Senin, 16 Februari 2015

Bibit Rumput Laut Kultur Jaringan semakin diandalkan

Ingin salip Tiongkok, RI perkuat bibit rumput laut kultur jaringan

Indonesia berupaya mengejar Tiongkok sebagai produsen rumput laut terbesar dunia.Salah satu cara yang diupayakan adalah memperkuat dan mengembangkan bibit rumput laut kultur jaringan di kawasan Timur Indonesia
Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP) Slamet mengatakan, Indonesia saat ini menuju produsen rumput laut terbesar di dunia setelah Tiongkok. Hal ini di dukung dengan potensi pengembangan lahan budidaya rumput laut yang masih terbuka lebar, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur.
"Indonesia bagian Timur dengan curah hujan yang tidak terlalu tinggi mempunyai potensi dikembangkan sebagai sentra rumput laut, diantaranya Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara dan wilayah Kalimantan seperti di Nunukan dan Tarakan," ujar Slamet di Jakarta, Kamis (11/12/2014).
Dari sektor hulu,menurut Slamet, saat ini telah dikembangkan bibit rumput laut kultur jaringan hasil kerjasama DJPB dan SEAMEO BIOTROP Bogor. Varietas bibit ini mampu mengatasi kendala dalam berbudidaya rumput laut seperti lokasi, salinitas, dan curah hujan.
Diharapkan akan mampu mendorong peningkatan produksi rumput laut nasional khususnya jenis E. cottonii.Selain itu,di Kabupaten Takalar juga dikembangkan budidaya rumput laut jenis Caulerpa sp. Atau lebih dikenal dengan nama lawi-lawi.
Menurutnya,jenis rumput laut ini, banyak dikonsumsi masyarakat Sulawesi Selatan sebagai makanan sehari-hari. Budidaya lawi-lawi yang dikembangkan masyarakat Desa Laekang Kab. Takalar, merupakan bagian dari tugas DJPB melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam hal ini Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar.
Dari lahan tambak seluas 3500 m2, menurutnya, dapat dihasilkan 50 karung lawi-lawi atau 2 ton per bulan dengan harga Rp, 150.000,- per karung atau rata-rata Rp. 7,5 juta per bulan. Dengan hanya mengandalkan pergantian air dan mengurangi kandungan lumpur tambak, masyarakat dapat memperoleh pendapatan yang cukup besar.
"Perlu diperhatikan adalah peremajaan bibit, distribusi hasil atau pemasaran dan juga pengepakan. DJPB melalui BPBAP Takalar akan terus mendampingi”, ujar Slamet.
Juga turut diperlukan pembangunan unit-unit pengolahan rumput laut yang dekat dengan sentra – sentra budidaya rumput laut, seperti yang ada di Sumba Timur, NTT. Ini akan mempermudah pemasaran dan menurunkan biaya transportasi. "Daya saing dan nilai tambah rumput laut akan bertambah sehingga mampu bersaing di pasar global," terangnya.
Produksi rumput laut Indonesia tahun 2013 adalah sebesar 9,28 juta ton meningkat hampir 3 juta ton dari sebelumnya pada tahun 2012 sebesar 6,51 ton.kbc11
Sumber : http://www.kabarbisnis.com/read/2853070


Tidak ada komentar:

Posting Komentar