Kamis, 19 Agustus 2010

MASYARAKAT PESISIR LAUT PULAU SEBATIK DAN NUNUKAN MENIKMATI CASFLOW MILYARAN RUPIAH PER BULAN

RAME-RAME USAHA RUMPUT LAUT DI WILAYAH PERBATASAN,  

MASYARAKAT PESISIR LAUT PULAU SEBATIK DAN NUNUKAN MENIKMATI CASFLOW MILYARAN RUPIAH PER BULAN

By Dian Kusumanto

Pada Bulan Februari 2010 hampir setiap bulan Kabupaten Nunukan sudah mengeluarkan rumput laut kering sekitar 280 ton dengan tujuan Sulawesi Selatan dan Surabaya.   Kalau harga rumput laut kering rata-rata Rp 10.000 per kg, maka berarti ada dana yang berasal dari rumput laut yang berputar di masyarakat sebanyak Rp 2,8 Milyar dalam sebulan.

Yang menikmati perputaranan arus ekonomi ini rata-rata masyarakat nelayan atau petani yang berada di daerah pesisir Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik.   Masyarakat sangat terbantu dengan adanya peluang yang baru dari rumput laut  yang ramai diusahakan sekitar 2 tahun yang lalu.  Seolah-olah mereka menemukan air yang sejuk dingin dan segar setelah lama merasa selalu kehausan.   Hal ini terjadi sejak BBM yang harganya naik sedangkan hasil laut para nelayan malah turun, sehingga usaha tangkap nelayan berperahu menurun.

Rumput laut kemudian seolah menolong keadaan ekonomi masyarakat nelayan dan masyarakat pesisir di Kabupaten Nunukan.  Sampai hari ini seolah eforia ini masih belum mereda, bahkan orang semakin bersemangat menambah lagi tali-tali bentangan bibit rumput laut mereka. Maka menurut beberapa perkiraan yang bersumber dari beberapa penampung rumput laut kering, volumenya sudah lebih dua kali lipatnya bulan Februari yang lalu.  

Menurut salah seorang pengamat rumput laut Nunukan, Pak Eka Wijaya, ada sekitar 500-an ton rumput laut kering dalam setiap bulannya.  Artinya perputaran uang dari rumput laut di Nunukan sudah mencapai sekitar Rp 5 Milyar per bulan.   "Saya kira itu bisa lebih dan selalu naik terus angkanya",  begitu tambahnya.   Kenapa itu bisa terjadi, karena memang pertumbuhan jumlah orang yang terjun maupun jumlah kepemilikan tali setiap orang selau meningkat setiap saat.   Masih banyak hasil panen yang dipakai untuk bibit kembali.  Bahkan awalnya panen 100 bentang misalnya, nanti turun lagi bisa 200 bentang, artinya ada 100 bentang yang baru ditambahkan.

Pak Elang, salah seorang juragan rumput laut di Sedadap Nunukan, sudah memiliki sekurangnya 900 bentang tali rumput laut.  Rata-rata panen rumput laut sekitar 150 bentang per minggu dengan hasil rumput laut kering sekitar 1 ton per minggu.  Dengan harga Rp 10.500 per kg RLK maka rata-rata pendapatan kotornya mencapai Rp 10,5 juta per minggu atau sekitar Rp 42 juta per bulan.

Maka tidak begitu heran bila ada beberapa pengamat lainnya yang berani mengatakan angka Rp 8 Milyar per bulan, karena diperkirakan sudah ada 800 ton rumput laut kering yang dikapalkan melalui kapal di Pelabuhan Tunon Taka baik yang menuju Surabaya maupun Sulawesi Selatan.   Namun semuanya masih dalam bentuk rumput laut kering glondongan dengan mutu yang sangat beragam.

Untuk menjaga kesinambungan usaha, sebenarnya mutu yang kurang seragam dari tingkat petani/ nelayan ini sangat riskan.  Apalagi kebanyakan para pedagang pengepul rumput laut ini juga tidak semuanya mau mendidik petani pemasoknya.  Kadang karena kepepet deadline dari kontrak, mereka saling kejar target, yang menyebabkan kontrol terhadap mutu rumput laut setoran para petani/ nelayan sangat kendor.  Akhirnya petani pemasok ini jadi menggampangkan mutu rumput laut.  Karena pembelinya tidak membedakan mana yang mutunya jelek dan mana yang baik harganya disama-ratakan saja.

Sebagian petani rumput laut di Nunukan melakukan pengovenan atau menutup rumput laut basah sehabis dipanen dengan terpal dan atau dilapisi plastik bening  dibagian dalam terpal.  Pengovenan ini dilakukan sekitar 2 hari, supaya rumput laut berkeringat dan air keringatnya menetes sehingga tumpukan yang semula tebal menjadi menipis.  Volume dan berat rumput lautnya berkurang dan sudah berkurang kadar airnya.  Setelah 2 hari tutup dibuka dan rumput laut ini dicuci dengan air laut supaya kotorannya terlepas dan rumput laut menjadi bersih.  Perlakuan seperti ini sangat disukai oleh pedagang pengepul karena rumput lautnya terlihat lebih putih dan bersih.  Setelah dicuci kemudian rumput laut ini dijemur lagi secara terbuka seperti gambar di bawah ini.


Memang hampir semua pembudidaya rumput laut ini masing-masing memiliki tempat penjemuran dan dilakukannya sendiri atau berkelompok.  Nampaknya cara-cara pengelolaan paska panen rumput laut di Nunukan dan Sebatik ini masih sangat tradisional.  Penulis belum menemui petani yang menerapkan cara pengelolaan paska panen yang modern.  Rata-rata hanya melakukan penjemuran di atas jaring dari hitam atau terpal di atas jembatan atau di atas permukaan tanah. (bersambung)

(By Dian Kusumanto Aren Foundation)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar