KUNJUNGAN BELAJAR KE
PABRIK PENGOLAHAN KARAGENAN RUMPUT LAUT DI PASURUAN JAWA TIMUR
Oleh : Ir. H. Dian
Kusumanto
Saya sempat pesimis bisa
masuk ke dalam pabrik yang mengolah rumput laut menjadi karagenan. Namun hal itu tidak terbukti pada saat kami
mengunjungi Pabrik Kappa Karagenan di Desa Kurung Kecamatan Kejayan Kabupaten
Pasuruan. Pak Hamzah, sang pemilik
pabrik, sungguh sangat membuka diri dan
membuka pabrik seterang-terangnya dan menjawab semua pertanyaan yang
disampaikan oleh para tamu. Tidak ada
hal-hal yang disembunyikan dari detil-detil pabrik yang dimilikinya. Ini aneh bin ajaib. Sebab selama ini beberapa teman yang berusaha
masuk ke beberapa pabrik hanya diterima di ruang tunggu atau bahkan hanya di
pos satpam pabrik.
Pabrik ini terkesan agak
tersembunyi, karena untuk memasuki pabrik rombongan dari Kabupaten Nunukan yang
dipimpin langsung oleh Bupati Nunukan, yaitu Bapak Letkol Purnawirawan Drs. H.
Basri. Dengan menggunakan Bus Mini dari
Surabaya harus melalui jalan kampung yang tidak beraspal dan melalui
kebun-kebun masyarakat. Meski tidak
terlalu jauh jaraknya dengan Jalan Raya Kejayan yang menghubungkan Kota
Pasuruan dan Kota Kecamatan Porwosari, hanya sekitar 500-an meter. Sebenarnya lokasi pabrik Pak Hamzah ini tepat
di Belakang Pabrik milik Mayora Grup yang berdampingan dengan persawahan yang
relatif subur dengan pengairan yang baik.
Meskipun agak
tersembunyi, ternyata Pabrik Pak Hamzah ini demikian terbuka, karena tidak ada
pagarnya. Pintu pabrik juga dibuka
lebar-lebar dan penulis tidak mendapati Satpam yang berseragam yang berjaga di
pos jaga, karena memang tidak ada pos jaganya.
Masuk ke area pabrik kami disuguhi pemandangan berupa hamparan seperti
tumpukan kain putih yang sedang dijemur di atas terpal. Ada juga yang sedang dijemur menggunakan
rak-rak penjemur yang beroda. Rupanya yang dijemur itu adalah lembaran-lembaran
karagenan yang baru dipress berbentuk seperti kain putih yang sedang
dijemur. Penjemuran dilakukan karena
panas matahari sedang cerah hingga energinya bisa mengeringkan lembar-lembar
karagenan itu.
Gedung Pabrik Pak Hamzah
ini lebarnya sekitar 20-an meter sedang panjangnya mungkin sekitar 60-an
meter. Kesan pertama memasuki pabrik ini
adalah kesederhanaanya. Pabrik ini
benar-benar menyatu dan akrab dengan lingkungan sekitarnya. Ada kebun-kebun Mangga, kebun Jati dan Sawah
masyarakat di sisi barat dan belakang pabrik.
Bahkan sawah yang berada di belakang pabrik tersebut merupakan bagian
yang dimiliki Pak Hamzah untuk memanfaatkan limbah cair pabrik untuk pupuk
penyubur tanaman padi. Sungguh pabrik
ini sangat aman bagi lingkungan persawahan yang ada di sekitarnya, bahkan bisa
memberikan pupuk tambahan dari limbah cair maupun padat dari aktifitas
produksinya.
Begitu masuk ke dalam
gedung Pabrik kami bertemu dengan alat pengering yang lama sudah saya pandangi
melalui gambar-gambar di internet jika kita cari dengan kata kunci “seaweed
dryer”. Industri rumput laut di China
sudah sangat akrab dengan alat ini. Maka
banyak sekali penawaran alat mesin ini di China. Menurut Pak Hamzah di China terdapat sekitar
600 pabrik pengolahan rumput laut menjadi karagenan. Di China sendiri rumput laut hanya bisa
dibudidaya sekitar 3 bulan saja atau satu musim saja. Karena dari 4 musim sub tropik disana, 1
musim panas saja yang bisa dibudidayakan rumput laut. Makanya China sangat bergantung pada pasokan
bahan baku rumput laut dari luar, termasuk yang paling besar adalah dari
Indonesia.
Sekarang ini sebenarnya
Indonesia sudah menjadi produsen terbesar rumput laut di dunia, setelah sekitar
tahun 2008 mengalahkan dominansinya Filippina.
Namun dalam hal devisa yang dihasilkan Filippina memperoleh nilai ekspor
lebih besar dibanding Indonesia. Itu
karena Indonesia mengekspor rumput laut sebagian besar (sekitar 85%) dalam
bentuk raw material , sebaliknya
Filippina sudah lebih banyak (sekitar 85%) mengekspornya dalam bentuk olahan
jadi atau setengah jadi. Rumput laut
kering (dried seaweed) yang
diproduksi Indonesia sebagian besar diekspor ke China, dan sebagian kecil ke
Filippina, Malaysia dan beberapa negara eropa.
Pabrik pengolahan rumput
laut yang ada di Indonesia bisa dihitung dengan jari. Sebagian besar adalah mengolah rumput laut
menjadi bahan setengah jadi berupa Chip ATC
dan Semi Refine Carrageenan (SRC).
Hanya sedikit Pabrik yang mengolah rumput laut menjadi Refine
Carrageenan ini. Dan Pabrik Pak Hamzah
bisa dikatakan sebagai pabrik pertama milik anak Indonesia yang mengolah rumput
laut menjadi tepung RC. Beberapa pabrik
yang mengolah rumput laut menjadi RC sebagian besar dimiliki oleh pemodal asing
atau korporasi raksasa nasional.
Ditanya tentang
sedikitnya pemain RC, Pak Hamzah bercerita demikian panjang. Dominansi industri China sangat menguasai
perdagangan rumput laut Indonesia.
Bahkan Indonesia dikesankan tidak akan mampu membuat pabrik pengolahan
RC. Seandainya mampu mungkin pasarnya
juga tidak akan mampu menembus kartel China yang sudah sangat mendominasi
bisnis rumput laut dan karagenan dunia.
Sehingga dari awal Pak Hamzah juga sudah memperhitungkan itu. Kuatnya kartel rumput laut China ini,
ternyata sangat mempengaruhi 2 pusat bisnis rumput laut yang ada di Indonesia
Timur, yaitu Surabaya dan Makassar.
Seluruh produksi rumput
laut Indonesia sebagian besar diproduksi di bagian timur Indonesia seperti :
1.
Pulau
Kalimantan di Provinsi Kaltara (Nunukan, Tarakan), Provinsi Kalimantan Timur (Bontang, Kutim,
Balikpapan dan Pasir Panajam Utara)
2.
Maluku
Tenggara, Maluku Utara
3.
Sulawesi
Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah
4.
Sulawesi
Selatan dan Sulawei Tenggara
5.
NTT, NTB dan
Bali.
6.
Dll.
Memulai pabrik dengan kapasitas kecil
Kunjungan belajar ke
pabrik PT Kappa Carrageenan Nusantara
milik Pak Hamzah ini menyertakan juga Rombongan dari PT Manrapi dari Nunukan
untuk menjajagi model pabrik serupa jika dibangun di Nunukan. Rombongan PT Manrapi yang dipimpin oleh H.
Irwan Sabri SE, juga menyertakan Kepala Dinas Perindagkop dan Kepala Dinas
Kelautan dan Perikanan beserta Kepala Bidang Perijinan dan Pengolahan Hasil
Perikanan Kabupaten Nunukan. PT Manrapi
milik H. Sabri, seorang pengusaha tambang Batubara ini, bertekad untuk
membangun industri pengolahan rumput laut di Nunukan.
Karena PT Manrapi juga
secepatnya akan memulai pembangunan pabrik pengolahan rumput serupa di
Nunukan. Pembangunan pabrik dimaksud
akan memanfaatkan melimpahnya bahan baku yang selama ini hanya dijual dalam
bentuk mentah ke Makassar, Surabaya dan Tawau Malaysia. Sangat disayangkan. Dengan dibangunnya pabrik pengolahan rumput
laut di Nunukan akan menciptakan nilai tambah dan juga menyerap tenaga kerja di
Nunukan. Selain itu tentu hal ini juga
bisa lebih menstabilkan harga di tingkat petani dan juga mampu meningkatkan
daya saing produk ke luar daerah. Kalau
pembangunan ini sukses maka kepercayaan diri para pengusaha lokal untuk
berinvestasi di negerinya sendiri juga akan semakin besar.
Selama ini Bupati
Nunukan, Bapak Drs. H Basri, juga menghendaki agar rumput laut yang dibawa
keluar dari Nunukan tidak lagi dikirim dalam bentuk gelondongan alias mentah.
Tapi dikirim keluar daerah bahkan keluar negeri sudah dalam bentuk setengah
jadi yaitu berupa Chip ATC dan Semi Rfine Carrageenan atau bahkan sudah dalam
bentuk Refine Carrageenan. Seandainya bisa maka sangat mungkin juga sudah
bisa diolah menjadi aneka produk pangan olahan yang berbahan dasar rumput
laut. Tentu ini akan menghidupkan roda
ekonomi rakyat dan menyediakan kesempatan kerja bagi warga Nunukan, sebagaimana
visi yang sudah dipatrikan dalam program Gerbang Emas.
Bupati menghendaki kalau
bisa semua produksi rumput laut se Kabupaten Nunukan ini bisa dihilirisasi
menjadi komoditi yang bernilai tambah.
Maka semula jika pabrik pengolahan rumput laut di Nunukan ini berkembang
akan mampu mengolah seluruh produksi yang ada, yaitu sebanyak 1.000 ton per
bulan. Namun Pak Hamzah mengingatkan
agar membangun pabrik pengolahan dimulai dari skala ekonomis minimal dulu
seperti pabrik yang dimilikinya. Bila
mengikuti jejak Pak Hamzah, maka biarlah pabrik di Nunukan nanti dimulai dengan
kapasitas olah 5 ton rumput laut kering per hari, atau sebanyak 150 ton per
bulan. Maka jika diolah menjadi tepung
karagenan akan dihasilkan antara 30-40 ton tepung karagenan per bulan.
Jika pabrik dibangun
dalam kapasitas besar dan menyedot seluruh bahan baku di Nunukan, maka bisa
menyebabkan beberapa kemungkinan sebagai berikut :
1.
Berkurangnya
jatah pengiriman oleh pedagang lokal ke Makassar dan Surabaya.
2.
Akan merubah
sedikit atau banyak keseimbangan harga rumput laut di tingkat eksportir yang
akan berimbas juga kepada pabrik di luar Nunukan.
3.
Memancing
reaksi pedagang besar yang berhubungan dengan pabrik dan importir di China
(Kartel China) yang membuat harga di tingkat petani tidak stabil.
4.
Mematikan
peran pedagang pengumpul, peluncur di lapangan dan para pengusaha angkutan dan
tenaga kerja yang biasanya bekerja pada rantai tata niaga ini.
5.
Harga di
tingkat petani di Nunukan akan lebih stabil dan kualitas hasil rumput laut
lebih terkontrol.
6.
Ada
penyerapan tenaga kerja cukup besar yang diperlukan untuk operasionalisasi
pabrik dan tenaga di dalam tata niaga baru yang lebih pendek dari petani ke
pabrik.
7.
Merubah pola tata
niaga dan sistem yang menyesuaikan dengan permintaan atau persyaratan mutu
menurut standar pabrik.
8.
Pabrik
berkembang pengaruhnya menjadi trigger, driver, leader dalam sistem bisnis
rumput laut di Nunukan.
9.
Untuk
mengontrol kemungkinan terjadinya poin 8 di atas, maka peran pemerintah dalam
menjalankan sistem pengawasan yang standar dapat menyusun peraturan perundangan
dengan pihak Legislatif.
10.
Jika dukungan
bahan baku, bahan penolong, bahan bakar, listrik, air, sistem pengelolaan SDM
(tenaga kerja) atau jika manajemen Pabrik lemah, maka akan mengalami kewalahan
dalam mengelola input yang dibutuhkan maupun output yang dihasilkan.
11.
Imbas dari
lemahnya sistem manajemen pabrik akan berdampak besar pada tata niaga yang
sudah terlanjur monopolistik (nanti).
Namun mungkin (nanti) akan menyebabkan gejolak sementara saja sebab
bagaimanapun reaksi pasar yang besar akan menyerapnya.
12.
Dan
lain-lainnya.
Oleh karena itu perlu
diciptakan keseimbangan yang mensinergikan beberapa kepentingan dalam sistem
bisnis rumput laut ini. Perubahan sistem
dengan munculnya pabrik berskala besar jangan menyebabkan goncangan di tingkat
petani, khususnya dalam hal harga dan pengelolaan mutu rumput laut. Namun
yang sering terjadi adalah sebaliknya, pabriklah yang biasanya terguncang
karena harga beli rumput laut di tingkat petani itu naiknya ekstrim. Pada kondisi begini pabrik agak mengerem
pembelian bahan baku dan memanfaatkan stok bahan baku yang masih ada di
gudang. Oleh karena itu pabrik yang
memiliki modal besar biasanya akan melakukan aksi borong jika harga rumput laut
sedang turun.