STRATEGI RISET RUMPUT LAUT UNTUK PRODUKSI PRODUK SPESIFIK DAERAH SULAWESI TENGAH
Abstract
Masyarakat Sulawesi Tengah pada dasarnya telah mengenal rumput
laut sejak dulu, namun baru dilakukan kegiatan budidaya dalam skala
kecil pada tahun 1990. Perkembangan budidaya rumput laut kearah yang
lebih maju, setelah tim peneliti dari Lembaga Penelitian Perikanan Laut
(LPPL) berhasil membudidayakan rumput laut jenis Eucheuma cottonii
di Kepulauan Samaringga pada tahun 1997 (Fauziah, 2009; Hamja, 2009).
Sejak itu, kegiatan budidaya rumput laut oleh masyarakat pesisir Sulawesi Tengah berkembang dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dan nilai ekonomi rumput laut itu sendiri, yang saat ini sebagian besar masyarakat Sulawesi Tengah telah mengenal rumput laut dan telah menjadikan sebagai sumber pendapatan utama.
Selain Eucheuma cottonii , berkembang pula budidaya rumput laut jenis Gracilaria sp, terutama di daerah Kabupaten Morowali. Rumput laut Eucheuma cottonii di budidayakan di laut dan merupakan penghasil karaginan, sedangkan Gracilaria sp di budidayakan di Tambak dan merupakan penghasil agar-agar.
Pada tahun 2005, produksi rumput laut Eucheuma cottonii dan Gracilaria sp di Sulawesi Tengah mencapai 244.133 ton basah. Dengan produksi tersebut, Sulawesi Tengah menempati urutan ketiga penghasil rumput laut terbesar di Indonesia, setelah Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Produksi tersebut sesungguhnya masih sangat rendah, jika dibandingkan dengan luas areal tersedia sebesar 106.000
Sejak itu, kegiatan budidaya rumput laut oleh masyarakat pesisir Sulawesi Tengah berkembang dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dan nilai ekonomi rumput laut itu sendiri, yang saat ini sebagian besar masyarakat Sulawesi Tengah telah mengenal rumput laut dan telah menjadikan sebagai sumber pendapatan utama.
Selain Eucheuma cottonii , berkembang pula budidaya rumput laut jenis Gracilaria sp, terutama di daerah Kabupaten Morowali. Rumput laut Eucheuma cottonii di budidayakan di laut dan merupakan penghasil karaginan, sedangkan Gracilaria sp di budidayakan di Tambak dan merupakan penghasil agar-agar.
Pada tahun 2005, produksi rumput laut Eucheuma cottonii dan Gracilaria sp di Sulawesi Tengah mencapai 244.133 ton basah. Dengan produksi tersebut, Sulawesi Tengah menempati urutan ketiga penghasil rumput laut terbesar di Indonesia, setelah Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Produksi tersebut sesungguhnya masih sangat rendah, jika dibandingkan dengan luas areal tersedia sebesar 106.000
Sumber : http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/MLS/article/view/76
Tidak ada komentar:
Posting Komentar