Rabu, 26 November 2014

PROSPEK PENGEMBANGAN POTENSI RUMPUT LAUT (Gracilaria sp.) DI SULAWESI SELATAN



PROSPEK PENGEMBANGAN POTENSI RUMPUT LAUT (Gracilaria sp.)
DI SULAWESI SELATAN


Muhammad Arhan Rajab
C252110201/SPL
arhan_rajab@yahoo.co.id

Pendahuluan
Dalam pembangunan wilayah pesisir, salah satu pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang digalakkan pemerintah adalah pengembangan budidaya rumput laut. Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan non migas yang mempunyai prospek yang cukup baik karena mudah dibudidayakan dan mempunyai kegunaan yang sangat luas yaitu untuk bahan makanan, industri farmasi, industri kosmetik, industri tekstil, industri kulit, obat-obatan dan lain-lain.
Sulawesi Selatan menyimpan potensi sumberdaya kelautan, baik hayati maupun non hayati yang cukup menjanjikan untuk dikelola. Potensi ini bukan hanya menjadi aset lokal namun juga nasional jika dikelola dan dimanfaatkan secara arif dan bijaksana. Salah satu komoditas marikultuer yang sedang dikembangkan dan merupakan salah satu program pengembangan ekonomi pesisir di Sulawesi Selatan saat ini adalah rumput laut.
Sulawesi Selatan merupakan provinsi penyumbang terbesar produksi rumput laut nasional. Peningkatan produksi tercapai karena lahan yang luas untuk pengembangan rumput laut di daerah ini, yakni 250 ribu hektare. Prospek rumput laut sangat cerah dikarenakan kebutuhan pasar dunia akan rumput laut mencapai 300 ribu ton per tahun (Tribun timur, Edisi : 17 Juli 2008 ). Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Selatan (2008) produksi rumput laut nasional mencapai 1.728.475 ton basah pada tahun 2007 lalu atau setara 172.847,5 ton kering. Sementara produksi rumput laut Sulawesi Selatan telah mencapai 670.740 ton basah atau setara dengan 63.074 ton kering (36,5%). Usaha untuk meningkatkan produksi rumput laut sangat memungkinkan dapat dicapai, karena daerah Sulawesi Selatan dinilai memiliki potensi sumberdaya perikanan pantai yang cukup besar, teknologi budidaya dan pasca panen mudah dilaksanakan serta tidak membutuhkan modal yang besar (Ujung Pandang Ekspres, Edisi: 29 Oktober 2008).


