Rabu, 25 Januari 2012

Bosowa Tertarik Rumput Laut di Nunukan

Bosowa Tertarik Rumput Laut di Nunukan

Potensi rumput laut di Kabupaten Nunukan yang produksinya mencapai 500 ton setiap bulan membuat perusahaan raksasa asal Sulawesi Selatan Bosowa tertarik masuk ke Nunukan. Tak tanggung-tanggung, untuk rencana itu Founder Bosowa Grup HM Aksa Mahmud, Rabu (25/1/2012) hari ini terjun langsung meninjau ke Nunukan.

"Setelah Bupati mengundang saya ke sini, kemungkinan kita akan bangun pabrik rumput laut di sini," kata Aksa, saat memberikan pengarahan kepada pejabat di lingkungan Pemkab Nunukan di Bandara Nunukan.

Melalui Bosowa Foundation, suatu lembaga sosial dari bisnis Bosowa Grup, pihaknya akan menerjunkan tenaga khusus untuk melatih petani rumput laut di Nunukan agar bisa menghasilkan rumput laut berkualitas bagus. Jika kualitas rumput laut itu sudah bagus, pihaknya bisa saja mempersilakan pihak-pihak lain yang ingin membangun pabrik di Nunukan utnuk menampung produksi rumput laut itu.

"Kita bantu supaya ada industrinya di sini. Tidak mesti kita membangun pabrik. Pengusaha lokal juga boleh. Tapi kalau tidak bisa membeli, kita yang beli. Yang paling prioritas adalah kualitas.," ujarnya.

Bosowa Foundation membantu petani termasuk petani rumput laut dan peternak kecil untuk meningkatkan kesejahteraannya. Sementara bagi orang miskin maupun yatim piatu, untuk membantu mereka digunakan dana zakat Bosowa. "Seperti bimbingan petani beras dan rumput laut kita menggunakan dana CSR Bosowa," ujarnya. (*)

Sumber : http://kaltim.tribunnews.com/2012/01/25/bosowa-tertarik-rumput-laut-di-nunukan

Jumat, 20 Januari 2012

Rumput Laut Ciptakan 500 Produk Komersial

Rumput Laut Ciptakan 500 Produk Komersial

Rumput Laut ( foto:bangzayn)

JAKARTA, Buana Sumsel- Rumput laut di Indonesia dapat diolah menjadi 500 jenis produk komersial, seperti karaginan. Karaginan ini merupakan bahan baku kosmetik, parfum, obat-obatan, dan pasta gigi.”Namun, pengolahan rumput laut di Indonesia baru untuk pembuatan agar-agar. Sedangkan pengolahan karaginan baru dalam bentuk setengah jadi, yakni berupa lembaran (chip) dan bubuk,” kata Direktur Investasi Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP) Victor Nikijuluw, Senin (25-01-2010) di Jakarta.

Padahal, bila diolah lebih lanjut, rumput laut dapat menghasilkan nilai tambah tinggi. Misalnya rumput laut kering yang diolah menjadi chip, harganya mencapai Rp 18.000 – 20.000 per kilogram (kg). Sedangkan harga rumput laut basah di tingkat petard hanya sebesar Rp 1.000 – 2.000 per kg atau Rp 7.000 – 8.000 per kg setelah kering.

Rumput laut kini banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan seperti jelly atau agar-agar, rod, salad, saus, dan es krim. Tumbuhan keluarga gangga ini juga dapat diolah menjadi minuman, seperti yoghurt dan sirup.

Rumput laut juga bisa digunakan untuk bahan baku pupuk organik. Bahkan, kandungan unsur hara mikro dan makronya lebih tinggi dari pupuk urea.”Dari hasil penelitian, limbah semua jenis rumput laut bisa dipakai untuk pupuk,” kata Kepala Pusat Riset Kementerian KP Achmad Poernomo.

Uji efektivitas pupuk rumput laut menunjukkan, tanaman yang diberi pupuk ini selama empat pekan bertambah tinggi 32,8 sentimeter (cm), sedangkan yang diberi urea tumbuh 32,2 cm. Panjang daun tanaman yang menggunakan pupuk rumput laut juga mencapai 13,7 cm, sedangkan yang menggunakan urea hanya 9,3 cm.
Rumput laut juga banyak digunakan untuk suplemen kesehatan, karena kandungan nutrisinya lengkap. Banyak kalangan yakin, konsumsi rumput laut mencegah kanker serta memperlancar proses metabolisme lemak, sehingga mengurangi resiko obesitas dan menurunkan kolesterol atau gula darah.

Komoditas ini juga membantu pengobatan tukak lambung, radang usus besar, susah buang air besar, dan gangguan pencernaan lain. Kandungan kalsiumnya bahkan sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan susu, sehingga sangat bagus dikonsumsi untuk mengurangi dan mencegah gejala osteoporosis.

Sumber Energi
Berdasarkan hasil penelitian para ahli, rumput laut dapat dipakai sebagai bahan bakar alternatif {biofuel). Menurut Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi (Kapusdatin) Kementerian KP Soen’an Hadi Poernomo, rumput laut sebagai bahan biofuel merupakan hal yang baru, yang harus didukung dan dikembangkan. Negara yang fokus dengan biofuel itu adalah Korea Selatan. “Mereka sudah membangun pusat penelitian di negerinya dan berharap Indonesia bisa memasok rumput lautnya. Pemerintah Korea Selatan yakin rumput laut bisa mengatasi keluhan masyarakatnya terhadap energi,” katanya.

Mikro alga untuk biofuel ini dinilai lebih kompetitif dibandingkan komoditas pangan seperti jagung dan sawit. Pasalnya, 1 ha lahan mikro alga dapat menghasilkan 58.700 liter minyak (30% dari biomassa) per tahun, jauh lebih besar dibandingkan jagung (172 liter per tahun) dan kelapa sawit (5.900 liter tier tahun).


Nilai dan Volume Produksi Rumput Laut

Tahun

Nilai Produksi (Rp. Juta) Volume Produksi (Ton)
2009 1.801.800 2.547.000
2010 1.870.960 * 2.672.800 *
2011 2.452.940 * 3.504.200 *
2012 3.570.000 * 5.100.000 *
2013 5.250.000 * 7.500.000 *
2014 7.000.000 * 10.000.000 *
* Proyeksi
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan

Sumber : http://buanasumsel.com/rumput-laut-ciptakan-500-produk-komersial/

Agar Kualitas Karaginan Tidak Memburuk

Kualitas Karaginan Memburuk

Setidaknya ada 20 industri pengolahan ATC (Alkali Treated Cotonii) dan semi-refine karaginan yang beroperasi di Indonesia. Selain itu, meski skala pengolahannya masih kecil, terdapat juga pabrik pengolahan refine karaginan di Mataram dan Surabaya. Tiga proses pengolahan tersebut mampu menghasilkan produk antara yang digunakan sebagai bahan campuran berbagai industri lain seperti makanan, obat-obatan, kosmetik, dan pakan ternak.

Menurut Peneliti Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, Jamal Basmal, dalam pengolahan rumput laut, parameter utama yang menentukan kualitas adalah kekuatan gel (gel strength). Disebut Jamal, standar internasional nilai kekuatan gel minimal 500 gram/cm2. Umumnya permintaan dari industri sekitar 600-700 gram/cm2. Dan sayangnya, kerap kali kualitas hasil panen para pembudidaya rumput laut tanah air masih di bawah standar yang disyaratkan industri pengolah. Tak jarang rumput laut hasil budidaya hanya memiliki kekuatan gel 200 gram/cm2.


















