Gracilaria sp
Menyiasati Pengembangan
Bisnis Rumput Laut
(Bisnis Indonesia, June 1, 2012)
Rumput laut merupakan salah satu produk perikanan yang memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia. Disamping potensi produksi yang dimiliki, secara umum Indonesia juga mempunyai kesempatan untuk menangkap peluang pasar dunia yang pemenuhan kebutuhannya masih terbuka besar. Gracilaria sp saat ini merupakan salah satu jenis rumput laut yang banyak diminati dunia. Tercatat terdapat beberapa negara yang merupakan importir tetap produksi rumput laut Indonesia, diantaranya Jepang, Hongkong, Korea Selatan, USA, Inggris, Perancis, Denmark, Spanyol, Taiwan, China, Malaysia dan Chili.
Permintaan pasar Internasional terhadap produk rumput laut dewasa ini meningkat setiap tahunnya sebesar 10 persen. Namun, permintaan produk rumput laut Indonesia pada kesepuluh pengimpor terbesar tersebut di atas masih dalam bentuk bahan mentah saja. Dan biasanya Indonesia mengimpor kembali rumput laut tersebut dalam bentuk produk olahan, karena Indonesia merupakan salah satu pasar potensial yang kebutuhan konsumsi rumput laut olahannya cukup besar. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sedang mengupayakan untuk mengembangkan pabrik-pabrik pengolah lokal yang diharapkan dapat mensuplai kebutuhan lokal rumput laut olahan.
Sejauh ini telah dikembangkan 22 pabrik pengolah rumput laut, yaitu terdiri dari 12 pabrik pengolah agar, 8 pabrik karagenan, 1 pabrik alginat dan 1 pabrik pengolah sun chlorella. Diharapkan ke-22 pabrik pengolah ini dapat mensuplai kebutuhan rumput laut olahan dalam negeri. Pabrik-pabrik pengolah tersebut diantaranya tersebar di Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi Selatan. Akan tetapi, sampai saat ini kendatipun potensi pasarnya besar, namun produksi dari keduapuluh dua pabrik pengolah tersebut masih relatif kecil yaitu sekitar 6.295 ton per tahun. Khusus untuk pengolah agar-agar, produk yang dihasilkan baru mencapai 888 ton per tahun.
Salah satu penyebab masih rendahnya produksi yang dihasilkan pada pabrikan pengolah adalah akibat sedikitnya suplai bahan baku, terlebih lagi mereka harus bersaing dengan produsen olahan rumput laut internasional dalam mendapatkan bahan bakunya. Kebutuhan pasar per tahun untuk rumput laut jenis Gracilaria sp mencapai 45.000 ton, yaitu terdiri dari kebutuhan pabrik pengolah dalam negeri sebanyak 30.000 ton dan kebutuhan pasar dunia sebanyak 15.000 ton. Dengan demikian, peluang pengembangan produksi rumput laut jenis Gracilaria sp ini mencapai 37.000 ton per tahun, dikarenakan pada saat ini produksinya baru mencapai 8.000 ton per tahun.
Khusus untuk pengembangan bisnis rumput laut jenis Gracilaria sp, produksi bahan mentah dapat dilakukan dengan metode tumpang dari tambak bandeng – Gracilaria sp. Metode tumpang sari ini mulai dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia seperti Palopo dan Takalar. Secara ekonomi peluang bisnis rumput laut jenis Gracilaria sp ini cukup menjanjikan. Rumput laut jenis ini dapat memberikan keuntungan tambahan bagi para petambak bandeng yang melakukan tumpang sari dengan Gracilaria sp untuk jangka waktu 4 bulan pemeliharaan bandeng. Jika 1 persen saja dari luas total lahan tambak di Indonesia yang sebesar 438.010 hektar (4.380,1 hektar) dilakukan tambak tumpang sari bandeng – Gracilaria sp, maka dengan asumsi bahwa rata-rata tambak dapat menghasilkan Gracillaria sp dalam bentuk basah sebanyak 12 ton per hektar per tahun atau sebanyak 2,4 ton per hektar per tahun dalam bentuk kering, akan diperoleh total produksiGracillaria sp dalam bentuk basah sebanyak 52.561,2 ton per tahun atau sebanyak 10.512,24 ton per tahun dalam bentuk kering.
Kendati demikian, perlu kiranya dipikirkan bahwa pengembangan usaha rumput laut jenis ini tidak hanya dipandang hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pasar semata dalam jangka pendek. Akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana membuat kebutuhan pasar dan pasokan produk untuk memenuhinya dapat dilakukan secara berkelanjutan. Sehingga terjalin saling ketergantungan yang menguntungkan dan berkelanjutan antara produsen bahan baku, pengolahan dan konsumen. Oleh karena itu, penting untuk dikembangkan sistem atau pola pengembangan bisnis terpadu dan berkelanjutan yang mampu mensinkronkan jalinan ketergantungan yang menguntungkan dan berkelanjutan. Sistem atau pola pengembangan yang ditawarkan adalah pola cluster industry.
Cluster industry dalam sistem ini diharapkan dapat disinkronkan dengan pola pendekatan penyebaran pabrik pengolah rumput laut yang telah ada saat ini, yaitu : cluster Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Pola pengembangan bisnis dengan sistem ini seyogianya harus mempertimbangkan jenis dan volume produksi bahan mentah dan produk olahannya serta peluang pasar yang tersedia baik lokal maupun internasional untuk setiap cluster industry yang dibentuk.
Cluster industry dalam hal ini merupakan cikal bakal, dimana produsen bahan baku dalam hal ini petani rumput laut mempunyai keterkaitan erat dengan pabrik atau industri pengolahan dan pedagang atau eksportir. Polanya adalah terjalinnya kemitraan antara petani dan pengolah, dimana seoptimal mungkin produksi petani rumput laut dijual terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan lokal dalam suatu cluster untuk menjamin agar pabrik pengolahan mempunyai input produksi yang berkelanjutan, selain juga menjamin terciptanya pasar lokal di dalam suatu cluster, sehingga diharapkan aliran barang dan uang terjadi secara efisien.
Adapun jika pasar lokal dalam suatu cluster telah terpenuhi, maka bahan mentah (bahan baku) seyogianya dapat mensuplai produsen dari luar cluster tetapi tetap dalam konteks pasar dalam negeri. Selanjutnya, bilamana kebutuhan bahan baku dalam negeri telah terpenuhi, maka suplai bahan mentah untuk ekspor juga dapat dilakukan. Oleh karena itu, perlu kiranya dijalin sistem koordinasi yang baik dan terpadu antar cluster, sehingga surplus dan defisit produksi dalam suatu cluster dapat dikurangi atau dipenuhi oleh cluster lainnya secara cepat, tepat waktu dan berkelanjutan.
Pemerintah diharapkan dapat berperan lebih dalam upaya pengembangan bisnis rumput laut. Dalam hal ini, pemerintah diharapkan dapat mendorong bank dan lembaga keuangan serta memberikan jaminan keberlanjutan insentif berupa kredit lunak agar petani, pengolah dan pedagang pada suatu cluster dapat melakukan upaya pengembangan bisnis mereka. Hal ini penting diupayakan agar pengembangan bisnis rumput laut tidak terganjal oleh terbatasnya modal usaha. Namun demikian, para pelaku bisnis juga harus memberikan kondite baik agar kredit yang diterimanya tidak menjadi kredit macet di kemudian hari.
Oleh karena itu, penting kiranya pemerintah memberikan stimulans atau insentif lain terkait dengan upaya pengembangan bisnis rumput laut terpadu dan berkelanjutan, misalnya berupa penetapan harga dasar bahan baku di tingkat petani, sehingga para petani terjamin untuk dapat menerima hasil secara tetap dan kontinu. Penetapan harga dasar ini perlu juga memperhatikan kemampuan pengolah untuk menghasilkan produk olahan yang dapat bersaing dengan hasil olahan pabrik pengolah luar negeri, terutama dari sisi efisiensi produksi pengolahan. Sehingga produk olahan Indonesia secara kualitas tidak kalah dengan hasil olahan luar negeri tetapi dari sisi harga produk olahan Indonesia dapat lebih efisien.
Pemberian insentif berupa pemberian pajak penjualan yang progresif terbalik juga dapat dilakukan sebagai upaya menggenjot perkembangan industri pengolahan rumput laut. Progresif terbalik artinya bahwa semakin besar produksi olahan yang dihasilkan oleh suatu industri dapat menurunkan prosentase pajak penjualan yang harus dikeluarkan industri tersebut. Misalnya untuk setiap kenaikan produksi olahan sebesar 10 persen dapat menurunkan pajak penjualan sebesar 5 persen dari besaran pajak penjualan ynag harus dikeluarkan, dan seterusnya.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan insentif berupa pengembangan teknologi, baik teknologi produksi bahan mentah maupun teknologi pengolahan. Dalam hal ini, pemerintah diharapkan mendorong pusat-pusat penelitian dan pengembangan teknologi di lingkungannya untuk melakukan riset-riset pengembangan teknologi yang dibutuhkan. Hal ini penting untuk dilakukan agar tingkat efektifitas dan efisiensi produksi bahan mentah dan olahan dapat ditingkatkan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga diharapkan juga dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di tingkat internasional.
Di sisi lain, pemerintah juga memerlukan kerjasama yang baik dari para pelaku ekonomi di bidang bisnis rumput laut ini, terutama dalam hal pemberian input balik dan koordinasi antar pelaku ekonomi dan pemerintah. Hal ini penting dilakukan agar segenap isu dan permasalahan yang muncul kemudian setelah dilakukannya pola pengembangan bisnis dengan sistem ini dapat dicegah dan diantisipasi dengan baik atau bahkan jika isunya positif, maka dapat diketahui dan dikembangkan pola-pola lain yang dapat mendukung upaya pengembangan bisnis rumput laut di masa-masa mendatang.
Sumber : https://yudiwahyudin2013blog.wordpress.com/tag/gracilaria-sp/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar