BENARKAH PRODUKSI RUMPUT
LAUT DI NUNUKAN MENURUN?
Oleh : Ir. H. Dian
Kusumanto
Memasuki minggu kedua
Bulan Februari 2014 ini, cuaca di Nunukan dan sekitarnya sangat terik dan panas
pada siang harinya. Langit terang berwarna
biru, awan pun seolah menyingkir jauh-jauh.
Pada hal selama kurang lebih pada pertengahan Bulan Januari hingga awal Bulan
Februari cuaca seolah-olah musim penghujan yang panjang. Namun herannya, justru pada saat itu petani
sedang banyak melakukan panen dan hamparan para-para penjemuran para petani
dipenuhi oleh rumput laut yang sedang digantung, maupun rumput laut yang sedang
dihamparkan tipis-tipis. Waktu itu juga
tidak ada keluhan tentang adanya penurunan produksi para pembudidaya. Maka terpaksa banyak petani yang harus
menunda dulu panennya, karena tempat penjemuran masih belum kosong, karena
kendala hujan menyebabkan waktu pengeringan rumput laut menjadi panjang. Namun sekarang ini pada saat cuaca yang panas,
justru penjemuran banyak yang kosong.
Belum banyak petani yang memanen rumput lautnya.
Panen menurun karena rumput laut rontok
Beberapa petani di
Mamolo, yang merupakan sentra rumput laut di Kabupaten Nunukan ini yang mengakui
kalau mereka kurang berhasil panennya.
Pada saat dipanen ternyata banyak rumput laut yang mengalami rontok
sehingga hasil panen mengalami penurunan dari pada biasanya. Memang masih sangat bervariasi kerugian
mereka karena rumput laut yang banyak mengalami kerontokan, ada yang mengaku
sekitar 30% turunnya. Ada pula yang
mengaku sekitar separuhnya dan beberapa bahkan hanya memanen cuma 25% saja dari
biasanya. Turunnya hasil panen ini ternyata disebabkan adanya penyakit ice-ice yang menyerang cabang-cabang
rumput laut Eucheuma cottonii
ini. Serangan ini menyebabkan lunak dan
rapuhnya rumput laut, sehingga kalau ada gerakan air laut agak kuat sedikit
saja batang yang rapuh tadi mudah sekali terlepas dan putus. Karena banyak yang terputus maka hasil panen
petani menjadi sangat menurun.
Mengapa hal ini bisa
terjadi? Itulah kebanyakan pertanyaan
petani yang disampaikan kepada penulis.
Namun demikian, beberapa petani juga sudah memahami penyebabnya atau
kira-kira penyebab timbulnya keadaan tadi, antara lain :
1.
Iklim
sebelumnya yang curah hujan sangat tinggi menyebabkan kekeruhan air laut
meningkat, karena air tawar dari sungai-sungai yang membawa lumpur dari
daratan. Pada saat itu salinitas
menurun, proses fotosintesa dan metabolisme terganggu sehingga rumput laut
mengalami penurunan daya tahannya terhadap lingkungan. Kekeruhan air laut tentu juga membawa
biang-biang hama penyakit yang kemudian menempel dan menyerang rumput laut yang
sedang lemah tadi. Keadaan ini baru
terasa akibatnya setelah beberapa hari kemudian.
2.
Pada saat cuaca yang sangat panas di tengah
hari tentu akan memanaskan suhu air laut.
Keadaan ini akan menyebabkan rumput laut merenggangkan sel-selnya dan
menyebabkan menurunnya kekuatan. Cuaca
yang panas disertai gerakan air laut yang kuat terus menerus kemudian akan
berakibat memutuskan rumput laut yang sel-selnya sedang merenggang dan kurang
kuat tadi. Apalagi jika sudah terinfeksi
oleh penyakit ice-ice, maka cuaca
panas dan gerakan air laut yang kuat akan semakin banyak menyebabkan rumput
laut rontok dan putus.
3.
Bibit rumput
laut yang sudah tidak bagus dan tidak sehat alias sudah terjangkit oleh
penyakit dan tetap ditanam oleh petani.
4.
Sistem
penanaman yang sangat padat, karena jarak pemasangan bibit yang terlalu rapat,
dan adanya pemasangan tali secara dobel.
Keadaan yang terlalu rapat ini tentu menyebabkan kurangnya asupan
nutrisi dan juga cahaya matahari untuk proses metabolisme. Ditambah lagi keadaan air laut yang sangat
keruh dan salinitas yang berkurang karena air hujan dan air sungai yang sangat
banyak.
Hasil petani budidaya menurun, hasil petani pukat
meningkat
Dari keadaan diatas
menyebabkan hasil petani budidaya mengalami penurunan yang lumayan drastis. Rumput
laut yang banyak mengalami putus dan rontok itu kemudian akan jatuh ke dasar
laut dan terobang-ambing terkena gerakan air laut karena arus laut dan
gelombang. Rumput laut yang rontok tadi
juga terus tumbuh dan berkembang meskipun sudah tidak terikat di tali bentangan
lagi. Dengan banyaknya rumput laut yang
rontok maka semakin banyak pula hasil tangkapan rumput laut dari para petani
pukat. Hal ini terlihat waktu penulis
melintas di kampung Mantikas Tidung di Pulau Sebatik, dimana mayoritas
merupakan petani rumput laut dengan hasil pukat, terlihat hasil rumput laut
kering yang ditampung di gudang juga meningkat.
Demikian juga para pemukat rumput laut yang ada di Sedadap terlihat
mengalami peningkatan aktifitas saat-saat ini.
Pak Sholeh, salah satu
pemukat di Sedadap mengatakan memang ada peningkatan hasil tangkapan rumput
laut yang terjaring oleh pukat. Pada
hari-hari ‘jadi’, yaitu hari-hari dimana terjadi pergerakan air laut pasang dan
surut yang kuat, para pemukat melakukan pekerjaannya. Pada saat ‘air mati’, yaitu saat dimana
antara pasang dan surut itu fluktuasinya tidak terlalu besar sehingga tidak ada
gerakan arus air laut, para pemukat libur tidak memukat rumput laut. Pada saat seperti ini para pemukat di Mantikas
Sebatik justru turun ke laut untuk memukat udang. Jadi bagi petani nelayan di Kabupaten Nunukan
ini terus melakukan aktifitasnya ke laut.
Sebenarnya tidak semua
petani budidaya mengalami kegagalan panen karena kerontokan rumput laut, tetapi hanya sebagian saja yang
mengalaminya. Di Nunukan hal ini
seolah-olah bergantian, kalau sekarang yang
terkena penyakit di bagian selatan pulau Nunukan, justru yang di sebelah utara
dan barat pulau Nunukan baik-baik saja hasil panennya. Demikian sebaliknya, pada bulan-bulan ‘.....ber’
akhir tahun kemarin wilayah pesisir laut sisi utara pulau Nunukan mengalami
sedikit masalah hama seperti tiram, gulma seperti rumput laut liar yang
menempel dan penyakit seperti ice-ice,
sehingga menurunkan mutu dan hasil panen rumput laut mereka.
Namun secara keseluruhan
produksi yang ada di Kabupaten Nunukan, baik dari wilayah pulau Sebatik dan
pulau Nunukan, baik yang berasal dari hasil budidaya dan non budidaya (pukat), menunjukkan
angka peningkatan terus-menerus. Menurun
sedikit dari budidaya tetapi meningkat sedikit hasil dari non budidaya, jadi
secara keseluruhan tidak mengalami penurunan hasil. Oleh karena itu peran para petani nelayan
pukat ini bisa dikatakan sebagai penyangga bahkan pengaman dari rumput laut
yang rontok ke dasar laut. Lingkungan
laut sekitar tempat budidaya rumput laut menjadi bersih dari rumput laut yang
rontok, dari gulma laut liar seperti lumut atau jenis tumbuhan laut lainnya,
dan dari ikan dan hewan laut predator atau pemakan rumput laut. Makanya para pemukat ini harus tetap
diperhatikan juga agar fungsi sebagai penyangga dan pengaman tetap berlangsung,
kalau tidak dikelola dengan baik malah bisa menjadi bermusuhan dengan para
petani budidaya.
Bibit Bonding dari Pak Boding
Kerontokan rumput laut
dan penurunan hasil panen ternyata tidak dialami oleh petani yang memiliki
bibit rumput laut yang bagus. Seperti
yang disampaikan oleh Pak Daeng Baso Lau, ada seorang petani rumput laut di
wilayah Sei Lancang tetap bisa panen secara normal. Bahkan hasil panennya melebihi para petani
tetangganya. Makanya Pak Daeng ini
kemudian menanam bibit pilihan yang dibeli dari petani tadi. Biasanya rumput laut yang dijadikan bibit secara
borongan itu harganya Rp 100.000 per tali bentangan, namun Pak Daeng membelinya
dengan harga dua kali lipat, yaitu Rp 200.000.
Petani di Sungai Lancang yang memiliki bibit bagus tadi namanya Pak
Boding. Sedangkan nama bibit rumput laut
yang bagus tadi adalah bibit Bonding.
Rupanya keadaan iklim dan cuaca yang mengalami perubahan secara drastis
beberapa minggu ini tidak mempengaruhi hasil panennya. Hasil panen rumput laut Pak Boding tetap
bagus dan bahkan lebih bagus dari petani-petani lainnya di Nunukan.
Penulis menjadi penasaran
dengan bibit yang yang dibeli Pak Daeng dari Pak Boding ini. Maka kemudian penulis menelusuri dari mana
dan bagaimana bibit itu bisa sangat bagus hasilnya itu. Ternyata bibit Bonding tadi bukan bibit baru
yang didatangkan dari luar, apa lagi dari luar negeri. Tidak.
Bibit Bonding tadi sebenarnya berasal dari bibit yang dipilih atau
diseleksi dari penanaman sendiri. Rumput
laut yang mempunyai pertumbuhan sangat bagus dari yang lainnya itu yang dipilih
menjadi bibit pilihan, yang kemudian dijadikan bibit selanjutnya untuk ditanam. Selanjutnya setelah bibit ditanam diamati
oleh Pak Boding dan dipilih yang paling bagus diantara yang ada untuk
disisihkan lagi menjadi bibit berikutnya.
Begitu seterusnya. Jadi pemilihan
rumput laut untuk dijadikan bibit ini memang diseleksi sendiri dan dilakukan
terus menerus.
Pola tanam lebih longgar produksi rumput laut aman
dan tinggi hasilnya
Apa ada lagi yang berbeda
dari cara-cara pola budidayanya?
Ternyata memang ada perbedaan, apa yang dilakukan oleh Pak Boding dengan
petani rumput laut pada umumnya. Dalam
hal cara pemasangan tali, Pak Boding memasangnya dengan jarak antar tali yang
lebih lebar alias longgar. Pak Boding
juga memasang talinya dengan cara tunggal, tidak dobel pemasangan talinya. Sedangkan para petani pada umumnya memasang
tali secara dobel dan dengan jarak pasang talinya yang sangat rapat. Makanya rumput laut yang dibudidaya Pak Boding
ini bentuknya lebih bulat beruas-ruas pendek namun gemuk dan tidak ramping
memanjang seperti petani yang lain.
Mungkin dengan sinar matahari yang cukup banyak dan dengan jarak yang
cukup lebar membuat pertumbuhan rumput laut itu lebih membulat dan gemuk. Seperti juga pada tanaman yang di darat, jika
sinar matahari kurang karena jarak tanam yang rapat maka tanaman akan mengalami
itiolasi alias pemanjangan sel dan ruas-ruas batangnya
dengan ukuran yang kecil memanjang.
Dengan keadaan yang bulat
melebar dengan ruas-ruas batang yang pendek-pendek tetapi gemuk, maka akan
lebih banyak mendapatkan sinar matahari dan lebih jauh dari permukaan dasar
laut yang biasanya berlumpur.
Sebaliknya, jika pertumbuhan rumput lautnya memanjang ke bawah, maka
akan lebih dekat dengan permukaan tanah laut yang pasti berlumpur. Lumpur-lumpur dan kotoran di dasar laut itu
juga banyak terdapat penyakit maupun bibit-bibit tiram yang nanti bisa menempel
pada tali dan bahkan rumput laut dan ikut menghisap sari makanan yang ada. Oleh karena itu maka rumput laut yang ditanam
dengan bibit Bonding dan dengan pola Pak Boding tadi hasilnya bisa mencapai 14
sampai 16 kg rumput laut kering per satu tali bentangan. Sedangkan petani umumnya sekarang ini hanya
antara 5 sampai 8 kg per tali.
Dalam hal pemilihan
ukuran tali bentangan ternyata Pak Boding memilih tali dengan ukuran lebih
besar, yaitu tali nomor 7. Sedangkan
petani yang lain umumnya memilih tali nomor 6 yang ukurannya lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan rumput
laut yang lebih pesat dan menghasilkan beban yang lebih berat. Makanya tali harus lebih besar supaya lebih
kuat untuk menyangga rumput laut yang lebih berat tadi. Selain itu jumlah botol-botol pelampung juga
ditambah sehingga posisi rumput laut tetap terangkat dekat dengan permukaan air
laut dan tidak jatuh ke bawah mendekati dasar laut yang peluh lumpur dan
kotoran. Rupanya cara-cara Pak Boding yang
berbeda inilah yang menyebabkannya tetap menghasilkan rumput laut dengan
produktivitas yang sangat tinggi.
Pak Daeng sangat senang
bisa mendapatkan bibit Bonding dari Pak Boding tadi. Betapa tidak, dengan membeli bibit borongan
sebanyak 5 tali bentangan senilai Rp 1 juta, Pak Daeng kemudian bisa memasang
untuk 81 tali bentangannya. Ini berarti
1 tali bibit Bonding bisa digunakan untuk memasang sebanyak 16 tali bentangan
budidaya. Berbeda dengan yang ia beli
sebelumnya dari bibit biasa sebanyak 48 tali dengan nilai Rp 4,8 juta yang kemudian hanya dipasang bibit untuk 160
tali bentangan budidaya. Artinya dengan
bibit biasa 1 tali hanya untuk kurang dari 4 tali bentangan budidaya. Makanya dengan bibit Bonding ini Pak Daeng
bisa jauh lebih hemat, dan nanti dia berharap mendapatkan hasil panen yang 2
kali lebih banyak.
Jenis bibit
|
Jumlah perbanyakan tali
bentangan budidaya dari 1 tali bibit
|
Hasil panen per tali
budidaya (kg rumput laut kering)
|
Pola tanam
|
Jumlah tali per meter
panjang tali fondasi
|
Bibit Biasa
|
3 – 4 tali
|
5 – 8 kg per tali (sekarang
bisa 1 – 4 kg per tali)
|
Tali dobel (kembar)
dengan jarak ikat sekitar 35-50 cm
|
4 - 6 tali per meter
|
Bibit Bonding
|
16 tali
|
12 – 16 kg per tali
(sekarang pun tetap)
|
Tali tunggal dengan
jarak 80-100 cm
|
1 – 1,25 per meter
|
Mudahan nanti penulis
bisa menelusuri lagi perkembangan yang baik ini tentang pola budidaya rumput
laut di Nunukan.
Bagaimana dengan keadaan
dan yang pernah Anda ketahui di daerah Anda?
Mari kita selalu sharing
informasi untuk kemajuan rumput laut Indonesia!
Supaya kita berjaya dengan kekayaan laut kita sendiri! Aamiin.
Salam Indonesia Raya!
Salam dari Aren
Foundation!
(DR ALGA productin)