Bahan Kimia Perbaiki Gel Strength

Selama ini, rendahnya kualitas hasil panen umumnya oleh industri pengolahan jamak disiasati dengan penggunaan bahan kimia KOH dan KCL. ?Perendaman dengan larutan basa (KOH) dan

KCl mampu meningkatkan kekuatan gel produk olahan rumput laut,? kata Jamal.
Lebih jauh Jamal menjelaskan teknis pengolahan rumput laut. ?Khusus untuk jenis Euchema cotonii, yang diambil hanya unsur karaginan (K2SO4). Sementara unsur sulfat, selulosa, dan mineral lainnya harus dihilangkan.? Pengolahan pasca panen dimulai dari pencucian rumput laut dengan air laut, dilanjutkan penjemuran sampai kadar air di level 30%. Selanjutnya bahan baku ini masuk proses pengolahan pabrikasi. Ada 3 bentuk hasil olahan yaitu ATC berbentuk chip (serpihan), semi-refine karaginan dan refine karaginan berbentuk bubuk atau tepung.


Proses produksi ATC dimulai dengan merendam kotoni dalam larutan basa KOH panas, kemudian dicuci dengan air tawar bersih sampai nilai pH-nya nol. Setelah itu dikeringkan dan dipotong-potong berbentuk chip. Dari 4 kg rumput laut kering (kadar air 36-38%) dapat dihasilkan 1 kg ATC. Harga rumput laut kering sekitar Rp 8 ribu per kg, sedangkan ATC harganya US$ 5 sampai US$ 6 per kg. Produk ATC ini dapat diolah lagi menjadi refine karaginan, dengan diawali pemanasan pada suhu 90-950C selama 3 jam sampai menjadi bubur dan kemudian di-press sampai keluar cairan bening. Cairan bening inilah yang ditambah KCl dengan tujuan memperbaiki gel strength. Sementara ampasnya bisa diolah sebagai pupuk, briket, atau bentuk olahan lainnya.


Pasca pemberian KCl, produk jadi berbentuk bubuk yang dikenal dengan kappa karaginan akan memiliki gel strength lebih besar dari 900 gram/cm2! Produk ini biasa digunakan sebagai bahan campuran makanan, farmasi, dan kosmetik. Satu kg ATC dapat menghasilkan 0,8 kg kappa karaginan dengan harga US$ 10 sampai US$ 12.

Tetapi Jamal mengingatkan, proses pengolahan rumput laut skala industri memanfaatkan KOH ini harus memperhatikan limbah hasil pencucian. Pasalnya larutan basa tersebut cukup berbahaya apabila dibuang begitu saja. Pabrik pengolahan rumput laut mutlak menuntut instalasi pengolahan limbah.


Sumber : http://www.trobos.com/show_article.php?rid=13&aid=1798

Rumput Laut satu hektar areal bisa menghasilkan 58.700 liter biodiesel

Rumput Laut untuk Biodiesel

Indonesia dan Korea Selatan menjajaki kerja sama pengolahan rumput laut jenis Gellidium sp untuk menghasilkan bahan bakar nabati atau biofuel. Perairan Indonesia dinilai potensial untuk membudidayakan Gellidium sp, sedangkan Korsel siap menerapkan teknologi biofuel.

Kepala Pusat Data dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan Soen’an Hadi Poernomo, Senin (3/11) di Jakarta, mengemukakan, Korsel melalui Korea Institute of Industrial Technology (Kitech) menawarkan penelitian dan pengembangan teknologi budidaya rumput laut untuk biodiesel.

Penandatanganan kerja sama direncanakan akhir tahun 2008 dan implementasinya direncanakan berlangsung mulai tahun 2009. Kitech memperkirakan biaya awal produksi biodiesel berbahan baku rumput laut adalah 2 dollar AS per liter. Biaya produksi itu ditargetkan bisa dipangkas menjadi 1 dollar AS per liter pada tahun 2012.

Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung Muhammad Murdjani mengatakan, potensi budidaya Gellidium sp meliputi perairan Lombok sampai Papua. Di antaranya, Maluku seluas 20.000 hektar dan Belitung 10.000 hektar.

Pemanfaatan Gellidium sp untuk sumber energi dinilai potensial karena rumput laut jenis itu tidak dimanfaatkan untuk bahan makanan. ”Pemanfaatan Gellidium sp akan mendorong optimalisasi potensi rumput laut yang selama ini belum banyak diolah,” kata Murdjani.

Menurut Murdjani, kendala utama pengembangan rumput laut adalah minimnya aplikasi teknologi pengolahan dan transportasi angkut. Akibatnya, sebagian besar produk rumput laut dijual dalam bentuk bahan baku sehingga nilai tambah rendah.

Menurut data dari Inha University Korea, satu hektar areal rumput laut bisa menghasilkan 58.700 liter biodiesel, dengan asumsi kandungan minyak dalam rumput laut yang dihasilkan berkisar 30 persen. (LKT)

Sumber : kompas.com
Sumber : http://khasiatrumputlaut.blogspot.com/2011/02/rumput-laut-untuk-biodiesel.html

Potensi Rumput Laut Tak Dikelola Baik

Memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia menjadi salah satu penghasil rumput laut terbesar. Kekayaan hayati ini sayangnya belum dikelola dengan baik agar dapat menjadi salah satu sumber pendapatan yang bisa menyejahterakan masyarakat pesisir. Bahkan, ada wacana pelarangan ekspor rumput laut mulai 2014.

Tentang hal itu, menurut Ketua Indonesian Seaweed Society Jana Tjahjana Anggadiredja, Senin (28/12), perlu studi lebih dulu sebelum mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor. Sebab, kebijakan tersebut akan berkaitan dengan pembangunan masyarakat dan upaya mengatasi kemiskinan.

”Untuk ini perlu disusun cetak biru atau grand strategy pengelolaan dan pengembangan industri rumput laut nasional. Penyusunannya harus melibatkan pemangku kepentingan agar kebijakan dan rencana itu bisa diterapkan,” ujar Jana yang juga anggota International Advisory Council, Asia-Pacific Psychology Association.

Ia melihat pemanfaatan rumput laut selama ini berjalan tanpa strategi yang jelas dan tak ada sinergi antarinstansi terkait, bahkan kebijakan yang dikeluarkan masing-masing tidak sinkron.
Sejak 1980, industri rumput laut dikembangkan masyarakat tanpa bantuan berarti dari pihak pemerintah, ungkap Jana yang juga Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam.

Karena itu, dalam cetak biru harus diatur penguatan struktur usaha atau industri rumput laut yang sudah ada dari hulu ke hilir, termasuk industri nasional pengolahan makanan dan farmasi berbasis rumput laut.

Jana juga mendesak dilakukan evaluasi kebijakan yang telah ada, tetapi terhenti di tengah jalan, seperti pembentukan klaster industri, kebun bibit, pembagian bibit, dan bantuan peralatan.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia Indroyono Susilo menekankan, survei kelautan perlu ditingkatkan guna melihat potensi biota laut, terutama rumput laut, bukan hanya untuk tujuan ekonomi, tetapi juga kemampuannya menyerap karbon. (YUN)

Sumber : kompas.com
Sumber : http://khasiatrumputlaut.blogspot.com/2011/02/potensi-rumput-laut-tak-dikelola-baik.html

Rumput Laut Jadi Bahan "Biofuel"

Rumput Laut Jadi Bahan "Biofuel"

Riset rumput laut yang dilakukan dari waktu ke waktu kian lebar menguak kegunaan tumbuhan air ini. Selama ini rumput laut telah banyak digunakan sebagai bahan baku beragam jenis produk, seperti pangan, farmasi, dan kosmetik.

Belakangan ini mulai diketahui manfaat lain rumput laut, yaitu sebagai pereduksi emisi gas karbon dan bahan baku biofuel. Oleh karena itu, untuk mengatasi krisis bahan bakar minyak (BBM) yang saat ini telah berlangsung, rumput laut harus dikembangkan pemanfaatannya sebagai sumber alternatif energi.

Hal itu disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi saat memberi sambutan pada Indonesia Seaweed Forum I di Makassar Sulawesi Selatan, Selasa (28/10). Pertemuan itu diselenggarakan Indonesia Seeweed Society, Asosiasi Petani Rumput Laut Indonesia, Ikatan Fikologi Indonesia, dan Asosiasi Rumput Laut Indonesia.

Mikroalga sebagai biodiesel, menurut Freddy, lebih kompetitif dibandingkan dengan komoditas lain. Sebagai perbandingan, mikroalga (30 persen minyak) seluas 1 hektar dapat menghasilkan biodiesel 58.700 liter per tahun, sedangkan jagung 172 liter per tahun, dan kelapa sawit 5.900 liter per tahun.

Selain itu, katanya, rumput laut juga bukan merupakan bahan konsumsi pokok harian dan budidayanya tidak memerlukan waktu yang lama.

Sebagai daerah yang memiliki kawasan pesisir yang luas, apalagi berada di daerah tropis, Indonesia berpotensi menjadi produsen terbesar rumput laut di dunia. Menurut Freddy, saat ini ada areal seluas 1,1 juta hektar lebih yang berpotensi untuk budidaya rumput laut, tetapi yang termanfaatkan hanya 20 persen.

Menanggapi harapan Freddy, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya akan menyediakan lahan yang memadai untuk budidaya rumput laut. Sulsel memiliki pesisir pantai sepanjang 2.000 kilometer dan hampir 1.000 jumlah pulaunya.

Revitalisasi perikanan

Karena memiliki beberapa keunggulan, Freddy menambahkan, rumput laut pun dapat menjadi komoditas utama dalam program revitalisasi perikanan. Keunggulan itu antara lain peluang ekspornya masih terbuka luas, harganya relatif stabil, dan belum ada kuota perdagangan bagi rumput laut.

Keunggulan lainnya, teknologi pembudidayaannya sederhana sehingga mudah dikuasai petani, siklus budidayanya relatif singkat sehingga cepat memberikan penghasilan dan keuntungan, kebutuhan modal relatif kecil, dan pembudidayaan rumput laut tergolong usaha padat karya. Di sisi lain, rumput laut ramah lingkungan dan tidak ada produk sintetisnya.

Dalam program revitalisasi budidaya rumput laut tahun 2009 ditargetkan tercapai produksi 1,9 juta ton. Untuk itu, Freddy menekankan perlunya penerapan pola pengembangan kawasan budidaya, terutama untuk komoditas Euchema dan Gracilaria. Luas lahan yang diperlukan sampai 2009 adalah 25.000 hektar, yakni 10.000 hektar untuk Gracilaria dan 15.000 hektar untuk Euchema.

Untuk penyediaan bibit akan dikembangkan kebun bibit di sentra atau pusat pengembangan di Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sultera, Maluku, dan Papua. Selain itu, juga akan dilakukan pengaturan pola tanam dan penyediaan 150 unit mesin praproses untuk perbaikan mutu pascapanen. Dengan pengembangan ini, diperkirakan akan terserap 255.000 tenaga kerja.

Sumber : kompas.com
Sumber : http://khasiatrumputlaut.blogspot.com/2011/02/rumput-laut-jadi-bahan-biofuel.html

Teknik Pembuatan Pupuk Rumput Laut

Teknik Pembuatan Pupuk Rumput Laut

Pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan dalam pertanian memberikan efek negatif terhadap manusia maupun lingkungan. Hal ini mendorong sebagian orang mencari terobosan baru untuk membuat pupuk organik. Salah satunya dengan rumput laut. Rumput laut yang merupakan komoditas perikanan yang berupa tumbuhan, sekarang telah banyak dilakukan budidaya di perairan lepas pantai, sehingga bahan baku mudah didapat.

Berikut teknik pembuatan pupuk dari rumput laut
  1. Rumput laut dalam bentuk padat diawali dengan menghancurkan rumput laut sampai halus agar bakteri penghancur dalam proses fermentasi dapat bekerja maksimal. Selain itu, senyawa laktosa (senyawa gula) dapat mudah menyatu;
  2. Semua bahan baku pembuatan pupuk laut tersebut dicampur dan dimasukkan ke dalam wadah kedap udara semisal drum, plastik, atau tempat yang memungkinkan berlangsungnya proses fermenatasi;
  3. Waktu optimal fermentasi untuk membuat pupuk rumput laut padat adalah sekitar dua pekan.
Selain pupuk padat, ada pula pupuk rumput laut cair yang bahan bakunya tidak jauh berbeda dengan pupuk padat. Perbedaannya hanya terletak pada proses pembuatan dan lamanya waktu fermentasi. Pupuk rumput laut cair membutuhkan penambahan air dengan waktu fermentasi selama lima hari.

Sumber : http://khasiatrumputlaut.blogspot.com/2011/03/teknik-pembuatan-pupuk-rumput-laut.html

Pupuk dari Ampas Rumput Laut

Pupuk dari Ampas Rumput Laut




rumput_laut



Tak hanya kotoran ternak, daun-daunan, atau sampah yang bisa diolah menjadi pupuk. PT Agarindo Bogatama, produsen tepung rumput laut di Tangerang, mengolah ampas rumput laut yang terbuang di pabrik mereka menjadi pupuk rumput laut dengan nama Plantagar.


Ide ini muncul ketika manajemen Agarido melihat tanaman di sekitar tempat pembuangan limbah ampas rumput laut tumbuh subur tanpa diberi pupuk. Maka, unit penelitian mencoba mengolah ampas rumput laut menjadi pupuk. Rumput laut yang dipakai adalah jenis Gracilaria spp. dan Gelidium spp.

Tapi, tidak mudah mendapatkan komposisi yang tepat. "Perlu waktu enam bulan hingga bisa menghasilkan Plantagar dengan komposisi yang ada saat ini," kata Direktur Pengembangan Rumput Laut Agarindo Bogatama Soerianto Kusnowiryono.

Plantagar mulai dipasarkan tiga tahun lalu. Selain bahan baku utama ampas rumput laut yang mencapai 75%, Agarindo juga menambahkan pupuk kandang, dan bakteri pengurai unsur hara. Pupuk ini bisa digunakan untuk semua jenis tanaman.

Caranya adalah dengan mencampur Plantagar dengan tanah. Takarannya disesuaikan banyaknya bahan lain yang dicampur ke dalam tanah. Pemupukan yang hanya melibatkan media tanah cukup memakai 20% Plantagar.

Plantagar memiliki keunggulan karena ampas rumput laut mengandung unsur mikro yang dibutuhkan tanaman selain unsur makro NPK. Unsur mikro seperti mineral, magnesium, zat besi, kalsium, serta mangan, diperlukan sebagai nutrisi agar tanaman tumbuh sempurna.

Karena belum dikenal luas, produksi Agarindo masih terbatas, yaitu berkisar 200 hingga 300 ton dari kapasitas produksi yang mencapai 1.000 ton sebulan. "Tapi sejauh ini produksi kita selalu terserap pasar sepenuhnya," ujar Soerianto.

Plantagar dikemas dalam karung plastik ukuran 20 kilogram. Setiap karung dijual Rp 20.000-Rp 25.000 tergantung wilayah pemasaran. "Marginnya sebesar 20%," ujar Soerianto. Selain Jakarta, pemasaran pupuk ini sudah merambah ke wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalbar, Sulawesi Selatan, hingga Sumatera Utara.

Kini, Agarindo bekerjasama dengan IPB untuk memproduksi Plantagar khusus bagi tanaman tertentu seperti padi, jagung, dan kelapa sawit. (Tabloid Kontan)

Sumber : http://www.ciputraentrepreneurship.com/manufaktur/3154.html

Pupuk Ramah Lingkungan dari Rumput Laut

Pupuk Ramah Lingkungan dari Rumput Laut

Posted by Andhi Fish Jogja

Berbagai jenis rumput laut yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis ternyata bisa digunakan sebagai bahan baku pupuk organik. Kandungan unsur hara mikro dan makronya lebih tinggi dari pupuk urea.

Lautan menyimpan begitu banyak sumber daya hayati yang bernilai jual tinggi. Selain beragam jenis ikan, kekayaan laut lainnya yang bermanfaat bagi manusia ialah rumput laut. Selama ini, rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, seperti jelly atau agar-agar, roti, salad, saus, dan es krim.

Selain bahan makanan, tumbuhan laut yang termasuk keluarga gangga itu dapat diolah menjadi minuman semisal yoghurt dan sirup. Rumput laut juga kerap diekstrak untuk dijadikan bahan baku farmasi, kosmetika, dan bahan bakar. Karenanya, tidak heran jika rumput laut jenis tertentu banyak dibudidayakan untuk memasok kebutuhan industri.

Menurut peneliti utama bidang produk alam laut dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rachmaniar Rachmat, ada beberapa jenis rumput laut bernilai ekonomi tinggi dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Beberapa di antaranya Eucheuma, Gracilaria, dan Microphylum.

Ada lebih dari 600 spesies rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia. Spesies-spesien rumput laut itu digolongkan ke dalam empat kelas, yaitu ganggang merah {Rhodophyceae), ganggang cokelat {Phaeophyceae), ganggang hijau (Chlorophyceae), dan ganggang hijau-biru [Cyanophyceae).

Sayangnya, sebagian besar rumput laut itu belum diteliti dengan lebih mendalam mengenai kandungan zat-zatnya. Alhasil, jenis-jenis rumput laut itu dianggap memiliki nilai ekonomi yang rendah.

Rachmaniar mengatakan kebanyakan rumput laut yang kurang prospektif itu hidup liar di wilayah perairan Indonesia Timur, terutama di sekitar Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Jumlah rumput laut yang dianggap bernilai ekonomi rendah itu sebenarnya berpeluang untuk dijadikan pupuk yang mengandung unsur hara makro dan mikro cukup tinggi.

Hal itu dapat dibuktikan dari adanya tumpukan limbah rumput laut di lingkungan sekitar industri yang memanfaatkan sumber daya nabati laut itu. Di tumpukan limbah rumput laut yang telah melapuk itu biasanya tumbuh gulma atau beraneka ragam tanaman.

“Hal itu menjadi indikasi rumput laut mengandung senyawa yang bermanfaat bagi tanaman,” ujar Rachmaniar yang juga menjadi Sekretaris Eksekutif Asosiasi Rumput Laut Indonesia.

Karena merupakan limbah industri, tumpukan rumput laut itu sudah terkontaminasi berbagai macam bahan kimia. Alhasil, kandungan pupuk yang dihasilkannya pun turut tercemar.
Berdasarkan hal itu ditelitilah kemungkinan membuat pupuk dari rumput laut yang bebas dari bahan kimia. Rumput laut yang dimanfaatkan ialah rumput laut yang dianggap bernilai ekoriomi rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Rachmaniar diketahui rumput laut jenis Turbinaria dan Sargasum memiliki unsur hara makro dan mikro yang cukup lengkap. Unsur hara makro di antaranya nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur. Sedangkan unsur hara mikro antara lain besi, mangan, tembaga, seng, molibden, boron, dan klor.

“Unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk rumput laut itu lebih banyak daripada pupuk urea yang dijual di pasaran,” klaim Rachmaniar.

Lebih lanjut, Rachmaniar menjelaskan pembuatan pupuk rumput laut dalam bentuk padat diawali dengan menghancurkan rumput laut sampai halus.
Tujuannya, agar bakteri penghancur dalam proses fermentasi dapat bekerja maksimal. Selain itu, senyawa laktosan (senyawa gula) dapat mudah menyatu.
Semua bahan baku pembuatan pupuk rumput laut itu dicampur dan dimasukkan ke dalam wadah semisal drum, plastik, atau tempat yang memungkinkan berlangsungnya proses fermentasi kedap udara. Apabila selama fermentasi terdapat udara, maka proses pembuatan pupuk pun akan gagal. Waktu fermentasi optimal untuk membuat pupuk rumput laut padat itu sekitar dua pekan. Setelah itu, pupuk dapat diberikan pada tanaman sayur, buah, dan bunga.

Selain pupuk padat, ada pula pupuk rumput laut cair. Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat pupuk cair tidak berbeda dengan pupuk padat.

Perbedaan hanya terletak pada proses pembuatan dan lamanya waktu fermentasi. Pupuk rumput laut cair membutuhkan penambahan air dengan waktu fermentasi selama lima hari.

Lebih Subur

Rachmaniar memaparkan berdasarkan hasil uji antara pupuk rumput laut baik padat, cair, maupun campuran keduanya dengan urea diketahui kondisi tanaman menggunakan pupuk rumput laut lebih subur. Dalam uji coba penyemprotan pupuk rumput laut dilakukan dua kali selama masa tanam.

Secara umum, tanaman yang diberi pupuk rumput laut menghasilkan batang lebih besar dan tegak, urat daun terasa kasar, batang tidak mudah patah, dan daun berwarna hijau serta tidak mudah sobek. Sedangkan tanaman yang disiangi pupuk urea memiliki batang yang mudah rebah dan patah, daun berwarna hijau tua, urat daun terasa halus, serta mudah sobek.

Uji efektivitas pupuk rumput laut pada tanaman selama empat pekan memberikan hasil tinggi tanaman yang diberi pupuk padat mencapai 32,8 sentimeter. Sedangkan tanaman yang diberi pupuk urea tingginya mencapai 32,2 sentimeter.

Panjang daun tanaman yang menggunakan pupuk rumput laut padat mencapai 13,7 sentimeter, sedangkan daun tanaman yang menggunakan pupuk urea memiliki panjang 9,3 sentimeter.

“Dari hasil uji efektivitas dapat ditarik benang merah bahwa dengan melihat kekuatan tanaman, ketahanan terhadap lingkungan, serta ukuran tanaman, maka paling efektif menggunakan pupuk rumput laut padat,” ujar Rachmaniar. Formula pupuk rumput laut itu rencananya akan dikomersialkan lewat suatu perusahaan swasta pada tahun ini.

Menurut doktor bidang kimia bahan alam dari Universitas Padjajaran, Bandung, itu meski memiliki banyak kelebihan, pupuk rumput laut juga memunyai kelemahan. Daun tanaman yang diberi pupuk rumput laut banyak yang berlubang karena dimakan ulat ketimbang daun tanaman yang diberi pupuk berbahan kimia.
Namun, di sisi lain, hal itu bisa menjadi indikator bahwa tanaman tidak membahayakan kesehatan manusia ketika dikonsumsi. “Kalau ulat saja takut mengonsumsi kimia, tentu ada sebabnya. Hal itu menujukkan tanaman yang diberi pupuk berbahan kimia sebenarnya berbahaya jika dikonsumsi manusia” ujar Rachmaniar.

Sumber : Koran Jakarta

Sumber : http://benihikan.net/teknologi/pupuk-ramah-lingkungan-dari-rumput-laut/