghasilkan uang bagi nelayan pembudidaya sekitar Rp4,5 triliun. Kalau produk itu dijual dalam bentuk bahan setengah jadi atau bahan jadi, nilainya tentu akan berlipat ganda sehingga efek ekonominya juga akan semakin luas.

Itu sebabnya, Bank Indonesia (BI) Palu terpanggil untuk "turun gunung" memberikan bantuan secara langsung kepada pelaku usaha rumput laut, baik kelompok nelayan pembudidaya maupun usaha kecil dan menengah serta usaha rumah tangga yang menggeluti bisnis hasil laut ini.

Di depan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Bungku, Jumat (25/2), Pemimpin Bank Indonesia Palu Rachmat Hernowo dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Hasanuddin Atjo menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang pengembangan klaster rumput laut di Sulawesi Tengah.

Rachmat mengemukakan, setelah MoU tersebut, Bank Indonesia Palu melalui kelompok pemberdayaan sektor riil dan UMKM (KPSRU) akan melakukan identifikasi klaster dalam rangka pemberian bantuan teknis kepada nelayan rumput laut serta industri rumah tangga sehingga mempunyai nilai tambah.

Ada tiga klaster pengembangan yakni klaster I Selat Makassar dan Laut Sulawesi, klaster II Teluk Tomini, dan Klaster II Teluk Tolo.

Lokasi yang akan dijadikan sasaran identifikasi untuk membantu kepentingan nelayan budidaya adalah Kabupaten Parigi Moutong yang masuk dalam klaster II Teluk Tomini serta Kabupaten Morowali dan Bangkep di klaster III Teluk Tolo.

Kedua klaster ini dipilih karena menyumbang 93 persen dari total produksi rumput laut Sulteng yang tahun 2010 tercatat mencapai 790.000 ton.

Industri rumah tangga untuk pengolahan produk rumput laut akan difokuskan di Kota Palu yang termasuk dalam klaster I Selat Makassar dan Laut Sulawesi. Pengembangan hal ini, antara lain berupa dodol, jeli dan minuman yang dipusatkan di Kota Palu karena para perajin di daerah tersebut telah mendapat pembinaan dari dinas terkait. serta pernah mendapat bantuan peralatan dan lebih mendekatkan pada pasar.

Bantuan teknis yang akan diberikan antara lain studi banding ke daerah yang sudah mengelola rumput laut secara baik dan benar sehingga menghasilkan kualitas produk yang memenuhi standar untuk dijadikan barang jadi atau setengah jadi, seperti bubuk coklat, bubuk (powder), dodol, dan jeli.

Bank Indonesia dengan memanfaatkan dana tanggung jawab sosial kemasyarakatan (coorporate social responsibility/CSR) akan membantu pelatihan nelayan untuk meningkatkan kapasitas budidaya serta menggelar pameran guna memperkenalkan jenis-jenis rumput laut yang bisa dibudidayakan serta produk-produk yang sudah dihasilkan dari rumput laut.

Bank sentral ini juga berjanji membantu penyediaan informasi seperti brosur atau laman untuk memberikan informasi kepada investor dalam maupun luar negeri tentang potensi lahan, jumlah produksi, serta jenis-jenis rumput laut yang bisa dikembangkan di daerah ini.

"Mohon dipahami bahwa Bank Indonesia tidak menyediakan dana segar untuk disalurkan. Dukungan kami dalam kerja sama ini lebih pada bantuan teknis. Kalau kualitas produknya bagus, pasarnya berkembang dan industrinya tumbuh, maka bank-bank pasti tertarik untuk turun memberikan bantuan dana (kredit)," ujarnya.

Rahmat menjelaskan, hasil yang ingin dicapai Bank Indonesia dalam kerja sama pengembangan klaster rumput laut ini adalah meningkatnya volume produksi dan kualitasnya, membaiknya harga jual, ada nilai tambah yang signifikan terhadap pembudidaya rumput laut dan terbentuknya industr rumah tangga rumput laut, koperasi dan sentra-sentra baru rumput laut dan dapat direplikasi ke daerah lain.

Potensi besar

Sulawesi Tengah merupakan salah satu dari tiga produsen terbesar rumput laut di Indonesia bersama Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tiga tahun lalu, kata Gubernur Sulteng, HB Paliudju, produksi rumput laut jenis cottoni dan glacilaria di daerah ini masih berada di bawah Sulsel dan NTT, namun tahun 2010, produksinya telah menyamai Sulawesi Selatan pada angka 790.000 ton dan merupakan yang terbesar di Indonesia saat ini.

Secara nasional produksi rumput laut tahun 2010 mencapai 3,082 juta ton, sementara untuk produksi Sulawesi Tengah tercatat 790.000 ton basah (setara dengan 100.000 ton kering) atau 25 persen dari produksi nasional.

"Produksi tersebut masih bisa dilipatgandakan, bahkan tahun ini (2011) Sulteng bisa menyumbang satu juta ton kalau penanganannya simultan dan intensif," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad.

Alasannya, potensi yang dimiliki masih sangat besar. Dari 106.000 hektare potensi budidaya baru sekitar sembilan persen yang dimanfaatkan. Produktivitasnya juga masih rendah, dan dengan sentuhan teknologi yang tepat, produktvitas bisa dinaikkan seiring dengan upaya ekstensifikasi.

"Kita menargetkan mampu memberi kontribusi paling sedikit 20 persen pada produksi nasional yang ditargetkan mencapai 10 juta ton pada 2014," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Kadis KP) Sulteng, Hasanuddin Atjo.

Namun, ia menilai, kendalanya cukup banyak, antara lain pola pikir petani masih perlu diubah agar mau menjadikan rumput laut sebagai komoditi unggulan, bukan komoditi sampingan yang dikerjakan diwaktu senggang.

"Karena itu, kita akan terus berupaya memfasilitasi petani dalam berbagai bidang mulai pembinaan menejemen, teknologi budidaya, penyediaan bibit, kelembagaan, penyediaan sarana dan prasarana serta industri pengolahan agar bisnis ini semakin menarik bagi mereka," ujarnya.

Ia juga mengakui bahwa keterlibatan investor, terutama dalam membangun pabrik pengolahan masih sangat minim karena berbagai keterbatasan seperti listrik dari PLN.

Fadel Muhammad saat berkunjung ke Sulteng akhir pekan terus mendorong pemerintah dan masyarakat daerah ini untuk mengembangkan rumput laut karena hasil penelitian bank dunia menyebutkan bahwa rumput laut paling baik berada di Sulawesi.

"Jika potensi di Sulteng ini dimanfaatkan akan sangat menguntungkan masyarakat khususnya nelayan pesisir. Kita rugi jika tidak memanfaatkan potensi ini," katanya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan, katanya, sedang menyiapkan 60 klaster rumput laut untuk merealisasikan target produksi sebesar 10 juta ton pada 2014 dan terus berusaha meningkatkan nilai tumbah rumput laut dengan melakukan pengolahan menjadi beberapa turunan sebelum dilepas ke pasar.

Fadel juga mengemukakan bahwa pihaknya sedang menyiapkan konsep instruksi presiden (inpres) yang akan diajukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan budi daya rumput laut di Indonesia, sehingga anggarannya lebih meningkat.

"Saya sedang membujuk Presiden agar membuat inpres untuk budi daya rumput laut. Saya yakin kalau ada inpresnya maka anggarannya akan lebih besar," kata Fadel.

Ia pun menyebutkan bahwa saat ini kementerian yang dipimpinya hanya memiliki anggaran Rp1 triliun yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. (T.R007*BK03)

Editor: Priyambodo RH

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/248463/bi-pun-tangani-rumput-laut