Potensi Rumput Laut Sulawesi Selatan
            Kondisi potensi lahan budidaya perikanan dan jumlah sumberdaya manusia yang cukup menjadikan prospek pengembangan budidaya perikanan termasuk rumput laut di Sulawesi Selatan cukup besar. Selain potensi perikanan yang cukup besar, potensi sumberdaya manusia yang bergerak di bidang budidaya laut dan tambak juga cukup besar yaitu mencapai sekitar 50.775 RTP (Rumah Tangga Perikanan).
            Banyaknya lahan pertambakan yang terbengkalai efek dari gagalnya budidaya udang windu dan udang vannamei membuat pemerintah Sulawesi Selatan menganjurkan untuk memanfaatkan lahan tambak tersebut untuk pemanfaatan budidaya rumput laut Gracilaria sp. Baik secara monokultur maupun secara polikultur dengan ikan ataupun udang windu. Hasil produksinya nyata dengan model polikultur sekitar 7-12 ton/ha/siklus rumput laut basah (setara 700-1.200 kg rumput laut kering), 400-600 kg ikan bandeng/ha/siklus dan 300-400 kg udang windu/ha/siklus (Ratnawati & Pantjara, 2002). Sementara rumput laut yang berkembang pada budidaya laut adalah jenis Eucheuma sp. dan untuk komoditas perikanan lainnya masih bersifat rintisan.
            Hal yang mendukung berkembangnya budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan baik di tambak maupun di laut selain potensi lahan yang masih cukup luas, teknologinya juga masih sederhana dan tidak padat modal sehingga terjangkau oleh masyarakat yang berpengetahuan rendah dan memiliki modal yang kecil (Nurdjana, 2006; Anonim, 2007).
Status Budidaya Rumput Laut di Sulawesi Selatan
            Prospek pengembangan rumput laut di Sulawesi Selatan sangat potensial untuk dikembangkan dan strategis. Hal ini dikarenakan Sulawesi Selatan didukung oleh sumberdaya lahan yang masih cukup luas yakitu sekitar 50.201 ha untuk budidaya Gracilariasp. dan lahan budidaya Eucheuma sp. Sekitar 193.700 ha (Anonim, 2007).
            Status pengembangan budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan telah menjadi salah satu komoditas unggulan oleh pemerintah. Rumput laut sebagai komoditas unggulan didasarkan pada beberapa aspek meliputi mudahnya melakukan budidaya rumput laut, bersifat massal, cepat panen, tidak padat modal, menyerap tenaga kerja, permintaan tinggi dan harga yang menguntungkan (Nurdjana, 2006).
            Sulawesi Selatan menargetkan pada tahun 2012 sudah dapat menjadi sentra produksi rumput laut terbesar di Indonesia dan sekaligus menempatkan Indonesia sebagai Negara penghasil rumput laut terbesar kedua di dunia setelah Chili (Basmal & Irianto, 2006). Sementara untuk mempercepat laju pertumbuhan budidaya rumput laut, Pemerintah Sulawesi Selatan menargetkan pada tahun 2009 status agribisnis rumput laut meningkat menjadi agroindustri rumput laut (Anonim, 2007; Huseini, 2006).
Rumput Laut Jenis Gracilaria sp. di Sulawesi Selatan
            Luas tambak budidaya rumput laut jenis Gracilaria sp dan produksinya di Sulawesi Selatan tahun 2006.
Tabel 1. Luas tambak budidaya Gracilaria sp. (ha) dan produksinya (ton) per kabupaten di Sulawesi Selatan tahun 2006.
Kabupaten/Kotamadya
Luas Tambak (ha)
Produksi (ton)
Nilai (Rp)
Bantaeng
191
-
-
Barru
2,399
120
180,000
Bone
10,810
13.179,80
19.769.700
Bulukumba
4,000
6,005
9.007.500
Gowa
137
-
-
Jeneponto
2,948
-
-
Luwu
6,374
83,538
125.307.000
Luwu Timur
7,441
-
-
Luwu Utara
6,367
24.469,20
36.703,800
Makassar
1,180
-
-
Maros
9,388
-
-
Palopo
979
65.633,80
98.450.700
Pangkep
12,527
1.947,80
2.921.700
Pare-Pare
71
-
-
Pinrang
15,855
650
975,000
Selayar
858
3.019,50
4.529.228
Sinjai
678
5.890,50
8.835.750
Takalar
4,100
1.300,00
1.950.000
Wajo
11,876
8,193
12.289.500
TOTAL
50,201
15.144,80
213.949,60
Sumber : Anonim, 2007
            Tabel tersebut menjelaskan bahwa kabupaten yang memiliki luas tambak yang terluas yaitu Kabupaten Pinrang dan tersempit adalah Pare-pare. Sedangkan yang tertinggi produksi dan nilai rumput lautnya adalah kabupaten Luwu Utara dan terendah adalah Kabupaten Barru. Sementara Kotamadya Makassar, Pare-pare, Jeneponto, Bantaeng, Gowa dan Maros belum berproduksi kemungkinan disebabkan oleh tidak cocoknya lahan pertambakan untuk budidaya dengan Gracilaria sp. (Tangko & Pantjara, 2007).
            Sebagai estimasi kasar jika potensi lahan pertambakan Sulawesi Selatan sebesar 50,201 ha semuanya dapat terealisasi, maka produksi rumput laut Gracilaria sp. per hektar per siklus adalah 50.201 ha x (7-12 ton) = (351.407-602.412 ton/ha/siklus) dan oleh karena panen rumput laut dapat dilakukan 6 kali dalam setahun, maka produksi rumput laut jenis Gracilariasp. per tahun dapat mencapai 6 x (351.407-602.412 ton/tahun).





Gambar : Rumput Laut Jenis Gracilaria sp.
Teknologi dan Produksi Rumput Laut Gracilaria sp. Sulawesi Selatan
            Budidaya rumput laut Gracilaria sp. di Sulawesi Selatan menggunakan model polikultur rumput laut dengan ikan bandeng dan udang windu, dimana rumput laut menjadi hasil utama sedangkan ikan bandeng dan udang windu menjadi hasil sampingan. Dari segi penggunaan lahan, tentu sangat optimal untuk meningkatkan produktivitas tambak dan tentunya pendapatan bagi para pembudidaya.
            Untuk mencegah ikan bandeng tidak memakan rumput laut maka bandeng berukuran 100 gr/ekor keatas dipindahkan ke petak tambak pembesaran sebelum mencapai ukuran konsumsi dan panen. Sehingga hanya bandeng yang berukuran kecil yang berada pada tambak rumput laut dengan harapan dapat memakan lumut yang menempel pada rumput laut. Sementara untuk udang windu sendiri tidak ada masalah dalam polikultur dengan rumput laut sampai konsumsi (Tangko, 2008).
Kesimpulan
Sulawesi Selatan menjadi  satu-satunya provinsi yang mampu memproduksi rumput laut jenis Gracilaria sp mencapai ratusan ribu ton. Kemajuan budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan tidak terlepas dari potensi yang dimiliki provinsi ini yang memiliki daerah pantai yang hampir seluruhnya dapat dikembangkan budidaya rumput laut. Bahkan dapat dikatakan bahwa semua kabupaten di provinsi ini menjadikan rumput laut sebagai kegiatan budidayanya.     
Produksi total rumput laut jenis Gracilaria sp. di Sulawesi Selatan pada tahun 2006 telah mencapai 403.201 ton. Dengan potensi lahan budidaya yang mencapai 50.201 ha untuk budidaya Gracilaria sp. Maka prospek peningkatan produksi yang dapat dicapai untuk kedepan yakni 50.201 ha x (7-12 ton) = (351.407-602.412 ton/ha/siklus, dengan produksi total per tahun adalah 6 x (351.407-602.412) = (2108.442-3614.472 ton/tahun). Prospek peningkatan produksi tersebut didukung oleh tersedianya teknologi yang memadai dan sumberdaya manusia sekitar 50.755 RTP (Rumah Tangga Perikanan).

Sumber :  http://21aandjuventini.blogspot.com/2012/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar